Karena hasil akhirnya lebih manis daripada madu dan lebih nikmat daripada susu, hal ini telah dibuktikan oleh hamba-hamba Allah dalam jumlah yang tidak sedikit, mereka mengalami ujian dan cobaan, silih berganti dan bertubi-tubi, namun seseorang tidak diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran, maka benar kalau Rasulullah saw bersabda, “Ash-shabru dhiya`, sabar itu cahaya.”

Salah satu pembuktian dalam hal ini adalah apa yang terjadi pada Nabiyullah Ayyub alaihis salam.

Ayyub adalah salah seorang Nabi Allah yang mulia, dia termasuk keturunan Ibrahim, Allah telah menceritakan kisahnya di dua tempat dalam kitab-Nya:

Pertama dalam surat Al-Anbiya`, firman Allah, “Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang’. Maka kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (Al-Anbiya`: 83-84).

Kedua dalam surat Shad, firman-Nya, “Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, ‘Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan’. (Allah berfirman), ‘Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum’. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (Shad: 41-44).

Dalam sunnah Rasulullah saw terdapat keterangan tentang kisah Ayyub yang lebih jelas dan terperinci. Dari seluruh keterangan yang ada di al-Qur’an dan hadits dapat diambil kesimpulan bahwa hidup Ayyub penuh dengan kenikmatan sebelum memperoleh ujian, kehidupannya makmur. Allah menganugerahkan harta, keluarga dan anak kepadanya, kemudian Allah berkehendak untuk mengujinya, maka Dia mengambil harta dan anaknya, badannya berpenyakit. Orang-orang yang dikumpulkan oleh nikmat di sekelilingnya mulai menjauhinya. Orang dekat dan orang jauh menghindarinya. Yang masih baik kepadanya hanyalah istrinya dan dua orang dari sahabatnya yang mulia. Kedua orang ini sering mengunjunginya dan Ayyub terhibur karenanya.

Salah seorang dari keduanya memikirkan keadaan Ayyub yang telah diuji sekian lama, Ayyub menanggung ujian selama delapan belas tahun dan Allah belum mengangkat apa yang menimpanya. Terbersit di pikiran orang ini bahwa cobaan Ayyub ini mungkin karena dosa besar yang pernah diperbuat oleh Ayyub. Orang ini mengatakan apa yang ada di pikirannya kepada temannya, dan temannya ini pun tidak kuasa menyimpan apa yang dikatakan oleh rekannya. Dia mengatakan itu kepada Ayyub. Hal ini membuat Ayyub sangat bersedih, maka dia menceritakan keadaannya secara terbuka dan menepis anggapan tersebut. Pada waktu Ayyub sehat dan bugar, dia melihat dua orang saling bertikai, keduanya menyebut nama Allah. Ayyub pulang ke rumahnya dan bersedekah atas nama keduanya karena dia khawatir nama Allah disebut tidak dalam kebenaran.

Ayyub menghadap kepada Tuhannya dengan doa memohon kepadaNya agar ujiannya diangkat, “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang maha Penyayang di antara semua penyayang.” (Al-Anbiya: 83). “Sesungguhnya aku diganggu seitan dengan kepayahan dan siksaan.” (Shad: 41).

Allah menjawab doanya mengangkat ujian yang menimpanya. Allah Maha Berkuasa atas segala hal, jika Dia menghendaki sesuatu pastilah terjadi, tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mampu menghalangiNya.

Sudah menjadi kebiasaan Ayyub jika dia pergi buang hajat, dia diantar dan dituntun oleh istrinya karena badannya yang lemah. Jika Ayyub telah di tempat yang dituju istrinya membiarkannya menunaikan hajatnya. Setelah itu dia kembali menuntun suaminya pulang ke tempat tinggalnya. Pada hari di mana Ayyub berdoa kepada Allah, dia terlambat kembali kepada istrinya yang menunggunya. Allah mewahyukan kepada Ayyub agar menjejakkan kakinya yang lemah ke tanah, dari tempat yang dijejaknya itu memancar air. Allah meminta Ayyub agar minum air itu dan mandi darinya. Air itu menghilangkan penyakit tubuhnya lahir dan batin. Ayyub kembali sehat dan bersemangat pada saat itu juga. Kesehatannya dan kekuatannya pulih seperti tidak pernah sakit.

Ayyub menemui istrinya dengan penuh semangat dan gairah seperti sebelum dia diserang penyakit. Ketika istrinya melihatnya, dia tidak mengenalinya walaupun dia melihatnya seperti suaminya yang dahulu sehat wal afiat. Dia bertanya kepadanya tentang suaminya seorang nabi yang sakit-sakitan, dia menyebutkan apa yang pernah dilihatnya dari suaminya pada saat suaminya masih sehat dan kuat, dia sama sekali tidak menduga suaminya bisa sehat dan sembuh dari penyakitnya dalam waktu yang sesingkat itu yaitu sewaktu dia terlambat untuk kembali kepadanya. Kebahagaiaannya begitu besar manakala dia melihat nikmat Allah kepada suaminya dalam bentuk kembalinya kesehatan dan kekuatan kepadanya.

Sebagaimana Allah mengembalikan kesehatannya dan kekuatannya, Allah juga mengembalikan hartanya yang hilang dua kali lipat, serta menganugerahkan anak-anak kepadanya dua kali lipat pula. Allah mengirim dua awan, tidak membawa hujan, tetapi membawa emas dan perak. Ayyub memiliki dua tempat menyimpan hasil bumi. Yang pertama untuk gandum dan yang lain untuk jewawut. Awan pertama menurunkan emas di tempat penyimpanan gandum dan awan kedua menumpahkan perak di tempat penyimpanan jewawut.

Ayyub adalah seorang yang dermawan dan humoris dalam kejujuran. Rasulullah saw telah menyampaikan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan an-Nasai dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Manakala Ayyub sedang mandi telanjang, sekelompok belalang dari emas jatuh kepadanya, maka Ayyub memungutinya dan menyimpannya di bajunya. Maka Tuhannya memanggilnya, ‘Wahai Ayyub bukankah Aku telah membuatmu kaya seperti yang kamu lihat?’ Ayyub menjawab, ‘Benar, ya Rabbi, akan tetapi aku selalu memerlukan keberkahan-Mu.”

Mungkin Anda membayangkan keadaan Ayyub, dia melompat dalam keadaan telanjang, mengumpulkan dan memunguti belalang emas lalu meletakkannya di bajunya. Lalu Tuhannya memanggilnya, “Bukankah Aku telah membuatmu kaya sebagaimana kamu lihat?” Yakni melalui dua awan yang menuangkan emas dan perak di tempat penyimpanan hasil buminya. Ayyub menjawab, “Siapa yang tidak memerlukan keberkahanMu ya Rabbi?”
(Izzudin Karimi)