Apakah wajib al-Fatihah di setiap rakaat ?

Madzhab Imam yang tiga, Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad berkata, al-Fatihah wajib dalam setiap rakaat. Madzhab Abu Hanifah berkata, wajib membaca hanya pada dua rakaat pertama, dan yang dibaca tidak harus al-Fatihah, adapun dua rakaat terakhir maka membaca tidak wajib, mushalli bertasbih jika berkenan atau diam jika berkenan.

Pendapat pertama berdalil kepada hadits-hadits, di antaranya:

1- Hadits Abu Qatadah berkata, “Rasulullah saw membaca dalam shalat Zhuhur dan Ashar dalam dua rakaat yang pertama Fatihatul Kitab dan dua surat, terkadang kami mendengar ayat dan beliau membaca dalam dua rakaat yang terakhir dengan Fatihatul Kitab.” (HR. Muslim).

2- Hadits Abu Hurairah dalam shahih al-Bukhari dan Muslim tentang laki-laki yang shalat tidak benar, di akhir hadits Nabi saw bersabda,

ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلَِّهَا

Kemudian lakukanlah itu dalam semua shalatmu.”

Dalam riwayat al-Baihaqi,

ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ

Kemudian lakukan itu dalam setiap rakaat.” Sanadnya dinyatakan shahih oleh an-Nawawi.

3- Hadits Malik bin al-Huwairits,

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari).

Dan sudah terbukti secara shahih bahwa Nabi saw membaca al-Fatihah dalam setiap rakaat sebagaimana dalam hadits Abu Qatadah di atas.

Pendapat kedua berdalil kepada :

1- Dari Ibnu Abbas berkata, “Aku tidak mengetahui apakah Rasulullah saw membaca dalam shalat Zhuhur dan Ashar atau tidak.” (HR. Abu Dawud). Imam an-Nawawi berkata, “Sanadnya shahih.”.

2- Dari Abdullah bin Abdullah bin Abbas berkata, “Kami datang kepada Ibnu Abbas, kami berkata kepada seorang pemuda, ‘Tanyakan kepada Ibnu Abbas apakah Rasulullah saw membaca dalam shalat Zhuhur dan Ashar?’ Dia menjawab, “Tidak.” (HR. Abu Dawud). An-Nawawi berkata, “Sanadnya shahih.”

Pendapat pertama rajih karena ketidaktahuan atau penafian Ibnu Abbas tidak bertentangan dengan penetapan Abu Hurairah dan Abu Qatadah, yang tidak tahu berkata tidak tahu, dan tidak tahu tentang sesuatu bukan berarti ia tidak ada, begitu pula dalam masalah ini, Ibnu Abbas tidak menetapkan, ini bukan hujjah, karena yang menjadi hujjah adalah yang menetapkan.

Bagaimana jika al-Fatihah tertinggal karena lupa?

Pendapat yang shahih dalam masalah ini adalah bahwa kewajiban membacanya tidak gugur karena lupa, sebab ia adalah rukun, rukun tidak gugur kewajibannya karena lupa, jika mushalli teringat pada saat ruku’ atau setelahnya sebelum berdiri kepada rakaat kedua maka dia kembali berdiri dan membacanya. Jika dia teringat setelah dia berdiri di rakaat kedua maka rakaat pertama gugur dan rakaat kedua menjadi yang pertama. Jika dia teringat setelah salam dan waktunya belum jauh, maka dia harus kembali shalat, melanjutkan apa yang telah dia kerjakan lalu dia melaksanakan rakaat tambahan dan sujud sahwi. Jika waktunya sudah jauh maka dia mengulang shalatnya. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)