Komitmen untuk menata Jawa Timur bersih dari kegiatan prostitusi atau pelacuran dibangun Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Penguatan komitmen itu ditandai dengan deklarasi dan penandatanganan oleh Gubernur, Ketua MUI Jatim, perwakilan DPRD Jatim, perwakilan kabupaten/kota se-Jawa Timur, dan sejumlah ormas.

“Kegiatan ini dilakukan untuk menghentikan kegiatan asusila di lokalisasi dan mengangkat derajat wanita dari kemaksiatan,” kata Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori di Surabaya, Minggu (20/11/2011).

Deklarasi Menata Kota Bersih dari Asusila itu menjadi awal komitmen ulama, umara, dan seluruh komponen masyarakat Jawa Timur yang ingin agar Jatim bebas dari prostitusi. Deklarasi itu di antaranya menyebutkan bertekad untuk mengentaskan wanita tuna susila (WTS) menuju pada kehidupan yang bermartabat.

Selain itu, berkomitmen menata kota bersih dari asusila dengan catatan tidak menunda pelaksanaan penutupan tempat-tempat pelacuran, demi mewujudkan Jawa timur yang makmur, aman, tertib, damai, dan berakhlak mulia.

Selama ini, di Jawa Timur terdapat 47 lokalisasi pelacuran dengan 1.037 mucikari dan 7.127 WTS yang tersebar di 33 kabupatn/kota. Enam lokalisasi di antaranya di Surabaya dengan 534 mucikari dan 2.321 WTS.

Di sisi lain, Jawa Timur juga menjadi basis berdirinya satu di antara organisasi Islam terbesar di Indonesia dan memiliki 6.003 pondok pesantren dengan 888.211 santri. Dari 38 juta penduduk jawa Timur, 97 persen merupakan muslim.

“Praktik prostitusi tidak bisa dipertahankan. Selain merusak masyarakat, hal tersebut juga bertentangan dengan slogan Jawa Timur yang menyebutkan makmur dan berakhlak mulia,” ujarnya.

Ditegaskan, prostitusi tidak bisa dipertahankan. Apalagi, Jawa Timur punya slogan makmur, berakhlak mulia. “Kalau prostitusi dibiarkan, ini kan bertentangan dengan kata-katanya sendiri,” tambahnya.

MUI pun menyatukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung gerakan ini. Pihak MUI akan melakukan pendekatan holistik dari sisi agama, ekonomi, sosial dan budaya dalam rangka menyadarkan para WTS dan pelaku prostitusi. Langkah ini dilakukan secara bertahap dan menyasar ke seluruh kabupaten/kota.(sic)