KONSEKUENSI ISTIKMAL RAJAB 1432H

“Laporan dari daerah-daerah menyatakan bahwa ru’yah jum’at petang 1 Juli 2011 tidak berhasil melihat hilal. Maka atas dasar istikmal, awal sya’ban 1432H jatuh pada ahad 3 Juli 2011. Trmksh atas partisipasi Nahdliyyin sekalian.” (LFPBNU)

ISTIKMAL RAJAB DAN RUKYAT AWAL SYA’BAN 1432H

Informasi di atas merupakan sebuah pesan singkat dari KH. Ghozalie Masrurie selaku ketua Lajnah Falakiyyah PBNU (LFPBNU) yang mengabarkan hasil pelaksanaan rukyat yang dilaksanakan oleh warga Nadhliyyin diberbagai pelosok Indonesia yang tidak dapat menyaksikan kemunculan hilal.

Sehingga, sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Rajab digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari dan 1 Sya’ban bertepatan dengan hari Ahad, 3 Juli 2011.

Pelaksanaan Rukyat Awal Sya’ban memiliki posisi penting karena bulan setelah Sya’ban adalah Bulan Suci Ramadhan dimana umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan puasa selama satu bulan penuh.

Pada dasarnya, Istikmal pada akhir Rajab 1432H sudah dapat diperkirakan dengan pasti melalui perhitungan (Hisab) posisi bulan pada tanggal 29 Rajab 1432H (bertepatan dengan tanggal 1 Juli 2011). Pada tanggal 1 Juli 2011 Ijtima’ diperkirakan terjadi pada jam 15:54 LT dan matahari tenggelam pada jam 14:54 LT. Hal ini berarti Ijtima’ terjadi setelah matahari tenggelam sehingga hilal dikatakan belum wujud sehingga dapat dipastikan hilal tidak dapat dirukyat. Oleh karenanya, berdasar ketentuan NU maupun Muhammadiyah, bulan Rajab digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).

Jika hilal belum wujud pada tanggal 1 Juli 2011, maka hilal Sya’ban 1432H baru akan bisa dilihat untuk pertama kalinya pada tanggal 2 Juli 2011. Dari data hisab posisi hilal diperoleh ketinggian hilal pada saat matahari tenggelam pada tanggal 2 Juli 2011 sebesar +12°:41′:07″. Dengan Ketinggian tersebut, Hilal sering dikatakan pasti dan mudah terlihat, JIKA tidak tertutup awan. Karena jika tertutup awan, Bulan Purnama dan Mataharipun tidak akan dapat dilihat. Namun apakah hilal dengan posisi tersebut memang mudah terlihat?

Dengan kondisi cuaca berawan, Tim rukyat PBNU dan PWNU DKI Jakarta telah melakukan pengujian data hisab dan perangkat rukyat yang ada di NUMO (Nahdlotul Ulama’ Mobile Observatory) . Hal ini ditujukan untuk lebih memantapkan jatuhnya awal Sya’ban 1432H meskipun hasil yang diperoleh tidak mempunyai implikasi hukum pada penetapan awal bulan Sya’ban. Dari pelaksanaan rukyat tersebut diperoleh kesaksian 4 perukyat dapat mengenali keberadaan hilal melalui teleskop tersebut. Meskipun menggunakan sistem teleskop yang memiliki kemampuan robotic yang dapat mengarah dan mengikuti gerak bulan secara otomastis tersebut hilal dapat dikenali untuk pertama kalinya pada jam 18:02 WIB pada ketinggian sekitar 8 derajat. Hal ini berarti hilal baru dapat dilihat sekitar 12 menit setelah matahari tenggelam atau turun sekitar 4 derajat dari ketinggian semula. Dan tidak satupun dari perukyat yang hadir dapat mengenali hilal tersebut secara langsung dengan mata telanjang. Sehingga hilal dengan ketinggian diatas 10 derajat meskipun dapat dipastikan dapat dilihat ternyata hilal tidak mudah untuk dirukyat. Sayang sekali karena kendala masalah teknis di lapangan penampakan hilal tersebut tidak dapat didokumentasikan melalui kamera yang ada.

KONSEKUENSI AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1432H

Baik dari hasil istikmal ataupun hasil rukyat yang telah dilaksanakan dapat dipastikan dengan haqul yakin, 1 Sya’ban 1432H bertepatan dengan tanggal 3 Juli 2011. Hal ini akan menjadikan tanggal 31 Juli 2011 bertepatan dengan tanggal 29 Sya’ban 1432H. Sehingga kewajiban melaksanakan rukyat Syar’i juga dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2011 tersebut.
Tabel 1 menunjukkan data hisab posisi bulan pada tanggal 31 Juli 2011 yang dihitung untuk markaz Jakarta. Dari table tersebut dapat dilihat bahwa posisi hilal pada tanggal 31 Juli 2011 memenuhi kriteria penanggalan yang digunakan oleh MABIMS. Sehingga berdasar kriteria tersebut hilal pada posisi MEMUNGKINKAN untuk dapat dilihat . Terlebih jika posisi hilal tersebut dibandingkan dengan posisi ‘rekor hilal’ yang dapat terekam oleh penulis ketika melakukan pengamatan hilal bersama TIM SIHIRU DPEKOMINFO-ITB maka posisi hilal pada tanggal 31 Juli 2011 mempunyai peluang untuk dapat diamati, tentunya jika hilal tidak tertutup awan. Meskipun demikian, dari pengalaman merukyat hilal pada tanggal 2 Juli 2011 tentunya hilal penentu awal ramadhan 1432H akan lebih sulit untuk dikenali dengan teleskop terlebih jika menggunakan mata telanjang.

Dengan kondisi cuaca yang tidak dapat dipastikan tersebut masih memberikan kemungkinan hilal akan tertutup oleh awan. JIkalau hal ini yang terjadi, apakah ketetapan Istikmal yang akan diikbarkan? Berdasar kriteria MABIMS, kemungkinan besar Pemerintah melalui kemenag akan menetapkan awal Ramadhan jatuh pada tanggal 1 Agustus 2011. Tentunya kita berharap, hilal dapat dirukyat pada akhir rajab 1432H sehinga pelaksanaan puasa Ramadhan 1432H dapat dilaksanakan secara serentak di Indonesia.

Hal yang lebih rentan akan perbedaan justru dimungkinkan terjadi pada pelaksanaan rukyat hilal akhir Ramadhan 1432H.
Berdasar data hisab yang terdapat pada tabel1 dapat dilihat posisi hilal untuk markaz Jakarta tidak semuanya memenuhi kriteria MABIMS. Bahkan dalam penanggalan NU, ketinggian hilal masih di bawah 2 derajat. Hal ini dapat berimplikasi kesaksian yang ada akan ditolak oleh Lajnah Falakiyyah PBNU sebagaimana kasus Bangkalan dikarenakan awal bulan MABIMS merupakan kriteria minimal untuk dapat menerima kesaksian hilal. Jika hal ini yang terjadi maka dimungkinkan bulan Ramadhan 1432H akan diistikmalkan menjadi 30 hari dan Iedul Fitri 1432H akan bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 2011.

Pada dasarnya ketinggian 2 derajat masih merupakan posisi yang sangat sulit (kalau boleh dibilang mustahil) untuk dapat dirukyat. Terlebih mengingat pengalaman hilal awal sya’ban 1432 yang baru dapat dikenali 10 menit setelah matahari tenggelam dengan menggunakan alat bantu Teleskop. JIka dilakukan asumsi yang sama, dimana hilal baru dapat dikenaliu 10 menit setelah matahari tenggelam maka Hilal awal syawal akan tenggelam terlebih dahulu sebelum menampakkan wujudnya pada mata para perukyat. Terlebih jika rukyat tersebut dilaksanakan di Jakarta yang kondisi usuknya sering kali tidak dapat dilihat karena pengaruh polusi smog.

Pada dasarnya kemungkinan terjadinya perbedaan dalam mengawali bulan-bulan hijriyyah senantiasa terbuka lebar jika ketinggian hilal positif, berapapun ketinggiannya karena kriteria yang digunakan saat ini dapat dikategorikan sebagai kriteria minimal untuk menerima sebuah kesaksian hilal. Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang luar biasa dalam Lajnah Falakiyyah PBNU yang oleh ketua Lajnah Falakiyyah PBNU, KH. Ghozalie Masrurie, disebut telah berlari cepat. Pada mulanya NU hanya menggunakan rukyat, kemudian juga menggunakan hisab untuk memandu rukyat, dan mulai menggunakan kriteria imkan rukyat sebagai nilai minimal diterimanya kesaksian rukyat. LFPBNU juga meningkatkan kemampuan rukyatnya melalui berbagai pelatihan dan perlengkapan rukyat yang baik hal ini bisa dilihat dengan adanya NUMO (Nahdlotul Ulama Mobile Ulama’).

Beragam langkah kemajuan tersebut menunjukkan LFPBNU dinamis untuk mencari yang paling baik sebagaimana kaidah yang dipegang “al-Mukhafadhotul ‘alal Qodimis Sholih wal Akhdu bil jaded al-Aslah”.

Semoga Allah memanjangkan umur kita untuk menjumpai Bulan penuh berkah, Bulan Suci Ramadhan 1432H. [oleh : Hendro Setyanto]

Tabel1. Data posisi Hilal pada tangal 2 Juli 2011, 31 Juli 2011 dan 29 Agustus 2011 yang diperkirakan bertepatan dengan tanggal 30 Rajab 1432H, 29 Sya’ban 1432H dan 29 Ramadhan 1432H. [Data Lihat di: http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/14/32814/Teknologi/Hilal_Ramadhan.html]

[Sumber: http://nu.or.id]