Hukum Isbal

Ada banyak hadits yang melarang dan mencela tentang isbal (memanjangkan kain melebihi mata kaki), diantaranya :

Hadits Pertama:

Artinya:
“Dari Abu Dzar berkata : Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda : ada tiga golongan, yang Alloh tidak akan mengajak bicara mereka pada hari kiamat kelak, enggan melihat mereka, enggan mensucikan mereka dan mereka akan mendapat adzab yang sangat pedih (Rosululloh mengulanginya sampai tiga kali), Abu Dzar berkata : sungguh mereka sangatlah merugi dan tidak beruntung, siapa mereka wahai Rosululloh ?, Rosululloh bersabda : mereka adalah “al musbil” orang yang memanjangkan kainnya melebihi mata kaki, pengungkit akan pemberian atau kebaikan, penjual barang yang disertai sumpah palsu “.(HR. Muslim (106), Abu Daud (4087), At tirmidzi 3/516, An nas’ai 5/81,7/245, 8/208, Ibnu Majah (2208), Ahmad 5/148,158,162, 168, 178, Ath thoyalisi (468), Ibnu Abi Syaibah 8/201, Ad darimi(2608) dan Tirmidzi mengatakan : hadits hasan shohih)

Hadits Kedua:

Artinya:
“Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda : sesungguhnya Alloh Azza wa jalla tidak akan melihat kepada orang yang memnjangkan kainnya (melebihi mata kaki)”(HR. An nas’ai 8/207, Ahmad 1/322, Ibnu Abi Syaibah 8/200, Ibnu Al ja’di (2340) Ath thobroni dalam Al kabir 12/41, Abu Na’im dalam Al hulyah 7/192 dan derajatnya shohih)

Hadits Ketiga:

Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud berkata : Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda: barang siapa yang memanjangkan kainnya (melebihi mata kaki) di dalam sholat dengan sombong, maka Alloh tidak menghalalkan baginya (syurga) dan tidak pula mengharamkan baginya (neraka) “. (Abu Daud (637), Hunad dalam Az zuhdi (846), Ath thobroni dalam Al kabir 9/315 dan derajatnya shohih)

Setelah melihat dalil di atas, seharusnya kita meneliti serta mengoreksi maknanya dengan niat mendekatkan diri kepada Alloh dan ikhlas dalam menerapkan syariat Alloh dan mempraktekkan perintah NabiNya Shollallohu alaihi wa Sallam, kenapa kita menoleh ke kiri dan ke kanan, mena’wilkan begini dan membolak balikkan maknanya hanya untuk mencari dalih pembenaran (justifikasi), padahal sebenarnya dalih yang sangat hina itu tidak mempan menolak dalil yang telah tetap (dari Rosululloh), semua itu dalam rangka mengikuti dan mentaati hawa nafsu yang banyak menyuruh kepada kejelekan, dan agar senantiasa mendapat dalih dalam memanjangkan kain, dan apabila kita ingatkan dengan hadits-hadits Nabi, ia akan menjawab : “ancaman pada hadits-hadits itu hanya untuk orang yang memanjangkannya dengan kesombongan, dan aku tidak ada niatan sombong, untuk itu boleh saja aku memanjangkannya sekehendakku” , begitulah kebanyakan jawaban manusia, apakah dengan jawaban yang lemah tersebut dapat menghalangi dalil yang telah tetap lagi kuat ?.

Walaupun sepertinya dari dhohir hadits menunjukkan akan pensyaratan sombong (ketika memakainya), tetapi Ibnu Umar rodhiallohu anhu tidak memandang seperti itu, yang beliau fahami ialah siapa saja yang memanjangkan kainnya melebihi batasan yang telah ditentukan oleh Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam, maka ia termasuk dalam kategori ancaman (sebagaimana tersebut dalam hadits), untuk itu ketika beliau melihat anaknya memanjangkan kain (melebihi mata kaki), beliau tahu bahwa anaknya bukanlah termasuk orang-orang sombong, beliaupun tidak bertanya kepada anaknya tentang niat, apakah diniatkan sombong atau yang lainnya, akan tetapi hanya sekedar beliau melihat anaknya telah memakai kain melebihi batas yang telah ditentukan, beliaupun menegurnya.

Hadits Keempat :

Artinya:
“Dari Umar bin Maimun dalam menyebutkan kisah terbunuhnya Umar bin Khottob Rodhiallohu anhu : “ ….. ketika anak itu berbalik (pulang dari mengunjungi Umar) kainnya menyentuh tanah, maka Umar berkata : panggil kembali anak itu !, Umar berkata : wahai anak saudaraku angkatlah kainmu (pakaianmu) karena yang demikian lebih mensucikan pakaianmu dan lebih menjadikanmu bertaqwa kepada RobbMu” “.(HR.Bukhori 7/60, Ibnu Abi Syaibah 8/201,2202, riwayat ini mempunyai syahid (penguat) dengan derajat marfu’ dari hadits “Ubaid bin Kholid diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Asy syamail (97 – Mukhtashor Al albani), An nasa’I dalam As sunan Al kubro sebagaimana disebutkan dalam Tuhfatil Asyroof 7/223, Ahmad 5/364, Ath thoyalisi (1190), Al baghowi dalam Syarhus sunnah 12/11, berkata Al hafidz dalam Al fathi 10/263 : dan derajat riwayat sebelumnya jayyid, namanya adalah Rohmun, dishohihkan oleh Al albani dalam mukhtashor Asy syamai)

Seorang Umar bin Khottob walaupun beliau dalam keadaan sakit menjelang kematian, tetapi ketika melihat anak kecil yang kainnya terjulur panjang, beliau tidak tinggal diam bahkan beliau menyuruh agar memanggilnya kembali sehingga dapat menyuruhnya untuk memotong kain yang dikenakan.
Dan Abdulloh Ibnu Mas’udn meriwayatkan hadits yang menyebutkan “kesombongan”, tetapi beliau justru memahami hadits tersebut sesuai dengan dhohir kalimat, sebagaimana pula difahami oleh seluruh sahabat Rodhiallohu anhum.

Hadits Kelima :

Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud Rodhiallohu anhu beliau melihat seorang arab gunung sholat dan kainnya melebihi mata kaki, beliau berkata : seorang yang memanjangkan kainnya dalam sholat, maka Allah tidak menghalalkan baginya (syurga) dan tidak pula mengharamkan baginya (neraka)”. (HR.Abu Daud Ath thoyalisi (351), Ath thobroni dalam Al kabir 9/315,10/284, Al baihaqi dalam Sunan-nya 2/242, berkata Al hafidz dalam al fath 10/257 : sanadnya hasan dan hal seperti ini tidak bisa ditafsiri dengan akal, untuk itu tidak mengapa untuk memahaminya sesuai dengan dhohir hadits, derajat hadits shohih dengan syarat Imam yang enam)

Kenapa Ibnu Mas’ud mengucapkan hadits ini kepada seorang arab gunung padahal ia sedang berhadapan dengan Alloh (sholat), kalau seandainya perkaranya memungkinkan dua makna yaitu antara meniatkan kesombongan dan tidak meniatkannya, kenapa Ibnu Mas’ud sampai mengatakan kepadanya tentang hal ini, bisa jadi ia memanjangkannya dengan tanpa niat sombong, jika memang perkaranya bisa diartikan seperti ini .
Akan tetapi Ibnu Mas’ud mengetahui sepenuhnya bahwa isbal itu termasuk perbuatan sombong dan orang yang berbuat isbal tidak dilihat oleh Alloh pada hari kiamat kelak, seperti telah disebutkan.

Berkata Ibnu al-‘Arobi :“tidak sepantasnya orang yang memanjangkan kainnya berkata : “aku tidak memanjangkannya karena sombong”, karena lafadz hadits telah mencakup larangan, dan tidak sepantasnya pula bagi orang yang demikian untuk menyelisihi lafadz tersebut (yang berisi larangan), karena hukumnya sama seperti orang yang mengatakan : “aku tidak akan melaksanakannya karena illah (sebab sombong) tidak ada padaku”, sesungguhnya pengakuan seperti ini tidak dapat diterima, karena justru dengan memanjangkannya berarti kesombongan”. (Aunul ma’bud 11/142)

Begitu pula Al hafidz Ibnu Hajar mementahkan sangkaan orang yang mengatakan bahwa pengharaman isbal itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang sombong, beliau mambantah : “kalau memang keadaanya seperti itu, tidak ada artinya Ummu Salamah bertanya kepada Rosululloh tentang hukum wanita yang memanjangkan kainnya, bahkan beliau Rodhiallohu anha memahami bahwa isbal itu dilarang secara mutlak (bagi laki-laki dan wanita) baik dengan sombong atau tidak, maka beliau bertanya tentang hukum wanita dalam masalah ini, karena wanita justru membutuhkan akan panjangnya kain guna menutupi aurat”. (Fathul bari 10/259)

Bersamaan dengan ini Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam mengikrarkan bahwa pengharaman isbal umum bagi laki-laki dan wanita, walaupun tidak meniatkan sombong, hal yang demikian disebabkan karena mencari tahu nya Ummu Salamah setelah ia mendengar hadits yang di bawa oleh Ibnu Umar secara marfu’ “barang siapa yang memanjangkan kainnya dengan sombong Alloh tidak akan melihatnya kelak pada hari kiamat”.
Begitupun Ummu Salamah memahami bahwa kain yang melebihi mata kaki ialah maksud dari pada larangan itu sendiri, untuk itu beliau mencari tahu dan mengikrarkan pemahamannya terhadap hadits di atas, dan dijawab oleh Nabi bahwa wanita mempunyai hak untuk memanjangkan kainnya sebatas satu hasta dan tidak lebih dari itu, sebagaimana tersebut dalam hadits yang akan datang insya Alloh .

Jika kita perhatikan dari pemahaman sahabat dan orang-orang yang mengikutinya tentang tata cara berpakaian sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rosululloh , berikut menjadikan tempat (batasan) tertentu pada badan, yang tidak berhak bagi seorangpun untuk menyimpang darinya, seperti apa yang telah beliau katakan : “ tidak ada kebaikan apa yang melebihi darinya (mata kaki)”, dan perkataan beliau “kain yang di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka”, atau lafadz-lafadz lain yang mengancam akan isbal, maka seharusnya orang yang berpegang teguh dan arif dengan agamanya akan selalu ingin menjauhkan dirinya dari kemarahan dan adzab Allah, serta senang mendapat ridho Allah, masuk syurga dan melihat wajah-Nya, karena itu sudah sewajarnya bagi kita untuk selalu berusaha dengan sungguh-gungguh dalam menjalani petunjuk dan berjalan diatas apa yang telah ditentukan oleh Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam .

Kebanyakan dalam hadits-hadits yang telah disebutkan berbicara seputar permasalahan isbal dan yang melebihi dari mata kaki, ada banyak dalil yang mengecam dan mengancam orang yang memanjangkan kainnya dengan sombong, takabbur dan merasa lebih tinggi dari yang lain, yang mengharuskan kita untuk berhati-hati dari isbal, berikut uraiannya :

Hadits Pertama :

Artinya:
“Dari Abdullah bin Umar Rodhiallohu anhuma berkata : berkata Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam : “ barang siapa yang memanjangkan kainnya dengan sombong , Alloh tidak akan melihatnya pada hari kiamat kelak”, Abu Bakar berkata : “ wahai Rosululloh sesungguhnya sebelah kainku melorot (karena kendor), tetapi aku selalu berusaha menjaga kain itu dari isbal , Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda : “sungguh engkau bukan termasuk orang yang berbuat sombong” “.(HR. Bukhori 7/19, 10/254, 378, Abu Daud (4085), Nasa’I 8/208, Ahmad 2/147, Al humaidy (649),Ath thobroni dalam Al kabir 12/299, 301, Al baihaqi 2/243, Al baghowi 12/9)

Hadits Kedua :

Artinya:
“Dari Ibnu Umar bahwasannya Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda : ketika seorang laki-laki memanjangkan kainnya dengan sombong, ia ditenggelamkan dengannya lalu berteriak di dalam bumi sampai hari kiamat”. (HR.Bukhori 6/515,10/258, Nasa’I 8/206, Ahmad 2/66, Hunad dalam Az zuhdi (842) dan Abu ‘Awanah 5/475-478)

Hadits Ketiga :

Artinya:
“Dari Abu Huroiroh bahwasannya Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda : ketika seorang laki-laki berjalan sombong dengan mengenakan pakaian yang membuatnya ta’ajub (besar diri), Alloh pun menenggelamkannya ke dalam bumi dan ia berteriak sampai hari kiamat”.(HR. Muslim (2088), Bukhori dalam Tarikh Al kabir 1/413, 2/212, Ahmad 2/390,531, Thoyalisi (2469), Abdur rozaq 11/82, Ali ibnu Al ja’di (1168), Abu Nai’maka dalam Al hilyah 8/389)

Hadits Keempat :

Artinya:
“Dari Ibnu Umar dari Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam Bersabda : “isbal itu pada tiga tempat : kain, qomis dan sorban, barang siapa yang memanjangkan darinya sedikit saja dengan rasa sombong, Alloh tidak akan melihatnya kelak pada hari kiamat”.(HR. Abu daud (4094), Nasa’I 8/208, Ibnu Majah (3576), Ibnu Abi Syaibah 8/208, Hunad dalam Az zuhdi (847), derajatnya hasan karena seseorang bernama Ibnu Abi rowwad yang dianggap terpercaya oleh Yahya Al qotthon, Ibnu Ma’in dan ibnul Mubarok)

Hadits Kelima :

Artinya:
“Dari Abu Huroiroh berkata : Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda : “ketika seorang laki-laki sombong lagi besar diri dengan jambul pada pakaiannya, dan ia memanjangkan kainnya, Alloh pun menenggelamkannya dengan (perbuatan itu) dan ia berteriak (atau dikatakan ia menukik jatuh) ke dalamnya sampai hari kiamat”. (HR.Bukhori 10/258, Muslim (49), (2088), Ahmad 2/267, 315, 456, 467, Abu ‘Awanah 5/471-472)

Hadits Keenam :

Artinya:
“Dari Ibnu Umar bahwasannya Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda : “ Alloh tidak akan melihat orang yang memanjangkan kainnya dengan sombong”.( Malik dalam Al muwattho’ 2/914, Bukhori 10/252, Muslim (2085), Tirmidzi 4/223, Ahmad 2/10, Ibnu Abi Syaibah 8/199, Hunad dalam Az zuhdi (844), Bukhori dalam Tarikh Al kabir 7/277, Ath thobroni dalam Al kabir 12/407, Ibnu ‘Adi dalam Al kamil hal. 2254)

Hadits Ketujuh :

Artinya:
“Dari Hubaib bin Mughoffal Al ghifari bahwasannya ia melihat Muhammad Al qurosy berdiri dengan memanjangklan kainnya, maka Hubaib pun melihat kepadanya dan berkata : aku telah mendengar Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda : “barang siapa yang menurunkan (kainnya) dengan sombong, maka Alloh akan merendahkannya di neraka”. (HR. Ahmad 3/437,438, 4/237, dan anaknya Abdulloh dalam Zawaid Al snad 3/437, 4/237, Bukhori dalam Tarikh Al kabir 8/257, Abu Ya’la 3/111, Ath thobroni dalam Al kabir 22/206 dan dishohihkan oleh Al hafidz dalam Al ishobah 9/125, 10/237 dan derajatnya shohih)

Hadits-hadits yang telah disebutkan sebagiannya menyebutkan tentang isbal, akan tetapi maksud yang terkandung di dalamnya lebih besar lagi, yaitu takabbur dan merasa besar diri, hadits di atas tidaklah bertentangan dengan hadits-hadits isbal pada umumnya, sebagaimana yang telah lalu bahwa orang yang memanjangkan kainnya akan mendapatkan hukuman yang berat begitu pula ancaman bagi siapa saja yang memanjangkannya lebih dari mata kaki, tetapi hukuman yang terdapat pada pelanggaran isbal kali ini lebih berat dan lebih besar, untuk itu hendaknya kita pandai-pandai membedakan antara hukuman bagi pelaku isbal saja, dengan orang yang isbal disertai sombong dan takabbur, setiap dari keduanya diadzab sesuai dengan berat hukuman masing-masing, karena adzab pada orang yang Nabi katakan dalam haditsnya “apa yang melebihi mata kaki, maka tempatnya di neraka”, tidak sama timbangan adzabnya pada orang yang Nabi sebutkan dalam haditsnya “barang siapa menurunkan kainnya dengan sombong , maka Alloh akan merendahkannya di neraka”. Setiap dari kita mengetahui bahwa penduduk neraka itu berbeda-beda dalam merasakan atau mendapatkan adzab, walaupun mereka sama-sama berada di dalamnya, di antara mereka ada yang mendapatkan adzab berlipat-lipat dibandingkan dari yang lain, di antara mereka pula ada yang mendapatkan seringan-ringannya adzab walaupun ia mengira bahwa dirinya adalah orang yang paling besar adzabnya.

Kalau kita mau menilik kembali kepada sekumpulan hadits-hadits terakhir di atas (yang menunjukkan akan takabbur), niscaya akan kita dapatkan bahwa sebagian besar hadits tersebut menunjukkan akan tidak melihatnya Alloh kepada para pelaku isbal, maka hukuman adzab di neraka lebih dahsyat dibanding dari yang selainnya, yaitu adzab yang ia rasakan dari waktu kematian sampai hari kiamat, dengan dalih sabda Nabi : “ia berteriak di dalam bumi sampai hari kiamat”. maka jelaslah bahwa setiap ma’siat mempunyai timbangan adzab masing-masing, untuk itu tidaklah pantas seorang mengatakan : aku memanjangkan kain bukan karena sombong, maka kita katakan : kalau ia memakainya tanpa kesombongan maka ia mendapatkan adzab yang telah ditentukan, kalau diniati sombong, maka adzabnya lebih besar lagi.