Kiat Menuju Hati yang Bersih

Wahai saudara pembaca yang budiman,

Itulah beberapa pokok penyakit hati telah jelas dan pintu hatimu telah diketuk. Maka segeralah bertekad sekuat kemampuan untuk menghindarinya dan berupaya untuk selamat darinya, sebab kesucian hati dan keistiqamahannya tidak mungkin diperoleh kecuali dengan upaya yang sungguh-sungguh dan mencari jalan untuk memperoleh keselamatan. Sesungguhnya hasil akhir itu sangat tergantung kepada langkah-langkah awal yang diambil. Barangsiapa yang mengharapkan keselamatan dari penyakit-penyakit di atas, hendaklah ia menempuh jalannya, sebab kapal atau bahtera tidak akan dapat berjalan di lautan yang kering.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4).

Maka jagalah Allah, niscaya ia menjagamu; dan jagalah Allah, niscaya engkau mendapatkan-Nya di hadapanmu.

Imam Al-Bukhari telah meriwayatkan hadits yang bersumber dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Ia bertutur, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Allah subhanahu wata’aala berfirman,
إِذَا تَقَرَّبَ الْعَبْدُ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِذَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِذَا أَتَانِيْ يَمْشِيْ أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً.
“Apabila seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan apabila ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berjalan cepat.” (Shahih Bukhari no.7405)

Allah juga telah berfirman,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Barangsiapa yang berjihad (berjuang) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut: 69).

Maka bulatkanlah tekadmu dan singsingkanlah lengan baju di dalam mencari keselamatan dari penyakit-penyakit yang mematikan tersebut di atas.

Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam telah bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً.
“Tiada penyakit yang diturunkan Allah, melainkan pasti ada obatnya.” (Shahih Bukhari no.5678)

Demi Allah, sesungguhnya siapa saja yang mempunyai perhatian besar kepada masalah agamanya, sadar dari kelalaiannya dan berharap kalau pada hari kiamat kelak termasuk orang-orang yang selamat, pasti ia akan bersungguh-sungguh sepenuh hati untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menyelamatkan hati dan terapi penyembuhannya di samping ia menghindari dan menjauhi segala hal yang dapat merusak atau membinasakannya. Berikut ini penulis akan menjelaskan beberapa resep (obat) yang dapat membantu anda agar bisa selamat dari penyakit-penyakit mematikan itu.

  • Obat pertama: Al-Qur’an Al-Karim.

    Sesungguhnya Allah subhanahu wata’aala menurunkan Al-Qur’an sebagai obat hati, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang beriman. Allah subhanahu wata’aala telah berbicara kepada seluruh manusia tentang hal ini, seraya berfirman,
    يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدىً وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ . قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
    “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman. Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 57-58).

    Dan firman-Nya,
    وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَاراً
    “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (Al-Isra’: 82).

    Al-Qur’an adalah pelajaran yang paling menyentuh hati bagi orang-orang yang berakal atau mau mendengar, sedangkan ia menyaksikannya. Al-Qur’an itu, demi Allah, merupakan obat yang paling mujarab bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada dan di hati. Al-Qur’an mengandung penawar bagi penyakit syahwat, penyakit syubhat dan mengandung obat yang dapat menyadarkan kembali hati orang-orang yang lalai.

    Ibnu Qayyim rahimahullah, pernah berkata, “Inti penyakit hati itu adalah penyakit syubhat dan nafsu syahwat. Sedangkan Al-Qur’an adalah penawar bagi kedua penyakit itu, karena di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan dan argumentasi-argumentasi yang akurat (qath’i) yang membedakan yang haq dari yang batil (palsu), sehingga penyakit syubhat akan hilang. Adapun penawaran (penyembuhan) Al-Qur’an terhadap penyakit nafsu syahwat adalah karena di dalam Al-Qur’an itu terdapat hikmah, nasihat yang baik, mengajak zuhud di dunia dan menghimbau untuk lebih mengutamakan kehidupan akhirat.”

    Di antara hal penting bagi setiap orang yang ingin menyelamatkan dan memperbaiki hatinya adalah hendaknya ia mengetahui bahwa cara berobat dengan Al-Qur’an itu tidak bisa hanya sekedar dengan membaca Al-Qur’an, melainkan harus memahami dan mengambil pelajaran dari berita-berita yang terkandung di dalamnya dan mematuhi hukum-hukumnya.
    اَللَّهُمَّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قُلُوْبِنَا وَشِفَاءَ صُدُوْرِنَا وَذَهَابَ هُمُوْمِنَا وَغُمُوْمِنَا.
    (Ya Allah, jadikanlah Al-Qur’an itu sebagai pelipur hati kami, penawar dada kami dan menghilangkan kegundahan dan kegelisahan kami.)

  • Obat kedua: Cinta kepada Allah subhanahu wata’aala.

    Cinta kepada Allah merupakan terapi yang paling mujarab bagi hati. Apa lagi cinta (mahabbah) itu merupakan akar ibadah dan pengabdian. Allah subhanahu wata’aala berfirman,
    وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبّاً لِلَّهِ
    “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165).

    Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata dalam syairnya, “Kebaikan hati, kebahagiaan dan kenikmatannya adalah mencurahkan rasa cinta ini hanya kepada Yang Maha Pengasih”. Maksudnya adalah bahwa kebaikan, kebahagiaan dan kenikmatannya berada pada ketulusan cinta kepada Allah subhanahu wata’aala. Sebab cinta kepada Allah subhanahu wata’aala itulah surganya hati, kekuatan dan kehidupannya. Demi Allah, sesungguhnya hati tidak akan bahagia, tidak akan baik, tidak akan istiqamah, tidak akan menikmati kebahagiaan, tidak merasakan kelezatan dan tidak akan merasa tentram kecuali dengan mencintai Allah subhanahu wata’aala.

    Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
    ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الرَّجُلَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ.
    “Ada tiga perkara, yang apabila ia ada pada seseorang, niscaya ia merasakan manisnya iman, yaitu (1) Apabila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai melebihi segala sesuatu selain keduanya, (2) Mencintai seseorang hanya semata-mata karena Allah, dan (3) Tidak suka kembali kepada kekafiran setelah ia diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia tidak suka diceburkan ke dalam Neraka.” (Shahih Bukhari no.21, Shahih Muslim no.43)

    Dengan mencermati hadits ini secara mendalam dapat kita ketahui bahwa ujung-ujungnya tetap berkisar pada cinta kepada Allah subhanahu wata’aala.

    Cinta (kepada Allah) itu merupakan kewajiban agama yang paling agung, dasarnya yang paling banyak dan kaidahnya yang paling tinggi, bahkan cinta merupakan landasan setiap amalan iman dan agama. Allah subhanahu wata’aala telah berfirman,
    وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
    “Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (At-Taghabun: 11).

    Tanda atau bukti cinta kepada Allah subhanahu wata’aala dan ukurannya yang benar adalah firman-Nya,
    قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
    “Katakanlah,”Jika kamu benar-benar cinta kepada Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mencintaimu dan menghapuskan dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 31)

    Sejauh kadar kepatuhan dan ketaatan anda kepada Nabi n, baik secara lahir maupun batin, maka sejauh itu pulalah kadar kecintaanmu kepada Allah yang dapat memperbaiki hati anda.

  • Obat ketiga: Berdzikir atau mengingat Allah subhanahu wata’aala.

    Allah subhanahu wata’aala berfirman,
    أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوب
    “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28).

    Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari riwayat Abu Musa radhiyallahu ‘anhu :
    مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ كَمَثَلِ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ.
    “Perumpamaan orang yang selalu mengingat (berdzikir) kepada Tuhannya dengan orang yang tidak berdzikir kepada Tuhannya adalah seperti orang hidup dan orang mati.” (Shahih Bukhari no.6407)

    Berdzikir kepada Allah bagi hati bagaikan air bagi ikan. Bagaimana kiranya jika ikan dikeluarkan dari air? Keadaannya sama dengan keadaan hati apabila segan berdzikir. Hati, apabila ia kosong dari dzikrullah, maka ia niscaya mengeras dan menjadi gelap. Allah subhanahu wata’aala berfirman,
    فَوَيْلٌ للقاسية قُلُوبُهُمْ مّن ذِكْرِ الله
    “Maka celaka besarlah bagi orang-orang yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah.” (Az-Zumar: 22).

    Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap segala sesuatu itu mempunyai penerang, dan sesungguhnya penerang hati itu adalah dzikrullah (mengingat Allah).”

    Suatu ketika, seseorang berkata kepada Hasan Basri, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadu kepadamu, hati saya membatu.” Maka beliau menjawab, “Lunakkanlah dengan dzikir, karena tidak ada yang dapat melunakkan kerasnya hati yang sebanding dengan dzikrullah.” Maka dari itu Allah subhanahu wata’aala di dalam banyak ayat-ayat-Nya menyuruh kaum beriman agar banyak dan sering berdzikir kepada-Nya. Seperti pada firman-Nya,
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً . وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً
    “Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kamu kepada Allah sebanyak-banyaknya; dan bertasbihlah (mensucikan) kepada-Nya pada pagi dan petang.” (Al-Ahzab: 41-42).

    Adalah nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam selalu berdzikir kepada Allah pada setiap saat, sebagaimana dituturkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha.

    Allah subhanahu wata’aala pun menerangkan bahwa di antara ciri dan karakter ulul albab (orang-orang berakal) adalah:
    الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِهِمْ
    “Yaitu orang-orang yang selalu berdzikir mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan waktu berbaring.” (Ali ‘Imran: 191).

    Paling tidak, dzikir yang harus kita pelihara dan lakukan secara rutin adalah dzikir-dzikir khusus, seperti dzikir pagi dan sore (adzkarus shabah wal masa’), dzikir seusai shalat fardhu dan lain-lain yang mempunyai sebab-sebab atau dzikir pada kondisi-kondisi tertentu.

    Maka seriuslah dan berupayalah semaksimal mungkin, semoga Allah selalu memberkatimu, untuk bisa banyak berdzikir kepada Allah subhanahu wata’aala sebab dzikir merupakan faktor paling besar yang dapat membawa kita keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya, meraih karunia dan rahmat dari Allah Tuhan bagi semesta alam. Maka dari itu Allah subhanahu wata’aala menjelaskan pahala, sesudah sebelumnya Dia memerintahkan agar berdzikir sebanyak-banyaknya dan bertasbih kepada-Nya pada pagi dan sore hari, dalam firman-Nya:
    هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيماً
    “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampun untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (Al-Ahzab: 43).

    Pahala atau balasan bagi orang-orang yang berdzikir adalah (mereka) dikeluarkan dari kegelapan kepada cahaya yang terang-benderang dan rahmat dari Allah Tuhan bagi semeta alam dan permohonan ampun dari malaikat.

  • Obat keempat: Taubat nasuha dan banyak beristighfar (minta ampunan).

    Taubat yang tulus yang memenuhi syarat-syaratnya dapat menjadikan hati bercahaya terang dan dapat mengikis habis noda-noda kemaksiatan darinya. Dan sesungguhnya tenggelam di dalam perbuatan maksiat itu dapat membuat hati menjadi gelap. Oleh karena itu, anda dapat memperhatikan bahwa hati pelaku maksiat yang tenggelam di dalam kemaksiatannya berada di dalam selimut kegelapan dan membatu, tidak ada cahaya padanya dan tidak pula ada (rasa) lezat (melakukan ibadah). Malah sebaliknya, ia selalu berada di dalam siksaan dan kesengsaraan.

    Maka taubat merupakan jalan hidupnya hati, tidak boleh tidak, ia harus dilakukan agar ia bisa menjadi baik dan istiqamah. Sering melakukan taubat, suka memperbaharuinya dan selalu melakukan istighfar merupakan hal yang dapat memperbaiki dan membersihkan hati serta dapat memotivasi untuk beramal shalih.

    Perhatikanlah Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, beliau bersabda di dalam hadits shahihnya:
    إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِيْ، وَإِنِّيْ لأَسْتَغْفِرُ اللهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ.
    “Sesungguhnya hati saya kadang keruh, maka aku beristighfar dalam satu hari sebanyak seratus kali.” (Musnad Ahmad no.18002)
    [P]Pada hadits ini Nabi n menjelaskan bahwa beliau menghilangkan kabut atau kekeruhan yang menimpa hati beliau dengan istighfar, padahal beliau sudah diampuni oleh Allah subhanahu wata’aala segala dosa-dosa yang telah lalu maupun yang akan datang. Maka bagaimanakah dengan orang selain beliau yang banyak memikul dosa dan banyak melakukan kemaksiatan? Tidakkah ia lebih membutuhkan banyak istighfar agar hatinya yang rusak dapat terobati?! Sungguh benar! Demi Allah, betapa kita semua sangat membutuhkan kepadanya (istighfar).
    [P]Apabila seseorang bertaubat dari dosa, berarti ia telah membersihkan hatinya dari campur baur noda-noda, karena ia telah dicampuri oleh amal shalih dan amal buruk. Maka apabila ia bertaubat dari dosa, kekuatan hati akan menjadi jernih dan kemauannya untuk beramal shalih pun menjadi kuat, serta hati akan merasa lapang dari segala noda dosa perusak yang ada di dalamnya. Allah subhanahu wata’aala berfirman,
    أَوَمَنْ كَانَ مَيْتاً فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُوراً يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا
    “Dan apakah orang-orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?.” (Al-An’am: 122).
    [P]Itu adalah suatu perumpamaan yang dicontohkan oleh Allah subhanahu wata’aala bagi orang yang hatinya mati karena kekafiran dan kebodohan, lalu Allah memberinya petunjuk berupa taubat dan kemudian menghidupkannya dengan iman dan memberinya cahaya terang yang menyinarinya serta ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia (penuh dengan kebaikan).

  • Obat kelima: adalah berdoa kepada Allah dan banyak meminta kepada-Nya agar Allah memperbaiki dan membersihkan hati dan memberinya petunjuk.

    Berdoa merupakan pintu utama yang agung untuk bisa memperbaiki hati. Allah subhanahu wata’aala berfirman,
    فَلَوْلا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
    “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al-An’am: 43).

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata, “Aku perhatikan doa yang paling mujarrab itu ternyata memohon pertolongan untuk mendapat keridhaan Allah. Kemudian aku menemukannya di dalam surah Al-Fatihah, pada firman-Nya,
    إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
    “Hanya kepada-Mu lah kami menyembah (beribadah) dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan.” (Al-Fatihah: 5).

    Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam sendiri selalu memohon kepada Allah akan kesucian hatinya, kokoh berjalan di atas kebenaran dan petunjuk. Hal itu sebagaimana diriwayatkan oleh Imam At-Turmudzi dengan sanad shahih yang berasal dari Ummi Salamah radhiyallahu ‘anha. Ia meriwayatkan bahwa doa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam yang sering beliau panjatkan itu ialah:
    يَا مُقَلَبَّ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلىَ دِيْنِكَ.
    (Wahai Tuhan Pembolak-balik hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu.) (Sunan Tirmidzi no.2140)

    Di dalam Shahih Muslim ada hadits yang bersumber dari riwayat Abdullah bin Amru bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan, “Rasullah shallallahu ‘alahi wasallam telah bersabda,
    إِنَّ قُلُوْبَ بَنِيْ آدَمَ بَيْنَ أَصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ، ثُمَّ قَالَ: اَللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ.
    “Sesungguhnya hati anak cucu Adam (manusia) itu ada di antara dua jari dari jari-jari Tuhan Yang Maha Pengasih, sebagaimana halnya hati seseorang, Dia bolak-balik sebagaimana Dia kehendaki”. Kemudian beliau berdo’a “Ya Allah Tuhan pembalik hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan kepada-Mu.” (Shahih Muslim no.2654)

  • Obat keenam: Sering mengingat kehidupan akhirat.

    Sesungguhnya kelalaian mengingat akhirat itu adalah penghambat segala kebaikan dan kebajikan dan merupakan pemicu setiap malapetaka dan kejahatan. Maka dari itu Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
    زُوْرُوا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْمَوْتَ.
    “Berziarahlah kalian ke kuburan, karena ziarah kubur itu dapat mengingatkan kalian akan kematian” (Shahih Muslim no.916)

    Di dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan:
    فَإِنَّهَا تُزْهِدُكُمْ فِي الدُّنْيَا وَتُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ.
    “Karena ziarah kubur itu dapat membuat kalian zuhud di dunia dan mengingatkan kalian akan akhirat”. (Sunan Ibnu Majah no.1517)

  • Obat ketujuh: Membaca dan mempelajari sejarah kehidupan kaum salaf shalih (para ulama terdahulu).

    Di dalam sejarah dan perjalanan hidup mereka itu terdapat banyak pelajaran dan ibrah bagi orang-orang yang berakal. Allah subhanahu wata’aala berfirman,
    وَكُلّاً نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
    “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu”. (Hud:120).

    Kisah-kisah para wali Allah, yaitu para nabi, para rasul, orang-orang shalih, para syuhada dan lain-lainnya itu dapat memperteguh hati dan dapat meninggalkan bekas kebaikan dan keistiqamahan.

    Siapa saja yang memperhatikan dan membaca perjalanan hidup atau sejarah suatu kaum berdasarkan pengetahuan dan penghayatan, maka niscaya hatinya dihidupkan kembali oleh Allah subhanahu wata’aala dan Dia sucikan batinnya, apalagi kalau yang dihayati itu adalah sejarah dan perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam. Sebab, sejarah beliau itu merupakan hal yang dapat mempertebal iman dan memperbaiki hati dan batin.

  • Obat kedelapan: Bersahabat dengan orang-orang shalih, bertaqwa dan berbuat kebajikan. Sebab, mereka adalah orang-orang yang siapa saja yang berteman dengan mereka tidak akan celaka. Allah subhanahu wata’aala berfirman guna menyeru kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam,
    وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً
    “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang-orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 19).

    Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam :
    الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
    “Seseorang itu mengikuti agama orang yang ia cintai. Maka hendaklah seorang dari kamu memperhatikan kepada siapa yang ia cintai (berteman akbrab).” (al-Musnad 2/303, no.8015)

    Malik bin Dinar pernah berkata, “Sesungguhnya jika kamu memindah batu bersama-sama orang-orang yang shalih itu lebih baik daripada kamu makan manisan (makan lezat) bersama-sama orang-orang durjana.”

    Maka berupayalah anda untuk bisa bersahabat dengan orang-orang yang baik lagi shalih. Bersahabatlah dengan orang-orang yang apabila mereka dilihat, mereka berdzikir kepada Allah. Sebab, bersahabat dengan mereka itu adalah kehidupan bagi hati. Salah seorang kaum salaf pernah berkata, “Sungguh aku pernah berjumpa dengan salah seorang dari teman-temanku, lalu aku menjadi berakal (sadar) selama beberapa hari.”

    Ada lagi yang lain berkata, “Pada suatu ketika aku memperhatikan seorang dari saudara-saudaraku. Kemudian, karena telah melihatnya itu aku bisa beramal selama sebulan.”