Pertanyaan :

Saya mendengar dari sebagian orang dapat mengasuransikan harta mililiknya dan bila mana terjadi petaka terhadap harta yang diasuransikan tersebut, perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang mengurangi harta tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh mengenai hukum asuransi ini, apakah diantara asuransi tersebut yang dibolehkan dan yang tidak?

Jawaban:

Pengertian asuransi adalah seorang membayar sesuatu yang sudah diketahui kepada perusahaan, per bulan atau per tahun agar mendapat jaminan dari perusahaan tersebut. Sebagai mana sudah di ketahui, bahwa si pembayar asuransi ini orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya.

Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar (parah) dan biayanya lebih banyak dari apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi, maka perusahaanlah menjadi pihak yang merugi. Dan bila kejadianya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil dibanding dengan apa yang telah di bayar oleh si pengasuransi atau memang asalnya tidak pernah kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapat keuntungan dan si pengasuransi menjadi pihak yang merugi.

Transaksi jenis inilah –yakni yang menjadikan seseorang ada dalam lingkaran antara al-Gunm (meraih keuntungan) dan al-Gurm ( mendapat kerugian )- yang diangap sebagai maysir (perjudian) yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan penyembahan berhala.(lihat surat al-Maidah ayat 90-91)-red

Maka, berdasarkan ini, asuransi semacam ini adalah diharamkan dan saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan di atas gharar (manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya ini haram berdasarkan hadist yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam melarang بيع الغرر ( jual beli yang tidak jelas [manipulatip) (HR. Muslim/ Kitabul Buyu’)

Dari Fatwa Syaikh Ibnu’Utsaimin yang beliau tanda tangani