Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab: 56).

Hadits-hadits mengenai keutamaannya dan perintah kepadanya tidak terhitung banyaknya. Tetapi kami mengisyaratkan sebagiannya; untuk mengingatkan yang selain itu dan untuk mencari keberkahan untuk kitab ini dengan menyebutkannya.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim (Kitab ash-Shalah, Bab Istihbab al-Qaul Mitsl al-Mu’adzdzin 1/ 288, no. 384) dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا.

“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat (mencurahkan rahmat) kepadanya karena shalawatnya tersebut sebanyak sepuluh kali.”

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab ash-Shalah, Bab ash-Shalah Ala an-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam 1/306, no. 408, juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا.

“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat (mencurahkan rahmat) kepadanya sepuluh kali.”

Kami meriwayatkan dalam Kitab at-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَوْلَى النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً.

“Manusia yang paling berhak mendapatkan syafa’atku pada Hari Kiamat ialah orang yang paling banyak bershalawat kepadaku.”

Takhrij al-Hadits:
Hadits Hasan:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Shaibah, no. 31778; al-Bukhari dalam at-Tarikh 5/177; at-Tirmidzi, Kitab Ash-Shalah, Bab Fadhl ash-Shalah Alaih, a 2/354, no. 484; Abu Ya’la, no. 511 dan 5080; Ibnu Hibban, no. 911; ath-Thabrani, no. 9800; Ibnu Adi 6/2342; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 1564; dan al-Baghawi, no. 686: dari jalur Musa bin Ya’qub Abdullah bin Kaisan menuturkan kepada kami, Abdullah bin Syaddad bin al-Had menuturkan kepadaku, dari ayahnya, dari Ibnu Mas’ud dengan hadits di atas.
Ini sanad dhaif yang mengandung sejumlah cacat:
Pertama,
mereka memperbincangkan tentang Musa bin Ya’qub az-Zam’i, namun yang benar bahwa haditsnya baik. Akan tetapi, cacatnya terletak pada para syaikhnya yang majhul sebagaimana halnya di sini.

Kedua, hadits ini berporos pada Ibnu Kaisan dan ia majhul. Bahkan terjadi kerancuan, suatu kali ia meriwayatkannya dengan tanpa menyebut Syaddad bin al-Had, dan yang paling kuat ialah menyebutkannya, meskipun terbukti bahwa Abdullah bin Syaddad pernah mendengar dari Ibnu Mas’ud. Dan di waktu yang lain ia meriwayatkannya dari Sa’id bin Abi Sa’id, dari Utbah, dari Ibnu Mas’ud dengan redaksi ini secara marfu’, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam at-Tarikh 5/177; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 1563 dengan perbedaan dan kekacauan dalam riwayat ini juga. Namun yang pasti, hadits ini memiliki syahid dari hadits Abu Umamah yang diriwayatkan al-Baihaqi 3/249 dengan sanad yang masih diperbincangkan. Hanya saja, ia patut untuk menguatkan prinsip ini, apalagi at-Tirmidzi, al-Baghawi, al-Mundziri, an-Nawawi dan al-Asqalani mendukung untuk menghasankannya.

At-Tirmidzi menilai sebagai hadits hasan. At-Tirmidzi berkata, dalam bab ini juga diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, Amir bin Rabi’ah, Ammar, Abu Thalhah, Anas, dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Sunan an-Nasa’i dan Sunan Ibnu Majah dengan sanad-sanad yang shahih, dari Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah a bersabda,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَأَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيْهِ، فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ، فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلاَتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ (قَالَ: يَقُوْلُ: بَلِيْتَ)، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى اْلأَرْضِ (أَنْ تَأْكُلَ) أَجْسَادَ اْلأَنْبِيَاءِ

“Sebaik-baik hari kalian ialah hari Jum’at, maka perbanyaklah membaca shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawat kalian disampaikan kepadaku.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin shalawat kami disampaikan kepadamu padahal engkau sudah musnah (perawi berkata, ia berkata, sudah rusak dimakan tanah)?!” Beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi.”

Takhrij al-Hadits:
Hadits Shahih:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, no. 5510; Ahmad 4/8; ad-Darimi 1/369; Ibnu Majah, Kitab Iqamah ash-shalah, Bab Fadhl al-Jumu’ah, 1/345, no. 1085 dan 1636; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab Fadhl yaum al-Jumu’ah, 1/342, no. 1047 dan 1531; an-Nasa’i, Kitab al-Jumu’ah, Bab Iktsar ash-shalah ‘ala an-Nabi, 3/91, no. 1373; Ibnu Khuzaimah no. 1733 dan 1734; Ibnu Hibban no. 910; ath-Thabrani no. 910; al-Hakim 1/278; al-Baihaqi 1/248: dari berbagai jalur, dari Husain bin Ali al-Ja’fi, dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dari Abu al-Asy’ats ash-Shan’ani, dari Aus bin Aus dengan hadits tersebut.
Ini satu sanad, bukan beberapa sanad sebagaimana yang dinyatakan oleh an-Nawawi. Tetapi para perawinya tsiqah termasuk para perawi Syaikhain, al-Bukhari dan Muslim. Kecuali Abu al-Asy’ats, ia tsiqah termasuk para perawi Muslim. Al-Mundziri berkata, “Ia memiliki cacat yang sangat halus yang diisyaratkan oleh al-Bukhari dan selainnya. Aku telah menghimpun semua jalurnya dalam suatu juz tersendiri.” Namun an-Naji mengomentarinya dengan mengatakan, “Ini bukan cacat yang tercela. Karena hadits ini memiliki berbagai syahid dari hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang lain.” Aku katakan, Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Hakim, an-Nawawi, adz-Dzahabi, al-Asqalani dan al-Albani.

Aku katakan: أَرَمْتَ dengan ra’ difathahkan, mim disukunkan, dan ta’ difathahkan, kata al-Khaththabi berasal dari kata أَرْمَمْتَ kemudian mereka membuang salah satu mim, dan ini bahasa yang dipakai sebagian masyarakat Arab. Sebagaimana mereka mengatakan: ظَلْتُ أَفْعَلُ كَذَا (saya masih selalu melakukan seperti ini), yakni ظَلَلْتُ dan contoh-contoh yang semisalnya. Menurut yang lainnya, bahwa kata itu berasal dari kata أَرَمَّتْ dengan ra dan mim bertasydid difathahkan, dan ta’ disukunkan, artinya tulang menjadi hancur. Dan masih ada pendapat-pendapat lainnya mengenai hal itu. Wallahu a’lam.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud di akhir kitab al-Hajj pada bab Ziarah al-Qubur dengan sanad shahih, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ تَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ.

“Janganlah menjadikan kuburku sebagai tempat perayaan, dan bershalawatlah kepadaku, karena shalawat kalian sampai kepadaku di manapun kalian berada.”

Arti hadits: janganlah datang ke kuburku untuk bershalawat dan salam kepadaku, untuk berdoa di sisinya, melakukan shalat, atau untuk mengadakan perayaan guna mengenang hari kelahiranku, hijrahku atau sejenisnya. Tetapi bershalawatlah kepadaku walaupun kalian jauh, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku. Tiada keistimewaan dalam hal itu bagi orang yang dekat dibandingkan orang yang jauh.

Takhrij al-Hadits:
Hadits Hasan Shahih:
Diriwayatkan oleh Ahmad 2/367; Abu Dawud Kitab al-Manasik, Bab Ziyarah al-Qubur, 1/622, no. 2034; Ibnu Fil dalam juznya, hal. 154 – al-Qaul al-Badi’; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 4162: dari jalur Abdullah bin Nafi’, Ibnu Abi Dzi’b menceritakan kepadaku, dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah dengan redaksi tersebut.
Syaikhul Islam mengatakan dalam al-Iqtidha’, hal. 321, “Sanadnya hasan, dan perawinya terpercaya lagi dikenal. Tetapi Abdullah bin Nafi’ ash-Sha’igh al-Faqih, sahabat Malik, memiliki sedikit kelemahan yang tidak dicela haditsnya.” Hadits ini dishahihkan oleh an-Nawawi, dan dihasankan oleh al-Asqalani dalam Amali al-Adzkar 3/313 – Futuhat. Hadits ini memiliki syahid dalam riwayat Abdur Razzaq, no. 4839 dan 6726; Ibnu Abi Syaibah, no. 7542: dari hadits al-Hasan bin al-Hasan bin Ali, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam secara mursal dan sanadnya La ba’sa bihi (tidak mengapa). Syahid lainnya dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah, no. 7541 dan Abu Ya’la, no. 469: dari hadits Ali bin al-Husain, dari ayahnya, dari kakeknya dengan sanad dhaif. Hadits ini shahih dengan dua syahid tersebut, dan telah dishahihkan oleh al-Albani.

Kami meriwayatkan juga dengan sanad shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيَّ رُوْحِيْ حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ.

“Tidaklah seseorang mengucapkan salam kepadaku, melainkan Allah mengembalikan ruhku kepadaku hingga aku menjawab salamnya.”

Takhrij al-Hadits:
Hadits Hasan:
Diriwayatkan oleh Ahmad 2/527; Abu Dawud, ibid, no. 2041; al-Baihaqi 5/ 245: dari jalur Abdullah bin Yazid, dari Haiwah bin Syuraih, dari Abu Shakhr Humaid bin Ziyad, dari Yazid bin Abdillah bin Qusaith, dari Abu Hurairah dengan hadits di atas.
Ini adalah sanad hasan, karena sebab Humaid bin Ziyad. Ia diperbincangkan, namun haditsnya tidak turun dari derajat hasan. Tapi hadits ini dinyatakan memiliki illat sebagai hadits munqathi’. Ibnul Qayyim mengatakan dalam Jala’ al-Afham, hal. 108, “Aku pernah bertanya kepada Syaikh kami tentang penyimakan Yazid bin Abdillah dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu” Dia menjawab, “Ia tidak pernah berjumpa dengannya, dan ia dhaif. Mengenai penyimakannya dari Abu Hurairah perlu ditinjau.”Aku katakan: bahkan ia tsiqah, kemudian ia tidak dikenal sebagai mudallis hadits. Ilmu Tarikh menyokong bahwa ia pernah mendengar dari Abu Hurairah. Jadi sanadnya dibawa pada kemungkinan bersambung. Benar, ath-Thabrani meriwayatkannya dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 3116 dan memasukkan Abu Shalih as-Samman antara ia dengan Abu Hurairah, cuma jalur riwayatnya lemah. Ada beberapa kemungkinan yang bisa kita katakan, bahwa yang rajih dan menjadi sandaran ialah jalur yang pertama. Bisa juga kita katakan, bahwa Yazid mendengarnya dari Abu Shalih suatu kali dan dari Abu Hurairah pada kali yang lain. Katakanlah bahwa riwayat itu munqathi’, namun kita mengetahui penengahnya dalam riwayat ath-Thabrani, dan ia tsiqah, sehingga sanadnya menjadi bersambung dan haditsnya shahih. Faktanya bahwa Ibnu Taimiyah sendiri telah membaguskan sanadnya dalam Majmu’ al-Fatawa 1/233 dan dia menyebutkan berkali-kali bahwa ia menjadi sandaran para imam berkenaan dengan salam kepada Nabi a. Bahkan Ibnul Qayyim sendiri telah menshahihkannya di tempat yang sama dari bukunya. Demikian pula yang diperbuat oleh an-Nawawi dan al-Manawi, serta sanadnya dinilai bagus oleh al-Iraqi. Al-Asqalani mengatakan, “Para perawinya bisa dipercaya, dan dihasankan oleh al-Albani.

Sumber: Dikutip dari buku “Ensiklopedia Do’a dan Dzikir al-Imam an-Nawawi”, Penerbit: Pustaka Sahifa. oleh: Abu Nabiel.