Bentuk Gambarannya

Dari definisi diatas dan praktek yang ada di lingkungan lembaga keuangan syariat didunia dapat disimpulkan ada tiga bentuk:

1. Pelaksanaan janji yang mengikat dengan kesepakatan antara dua pihak sebelum lembaga keuangan menerima barang dan menjadi miliknya dengan menyebutkan nilai keuntungannya dimuka [15]. Hal itu dengan datangnya nasabah kepada lembaga keuangan memohon darinya untuk membeli barang tertentu dengan sifat tertentu. Keduanya bersepakat dengan ketentuan lembaga keuangan terikat untuk membelikan barang dan nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut. Lembaga keuangan terikat harus menjualnya kepada nasabah dengan nilai harga yang telah disepakati keduanya baik nilai ukuran, tempo dan keuntungannya. [16]

2. Pelaksanaan janji (al-Muwaa’adah) tidak mengikat pada kedua belah pihak. Hal itu dengan ketentuan nasabah yang ingin membeli barang tertentu, lalu pergi ke lembaga keuangan dan terjadi antara keduanya perjanjian dari nasabah untuk membeli dan dari lembaga keuangan untuk membelinya. Janji ini tidak dianggap kesepakatan sebagaimana juga janji tersebut tidak mengikat pada kedua belah pihak. Bentuk gambaran ini bisa dibagi dalam dua keadaan:
a. Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan nilai keuntungan dimuka.
b. Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya penentuan nilai keuntungan yang akan diberikannya. [17]

3. Pelaksanaan janji mengikat lembaga keuangan tanpa nasabah. Inilah yang diamalkan di bank Faishol al-Islami di Sudan. Hal itu dengan ketentuan akad transaksi mengikat bank dan tidak mengikat nasabah sehingga nasabah memiliki hak Khiyar (memilih) apabila melihat barangnya untuk menyempurnakan transaksi atau menggagalkannya. [18]

—————–
Footnotes:

[15] Fikih Nawazil 2/90.
[16] al-’Uquud al-Maliyah al-Murakkabah hal 259.
[17] Lihat Fikih Nawazil 2/90 dan al-’Uquud al-Maliyah al-Murakkabah hal 259.
[18] Lihat al-Bunuuk al-Islamiyah Baina an-Nazhoriyah wa at-Tathbiiq hal. 308.