TANYA:

Kebanyakan kaum pemudi muslimah memakai pakaian tertutup yang Islami menurut persepsi mereka, di mana mereka memakai kerudung berwarna hitam yang dihias (dibordir ataupun disulam) pinggir-pinggirnya yang dipakai di atas kepala mereka sebagai kerudung dan penutup muka mereka, tetapi sayangnya kedua mata dan muka mereka terlihat jelas. Hal yang tidak mereka pedulikan di balik pemakaian kerudung model baru itu bahwa mereka memakainya dengan melapangkan atau melebarkan bagian belahan muka sedikit demi sedikit dengan alasan penglihatan.

Karena maraknya pemakaian kerudung tersebut di kalangan kaum pemudi muslimah, sehingga pemudi muslimah yang tidak memakainya niscaya dikucilkan teman-temannya yang memakainya, dianggap kolot, aliran keras dan terbelakang dengan alasan bahwa isteri-isteri sahabat pun memakainya pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Pertanyaannya adalah apakah diperbolehkan memakai kerudung tersebut? Mohon dijelaskan model pakaian yang diperintahkan Islam.

JAWAB:

Dapat saya katakan bahwa penjajahan dalam bentuk pemikiran tidak lepas dari usaha memalingkan manusia dari ajaran agamanya, baik dalam hal akidah, akhlak, ibadah dan mu’amalah semaksimal mungkin. Tetapi orang mukmin yang berpegang teguh kepada keimanannya; nicaya akan memiliki filter yang dapat menjadi penghalang antara dirinya dan maksud jahat orang-orang yang senantiasa membuat kerusakan. Hal itu dengan cara kembali kepada Kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnah RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana hal itu diwajibkan atas setiap orang mukmin ketika terjadi perselisihan di dalam sesuatu urusan; di mana mereka harus mengembalikannya kepada Kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnah RasulNya. Hal itu berdasarkan firman Allah ta’ala, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’: 59)

Jika kita merujuk Kitab Allah (al-Qur’an) dan as-Sunnah dalam masalah tersebut, niscaya kita akan menemukan; bahwa kerudung yang Islami itu adalah mesti menutupi muka dari pandangan kaum laki-laki lain (bukan mahram). Adapun dalil yang berkenaan dengan masalah tersebut telah disebutkan dalam buku-buku yang membahas masalah tersebut, dan tidak cukup waktu untuk membahasnya dalam pembahasan ini. Jadi pendapat yang benar adalah mewajibkan hal tersebut, karena muka itu merupakan simbol kecantikan seorang wanita dan pusat daya tarik yang menjadi tujuan bagi kaum laki-laki yang menghendaki kecantikan lahiriyah semata. Dengan demikian, maka fitnah yang ditimbulkan oleh muka sangat besar, jika terbuka; sehingga dapat disaksikan setiap orang. Karena itulah, muka menjadi anggota tubuh yang paling utama untuk ditutup daripada anggota tubuh yang lain. Muka lebih utama untuk ditutup daripada dua kaki dan dua telapak tangan, karena fitnah yang dapat ditimbulkannya jauh lebih besar.

Sedangkan kerudung yang diceritakan penanya, maka kerudung seperti itu jelas bertentangan dengan perintah syara’. Karena kerudung tersebut sebagaimana diceritakan penanya; di dalamnya mengandung unsur tabarruj (memperlihatkan perhiasan) dengan adanya sulaman atau bordiran pada bagian pinggirnya. Padahal Allah ta’ala telah berfirman berkenaan dengan wanita-wanita tua yang sudah berhenti dari haid,artinya, “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur: 60)

Ayat ini berkenaan dengan kaum wanita yang sudah berhenti dari haid dan mengandung yang tidak berkeinginan menikah lagi, maka bagaimanakah halnya dengan para pemudi yang berkeinginan menikah dan menarik perhatian kaum laki-laki supaya mencintainya? Bagaimanakah halnya dengan perbuatan mereka yang dengan sengaja memperlihatkan perhiasan pada kerudung mereka.?

Kemudian berkenaan dengan belahan untuk kedua mata pada cadar, maka jika kaum wanita memperlebarnya sehingga terlihat bulu alis dan bagian atas pipi, maka hal itu jelas bertentangan dengan perbuatan yang dilakukan oleh isteri-isteri sahabat pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita juga mengetahui bahwa jika kita mengkaji dan meneliti dengan seksama bahwa model pakaian-pakaian itu mengalami perubahan dan modifikasi dengan cepat. Terkadang kaum wanita muslimah yang memakainya menyandarkannya kepada apa yang dilakukan oleh isteri-isteri sahabat. Akan tetapi mereka tidak tinggal diam melainkan hanya sebentar saja, dan setelah itu mereka melebarkan belahan cadarnya tanpa memperhatikan rasa malu.

Di antara ketentuan yang ditetapkan para ulama adalah menutup perantara, yang menggiring kepada sesuatu yang diharamkan. Tidak diragukan lagi, bahwa kerudung sebagaimana diceritakan penanya adalah haram memakainya, karena dapat menjadi perantara terjadinya pelanggaran yang lebih besar. Nasehatku kepada para wanita mukminat, hendaklah bertakwa kepada Allah ta’ala dalam urusan diri mereka. Jika tidak, niscaya mereka termasuk orang-orang yang mencontohkan kebiasaan buruk dalam Islam, sehingga mereka memperoleh balasan kedurhakaan mereka serta kedurhakaan orang-orang yang melakukannya setelah mereka sampai hari kiamat. Kemudian hendaklah mereka bertanya kepada para wanita yang lebih tua usianya dari mereka, yang berpenampilan lebih sopan dari mereka dan memakai kerudung yang sesuai dengan ketentuan syari’at dengan menutupi seluruh mukanya, apakah kerudung itu menyulitkan mereka? apakah kerudung itu mengurangi keagungan agama mereka? Apakah memakai kerudung itu menunjukkan sikap berlebihan mereka dalam melaksanakan kewajiban agama serta aktifitas mereka yang lainnya? Apakah kerudung itu menyebabkan mereka terbelakang dalam masalah agama, pikiran, akhlak atau sosial? Semuanya itu niscaya bukan penyebabnya. Hendaklah mereka mengenakan kerudung mereka sebagaimana yang dilakukan oleh Ummahatul Mukminin dan para isteri sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

(SUMBER: Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin, ad-Da’wah, no. 1320. LIHAT, FATWA-FATWA TERKINI, PENERBIT DARUL HAQ)