Kenikmatan itu ada dua macam, kenikmatan indera dan kenikmatan akal. Puncak kenikmatan inderawi adalah nikah, sedangkan puncak kenikmatan akala adalah ilmu. Barang siapa yang mencapai dua hal tersebut di dunia, berarti dia telah mencapai kedua puncak. Tanda-tanda orang yang akan mendapat puncak itu (terutama ilmu) telah tampak sejak ia masih kecil. Ia memiliki semangat yang tinggi untuk selalu mencari hal-hal yang paling baik.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Abdul Muthalib kakek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam yang saat itu meupakan pemuka Quraisy yang paling dihormati, selalu duduk di atas permadani yangh sangat indah tatkala mengadakan pertemuan-pertemuan dengan suku Quraisy. Saat itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam yang masih kecil, telah duduk pula di atas permadani itu. Ketika melihat hal tersebut Abdul Muthalib berkata,”Cucuku ini pasti akan mengemban sesuatu yang besar.”

Jika ada orang berkata,”Jika aku memiliki keinginan yang kuat, namun tetap saja tidak dikaruniai rezeki, lalu apa alasannya?”Saya akan menjawabnya,”Jika rezeki itu tak didapat dari satu jalan, maka pasti bisa diperoleh dari jalan lain.”

Yang pasti, jika Anda dikaruniai keinginan yang keras, tidak mungkin Allah menyia-nyiakan usaha Anda. Jika demikian halnya, lihatlah ke dalam diri Anda sendiri. Mungkin Anda dikaruniai sesuatu namun tak mensyukurinya atau dicoba oleh-Nya dengan godaan hawa nafsu namun tak sanggup mencegahnya.

Ketahuilah bisa saja Anda tidak dikaruniai kenikmatan dunia yang banyak agar bisa menikmati kelezatan ilmu, karena Allah memandang Anda lemah dalam hal mengumpulkan harta. Yakinlah bahwa Dia Mahatahu yang terbaik untuk diri Anda.

Saya ingin menegaskan bagi pemuda yang baru menuntut ilmu, hendaklah mereka mempelajari berbagai macam ilmu meskipun sedikit. Jadikanlah ilmu fikih sebagai pilihan utama. Janganlah mencukupkan diri dengan hanya mengetahui teks saja tanpa pemahaman yang mendalam. Dengan ilmu fikih akan tampak jelas jejak sejarah orang-orang yang sempurnahidup dan akhlaknya. Andaikata para pemuda itu para pemuda itu dikaruniai retorika yang mantap dan bisa menguasai kelihaian berbahasa, maka mereka telah benar-benar bisa mengasah lisannya dengan senjata yang sangat ampuh. Tatkala mereka berhasil menunaikan ilmu-ilmunya untuk sampai kepada Yang Hak dan pengabdian kepada Allah, maka pasti akan dibukakan baginya pintu yang tidak akan dibuka bagi selain dirinya. Selain itu, wajib pula bagi mereka untuk menyisihkan sebagian umurnya untuk mencari nafkah dan harta serta berdagang dengan cara yang professional. Dengan itu, mereka bisa hidup secara wajar. Ingat, janganlah sekali-kali hidup boros.

Ketahuilah, ilmu dan amal akan mengantarkan kita kepada pengenalan (ma’rifat) akan Allah yang sebaik-baiknya. Dampaknya, berbagai kesempatan dan kenikmatan yang selalu menggoda akan dapat kita bendung dengan mudah. Alangkah bahagianya jiwa yang selamat dari berbagai macam penyakit.

(Sumber:Shaidul Khathir ( edisi terjemah)pustaka Maghfirah ,Ibnul Jauzi,disadur oleh Abu Yusuf Sujono)