TANYA:
Bagaimana caranya berbakti kepada kedua orang tua? Dan apakah boleh mengumrahkan untuk salah seorang mereka walaupun pernah melaksanakannya?

JAWAB:

Berbakti kepada kedua orang tua adalah berbuat baik kepada mereka dengan harta, wibawa dan bantuan fisik. Ini hukumnya wajib. Sedangkan durhaka kepada kedua orang tua termasuk perbuatan yang berdosa besar, yaitu tidak memenuhi hak-hak mereka. Berbuat baik kepada mereka semasa hidup, sudah maklum, sebagaimana kami sebutkan tadi, yaitu dengan harta, wibawa (kedudukan) dan bantuan fisik. Adapun setelah meninggal, maka cara berbaktinya adalah dengan mendoakan dan memohonkan ampunan bagi mereka, melaksanakan wasiat mereka, menghormati teman-teman mereka dan memelihara hubungan kekerabatan yang ada tidak akan punya hubungan kekerabatan dengan mereka tanpa keduanya. Itulah lima perkara yang merupakan bakti kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal dunia.

Bersedekah atas nama keduanya hukumnya boleh. Tapi tidak harus, misalnya dengan mengatakan kepada sang anak, “Bersedekahlah.” Namun yang lebih tepat, “Jika engkau bersedekah, maka itu boleh.” Jika tidak bersedekah, maka mendoakan mereka adalah lebih utama, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga; Shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim dalam al-Washiyah (1631)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan bahwa doa itu berstatus memperbaharui amal. Ini merupakan dalil bahwa mendoakan kedua orang tua setelah meninggal adalah lebih utama daripada bersedekah atas nama mereka, dan lebih utama daripada meng-umrahkan mereka, membacakan al-Qur’an untuk mereka dan shalat untuk mereka, karena tidak mungkin Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggantikan yang utama dengan yang tidak utama, bahkan tentunya beliau pasti menjelaskan yang lebih utama dan menerangkan bolehnya yang tidak utama. Dalam hadits tadi beliau menjelaskan yang lebih utama.

Adapun tentang bolehnya yang tidak utama, disebutkan dalam hadits Sa’d bin Ubaidillah, yaitu saat ia meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk bersedekah atas nama ibunya, lalu beliau mengizinkan. (HR. Al-Bukhari dalam al-Washaya (2760)) Juga seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal tiba-tiba, dan aku lihat, seandainya ia sempat bicara, tentu ia akan bersedekah. Bolehkah aku bersedekah atas namanya?” Beliau menjawab, “Boleh.” )( HR. Al-Bukhari dalam al-Jana’iz (1388); Muslim dalam al-Washiyah (1004))

Yang jelas, saya sarankan kepada anda untuk banyak-banyak mendoakan mereka sebagai pengganti pelaksanaan umrah, sedekah dan sebagainya, karena hal itulah yang ditunjukkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kendati demikian, kami tidak mengingkari bolehnya bersedekah, umrah, shalat atau membaca al-Qur’an atas nama mereka atau salah satunya. Adapun bila mereka memang belum pernah melaksanakan umrah atau haji, ada yang mengatakan bahwa melaksanakan kewajiban atas nama keduanya adalah lebih utama daripada mendoakan. Walllahu a’lam.

(SUMBER: Kitab ad-Da’wah (5), Syaikh Ibnu Utsaimin, 2/148-149. FATWA-FATWA TERKINI, PENERBIT DARUL HAQ)