Nama Allah اَلْمُؤْمِنُ  al-Mukmin, disebutkan pada sebuah ayat, yaitu firman Allah ta’ala,

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dialah Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Maha Raja Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga keamanan, Pemelihara keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Keagungan. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qs. al-Hasyr : 23)

اَلْمُؤْمِنُ  al-Mukmin, berasal dari kata al-Iman yang berarti pembenaran dan pengakuan, serta apa yang menjadi konsekwensi dari hal tersebut berupa bimbingan dan membenarkan orang-orang yang benar serta menegakkan bukti atas kebenaran mereka. Oleh karena itu, Allah ta’ala adalah al-Mukmin, sebagaimana Dia telah menyanjung diri-Nya sendiri dan Dia jauh melebihi sanjungan para hamba-Nya. Oleh karena itu, Mujahid rahimahullah berkata, ‘al-Mukmin’ adalah yang mentauhidkan diri-Nya dengan firman-Nya,

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan) (yang berhak disembah) melainkan Dia.” (Qs. Ali Imran : 18)

Ini adalah persaksiaan yang agung lagi mulia dari seagung-agungnya saksi, yaitu Allah Rabb semesta alam, dan untuk seagung-agungnya persaksian, yaitu mentauhidkan Allah dan mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya semata.

Di antara makna ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain dari Abu Ishaq, dari al-Aghar Abu Muslim, bahwasanya ia  bersaksi atas Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Hudhriy –semoga Allah meridhai keduanya-, bahwasanya keduanya menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau bersabda,

إِذَا قَالَ الْعَبْدُ لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ قَالَ : يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ : صَدَقَ عَبْدِي. لَاإِلَهَ إِلَّا أَنَا وَأَنَا أَكْبَرُ. وَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ : لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ, قَالَ : صَدَقَ عَبْدِي. لَاإِلَهَ إِلَّا أَنَا وَحْدِي. وَإِذَا قَالَ : لَاإِلَه َإِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ, قَالَ : صَدَقَ عَبْدِي. لَاإِلَهَ إِلَّا أَنَا لَا شَرِيْكَ لِي. وَإِذَا قَالَ : لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ, قَالَ : صَدَقَ عَبْدِي  لَاإِلَهَ إِلَّا أَنَا. لِي الْمُلْكُ وَلِي الْحَمْدُ. وَإِذَا قَالَ : لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ , قَالَ : صَدَقَ عَبْدِي لَاإِلَهَ إِلَّا أَنَا وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِي

“Apabila seorang hamba berkata : Tidak ada ilah yang hak kecuali Allah dan Allah Maha Besar, beliau bersabda, Maka Allah azza wa jalla berfirman, ‘Hamba-Ku benar, tidak ada ilah yang hak kecuali Aku, dan Aku Maha Besar.

Dan apabila hamba itu berkata : Tidak ada ilah yang hak kecuali Allah semata, maka Dia berfirman, ‘Hamba-Ku benar, Tidak ada ilah yang hak kecuali Aku semata.

Dan apabila hamba itu berkata : Tidak ada ilah yang hak kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, maka Dia berfirman, ‘Hamba-Ku benar, tiada ilah yang hak kecuali Aku tiada sekutu bagi-Ku.

Dan apabila ia berkata : Tidak ada ilah yang hak kecuali Allah, bagi-Nya seluruh kerajaan dan pujian, Dia berfirman, ‘Hamba-Ku benar, tiada ilah yang hak kecuali Aku, bagi-Ku semata segala kerajaan dan pujian.

Dan apabila ia berkata : Tidak ada ilah yang hak kecuali Allah, Tidak ada daya dan upaya kecuali dari Allah, maka Dia berfirman,’Hamba-Ku benar, tidak ada ilah yang hak kecuali Aku, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dari-Ku.” (Jami’ at-Tirmidzi, no. 3430, Sunan Ibni Majah, no. 3794, dan dihasankan oleh at-Tirmidzi. Lihat, as-Silsilah ash-Shahihah, no. 1391)

Abu Ishaq berkata, ‘kemudian al-Aghar mengatakan suatu ucapan yang tidak aku pahami, maka aku berkata kepada Abu Ja’far, “Apa yang dia ucapkan ?” Ia berkata, “Barangsiapa yang diberi rezeki dengan kalimat tersebut ketika wafatnya, maka ia tidak akan disentuh oleh api neraka.”

Ini adalah persaksian yang agung dari Allah bagi diri-Nya akan keEsaan-Nya, dan merupakan pembenaran bagi orang-orang yang bersaksi akan hal itu dari hamba-hamba-Nya. Pembenaran tersebut diberikan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang bersaksi akan keesaan-Nya. Demikian pula dukungan Allah dengan hujjah dan bukti diberikan bagi mereka. Semua itu merupakan kandungan dari nama Allah ‘al-Mukmin’.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Di antara nama-Nya adalah ‘al-Mukmin’, artinya di antara dua penafsiran yang ada adalah Yang Maha Membenarkan, yaitu yang membenarkan orang-orang yang benar dengan menegakkan bagi mereka persaksian-persaksian akan kebenaran mereka. Dia membenarkan para Rasul dan Nabi-Nya ketika mereka menyampaikan risalah dari-Nya. Dia bersaksi untuk mereka bahwa mereka adalah benar dengan menyertakan dalil-dalil atas kebenaran secara takdir dan akhlak. Karena sesungguhnya Dia ta’ala telah mengabarkan–sementara itu kabar-Nya adalah benar dan ucapan-Nya juga benar-bahwasanya Dia pasti memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya, tanda-tanda kebesaran-Nya yang ada di ufuk-ufuk dan pada diri mereka masing-masing, yang dapat menjelaskan kepada mereka bahwa wahyu yang telah sampai kepada para rasul-Nya adalah hak (benar). Allah ta’ala berfirman,

سَنُرِيهِمْ ءَايَٰتِنَا فِى ٱلْءَافَاقِ وَفِىٓ أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar.” (Qs. al-Fushshilat : 53)

Yakni, al-Qur’an. Sebab, ayat ini telah didahului oleh firman-Nya,

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كَانَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ثُمَّ كَفَرْتُمْ بِهِ

“Katakanlah : “Bagaimana pendapatmu jika (al-Qur’an) itu datang dari sisi Allah, kemudian kamu mengingkarinya.” (Qs. Fushshilat : 52)

Kemudian Allah ta’ala berfirman,

  أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ

“Dan apakah Rabbmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu.” (Qs. al-Fushshilat : 53)

Allah ta’ala bersaksi dengan firman-Nya bagi rasul-Nya bahwa apa yang beliau bawa adalah hak (benar), dan Dia menjanjikan kepadanya untuk memperlihatkan kepada hamba-hamba di antara tanda-tanda kebesaran-Nya yang ada pada perbuatan dan fisik mereka yang dapat menjadi saksi akan hal itu. Kemudian Dia menyebutkan yang lebih agung dan mulia dari semua, yaitu persaksian-Nya atas segala sesuatu. (Madarij As-Salikin, juz 3, hal. 485)

Inilah maksud ucapan Qatadah rahimahullah, “al-Mukmin adalah Yang membenarkan bahwa ucapan-Nya adalah hak (benar) (HR. Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya, juz 22, hal. 552)

Sebagaimana di antara kandungan makna dari nama-Nya “al-Mukmin” adalah memberikan keamanan bagi orang yang takut. Dan yang demikian itu dengan mengaruniakan kepadanya keamanan sebagai lawan dari menakut-nakuti. Allah ta’ala berfirman,

الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (Qs. Quraisy : 4)

Dia ta’ala juga berfirman,

وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا

“Dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.” (Qs. an-Nuur : 55)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “al-Mukmin adalah Yang Maha Memberikan keamanan kepada makhluk-Nya dan tidak menzhalimi-Nya. (Lihat, Tafsir Ibnu Katsir, juz 8, hal.105)

Setiap orang takut yang berlindung kepada Allah dengan tulus, niscaya ia akan mendapati Allah memberikan keamanan kepadanya dari rasa takut itu. Oleh karena itu, keamanan seluruh hamba dan Negara ada di tangan Allah semata.

Dari penjelasan yang telah lewat dapat diketahui bahwa nama Allah “al-Mukmin” menunjukkan makna-makna yang agung dan perkara-perkara yang mulia, yang dapat kita ringkas kesimpulan terpentingnya pada beberapa poin berikut :

  1. Di antara kandung makna Allah “al-Mukmin” adalah persaksian-Nya ta’ala bagi diri-Nya dengan tauhid, dan ini merupakan persaksian paling agung dan termasuk saksi teragung bagi Dzat paling agung yang dipersaksikan.
  2. Di antaranya juga adalah pembenaran-Nya ta’ala bagi orang-orang yang bersaksi kepada-Nya dengan tauhid, dan persaksian bagi mereka bahwa apa yang mereka ucapkan adalah hak dan benar.
  3. Di antaranya adalah pembenaran Allah bagi para Nabi-Nya dengan hujjahhujjah dan bukti nyata bahwa apa yang mereka ucapkan dan sampaikan dari Allah adalah hak; tiada keraguan padanya, dan benar; tiada perdebatan di dalamnya.
  4. Di antaranya juga adalah bahwasanya Allah ta’ala membenarkan hamba-hamba-Nya atas apa yang Dia janjikan bagi mereka yang berupa kemenangan dan kekuasaan. Allah ta’ala berfirman,

ثُمَّ صَدَقْنَاهُمُ الْوَعْدَ فَأَنْجَيْنَاهُمْ وَمَنْ نَشَاءُ

Kemudian Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan) kepada mereka. Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki.” (Qs. al-Anbiya : 9)

Firman-Nya.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (Qs. an-Nuur : 55)

  1. Di antaranya juga adalah bahwasanya Allah ta’ala memberikan keamanan kepada para hamba-Nya yang beriman dan para wali-Nya yang bertakwa dari siksa dan hukuman-Nya. Allah ta’ala berfirman,

  الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. al-An’am : 82)

أَفَمَنْ يُلْقَىٰ فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam Neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari Kiamat.” (Qs. Fushshilat : 40)

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesunggguhnya orang-orang yang mengatakan : “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” (Qs. al-Ahqaf : 13)

  1. Di antaranya juga adalah bahwasanya Allah ta’ala menepati apa yang Dia janjikan kepada mereka berupa kemenangan yang agung dan masuk ke Surga sebagai tempat segala kenikmatan. Allah ta’ala berfirman,

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الْأَرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ ۖ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Dan mereka mengucapkan : Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam Surga di mana saja kami kehendaki.” Maka Surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.” (Qs. az-Zumar : 74)

  1. Di antara maknanya juga adalah karunia keamaan dari-Nya bagi orang-orang yang takut dengan memberikan rasa aman sebagai lawan dari menakut-nakuti. Sebagaimana dalam firman-Nya,

الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (Qs. Quraisy : 4)

  • Nama Allah اَلصَّادِقُ Ash-Shadiq

Sedangkan nama-Nya  اَلصَّادِقُ Ash-Shadiq  hanya ada pada sebuah ayat pada kitab Allah azza wa jalla, yaitu firman-Nya,

وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ ۖ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ۚ ذَٰلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِبَغْيِهِمْ ۖ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ

“Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku; dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka, dan sesungguhnya Kami adalah Maha Benar.” (Qs. al-An’am : 146)

Maksudnya, Yang Mahabenar pada janji dan ancaman-Nya serta pada segala sesuatu yang Allah kabarkan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Maka tidak diragukan lagi bahwa Allah ta’ala menjanjikan kepada orang-orang yang taat untuk memberi pahala kepada mereka dan berjanji kepada orang-orang yang memohon untuk diperkenankan permohonannya.” Oleh karena itu, Dia adalah Mahabenar yang tidak menyelisihi janji-Nya. Allah ta’ala berfirman,

وَعْدَ اللَّهِ حَقًّا ۚ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلً

“Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah.” (Qs. an-Nisa : 122) (Majmu’ al-Fatawa, juz 1, hal. 218)

  • Buah Iman Kepada Nama Allah اَلصَّادِقُ Ash-Shadiq

Buah keimanan dengan nama tersebut adalah orang yang berbuat baik tidak akan takut di sisi-Nya akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) pengurangan haknya, ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (pula takut) penambahan dosa dan kesalahan, atau disia-siakan darinya amalan meskipun sebesar dzarrah pun. Karena Allah azza wa jalla berjanji-dan Dia Maha Benar –akan memberikan pahala bagi orang yang beramal, meskipun sebesar dzarrah pun pasti Dia akan membalasnya dan tidak menyia-nyiakannya. Bahkan Dia akan melipatgandakannya lagi bagi yang Dia kehendaki  dan Dia akan memberi dari sisi-Nya dengan pahala yang agung. Adapun orang yang berbuat tidak baik, maka Dia akan membalas keburukan itu dengan semisalnya dan itu dapat Dia gugurkan dengan bertaubat, istighfar, perbuatan baik, dan berbagai musibah. Allah ta’ala berfirman,

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

“Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan dan (orang-orang) yang Kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni Surga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (Qs. al-Ahqaf : 16)

Wallahu A’lam (Redaksi)

Sumber :

Fikih Asma’ul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr