2- Akhlak mulia

Akhlak mulia, perilaku baik dan perangai berbudi merupakan perhiasan bagi seseorang, betapapun tampan atau cantiknya seseorang secara fisik, jika yang bersangkutan tidak didukung dengan perkara yang satu ini, ketampanan atau kecantikannya tidaklah berarti, orang-orang cenderung menghindari seseorang yang berakhlak buruk meskipun dari sisi casing dia menawan dan menarik, mereka lebih melihat kepada perilaku dan pembawaan daripada melihat kepada tongkrongan, di samping itu pada saat ketampanan atau kecantikan ini sedikit demi sedikit memudar seiring dengan bertambahnya umur dan pada akhirnya hanya bekas yang tertinggal, pada saat itu kemuliaan akhlak dan keluhuran budi tetap eksis menghiasi pemiliknya.

Dalam konteks rumah tangga, berhiasnya anggota rumah tangga dengan perkara yang satu ini merupakan harga mati, tidak perlu ditawar, nilai positif dan input baiknya memberi dampak mulia dan berharga bagi rumah tangga, rumah menjadi tenang dan tenteram, yang terdengar adalah kata-kata baik, yang terlihat adalah sikap bijak, yang nampak adalah perlakuan luhur, semua ini membuat hubungan dan interksi di antara anggota keluarga berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Sebaliknya Anda sebagai istri misalnya, silakan membayangkan jika suami berperilaku buruk, berkata-kata tidak sopan, bertindak kasar kepada Anda atau kepada anak-anak, intinya dari sisi akhlak suami buruk, bayangkan bagaimana rumah tangga Anda? Atau sebaliknya sebagai suami, istri Anda demikian, Anda tidak melihat darinya selain sikap dan perilaku yang buruk, Anda tidak mendengar darinya selain kata-kata sampah, bagaimana interaksi Anda dengan dia? Bagaimana suasana dan kondisi yang ada di dalam rumah Anda? Penulis yakin walaupun rumah Anda lapang dan luas seluas lapangan bola atau bahkan lapangan golf, Anda pasti akan merasa sumpek dan sempit, penyebabnya tidak lain adalah keburukan akhlak penghuninya.

لِعَمْرِي مَا ضَاقَت البِلاَدُ بِأَهْلِهَا
وَلَكِنَّ أَخْلاَقَ الرِّجَالِ تَضِيْقُ

Aku bersumpah, suatu negeri tidak menjadi sempit oleh penghuninya
Akan tetapi yang menjadi sempit itu adalah akhlak manusianya.

Jika sebaik-baik orang beriman adalah orang dengan akhlak yang baik, maka orang yang paling berhak memperoleh kebaikan akhlak dari seorang mukmin dan mukminah adalah orang terdekatnya yaitu keluarganya.

أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah orang terbaik bagi keluarga mereka.” (HR. at-Tirmidzi dari Abu Hurairah, at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan sanad hasan seperti yang dikatakan oleh Syaikh al-Arnauth dalam tahqiq Riyadhus Shalihin).

إِنَّ مِنْ أَكْمَلِ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِ

Sesungguhnya orang mukmin yang terbaik akhlaknya dan terlembut bagi keluarganya termasuk ke dalam golongan orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya.” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad dari Aisyah).

3- Pakaian

Pakaian tidak sebatas menutup apa yang tidak pantas untuk terlihat dari tubuh, tidak sebatas melindungi tubuh dari panas dan dingin, tidak sebatas membedakan manusia dengan hewan, tidak sebatas menunjukkan tingkat peradaban manusia, akan tetapi lebih dari itu pakaian bisa menjadi hiasan bagi pemakainya sebagaimana yang difirmankan oleh Allah, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raf: 31). Allah menamakan pakaian dengan ziinah yang berarti perhiasan, jadi berpakaian berarti berhias.

Dalam lingkup rumah tangga berhiasnya seorang istri dengan pakaian yang baik, bersih dan harum bisa menenangkan pandangan suami, membetahkan suami untuk selalu berada di dekat istri, tetapi justru hal ini sering dilalaikan oleh kebanyakan istri, pada saat suami pulang atau pada saat suami berada di rumah, bukannya istri memperhatikan pakaian dan penampilannya, justru pakaian yang dipakainya tidak mengundang selera suami untuk memandang atau menikmatinya, ini tidak pada tempatnya, semestinya pada saat suami pulang atau pada saat dia berada di rumah, istri berhias dan salah satunya adalah dengan berpakaian yang bisa menjadikannya lebih menarik bagi suaminya.

Dari sisi syariat, pakaian istri di depan suami lebih longgar daripada pakaiannya di depan umum, di depan suami seorang istri bisa berpakaian semenarik mungkin dengan catatan tidak meniru pakaian orang-orang kafir dan fasik, bahan pakaiannya pun lebih longgar dibandingkan dengan laki-laki, pada saat laki-laki dilarang memakai sutera, wanita diizinkan memakainya, ini merupakan peluang yang patut dimanfaatkan oleh para istri demi membahagiakan dan menenangkan suami.

3- Bersih diri

Bersih diri merupakan sarana berhias yang tidak kalah penting karena berhias identik dengan kebaikan dan keindahan yang tidak akan terwujud tanpa bersih diri, bersih diri mutlak dibutuhkan, sebaik dan seindah apapun sesuatu tidak akan menarik kalau ia kotor, secantik apapun Anda sebagai istri tidak akan menarik suami jika Anda tidak bersih diri. Penulis telah memaparkan ‘kebersihan suami istri’ sebelumnya, oleh karena itu penulis tidak berpanjang lebar di sini, pembaca bisa merujuknya di link yang sama.
(Izzudin Karimi)