Pertanyaan :

Apakah ‘udzur kejahilan seseorang dapat ditolerir di dalam masalah-masalah syirik yang –sebenarnya- mengeluarkan pelakunya dari dien (agama) ini ?

Jawaban :

Tidak ada ‘udzur bagi siapapun dalam hal ini, Allahlah pemilik hujjah yang kuat. Seseorang yang jahil tidak boleh larut dalam kejahilannya, dia harus bertanya tentang hukum setiap apa yang dilakukannya sebab Allah Subhanahu Wata’ala telah menganugerahkan akal kepadanya untuk membedakan segala sesuatu. Juga, para ulama wajib mengajarkan orang-orang jahil dan memberantas kajahilan mereka sementara orang-orang yang jahil itu wajib pula untuk mencari, belajar, memberantas kejahilan yang merupakan kekurangan dan ‘aib dalam dunia dan dien ( agama ) serta bertanya tentang hukum-hukum dan tentang halal dan haram. Hal ini karena berdasarkan firman Allah Subhanahu Wata’ala :

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ

“…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (Q.S. An-Nahl: 43)

Jika mereka berada di tempat yang jauh (tidak terjangkau oleh dakwah islamiyyah-penj.) dan tidak mampu untuk mencari, maka posisi mereka sama dengan ahlul fatrah (orang-orang yang hidup di antara dua rentang fase kerasulan sehingga tidak sampai kepadanya dakwah Rasul tersebut dan hukumnya, menurut para ulama, mereka kelak di akhirat akan di uji, Wallahu A’lam-penj.).

[Kitab ‘al-Lu’lu’ al-Makin dari fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikh Ibn Jibrin, hal. 56-57]

Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini, jilid 1, hal: 112-113, cet: Darul Haq Jakarta, diposting oleh Wandy Hazar S.Pd.I.