Telah kami kemukakan dalam Kitab Dzikir-dzikir Shalat, sifat shalawat atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apa yang bertalian dengannya, dan penjelasan tentang yang paling sempurna dan paling minimal. Di bawah ini kami pilihkan tiga bentuk shalawat yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat-sahabatnya:

  • Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Anbiya`, Bab, 6/408, no. 3370; dan Muslim, Kitab ash-Shalah, Bab ash-Shalat ala an-Nabi,, 1/305, no. 406; dan lafazhnya:

    اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

    “Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung. Ya Allah, limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.”

  • Shalawat kepada Nabi juga diriwayatkan oleh al-Bukhari ibid, 6/407 no. 3369 dan Muslim ibid, 1/306 no. 407 dari hadits Abu Humaid as-Sa’idi dan lafazhnya adalah,

    اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

    “Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad, istri-istri dan keturunannya sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada keluarga Ibrahim. Limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad, istri-istri dan keturunannya sebagaimana Engkau telah melimpahkannya kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.”

  • Ia diriwayatkan pula oleh Muslim 1/305 no. 405 dari hadits Abu Mas’ud al-Anshari dan lafazhnya,

    اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

    “Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada keluarga Ibrahim, limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkannya kepada keluarga Ibrahim, di alam semesta. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung.”

Adapun apa yang dinyatakan oleh sebagian sahabat kami dan Ibnu Abi Zaid al-Maliki tentang dianjurkannya menambah hal itu, yaitu: وَارْحَمْ مُحَمَّدًا وَآلَ مُحَمَّدٍ (dan rahmatilah Muhammad dan keluarga Muhammad), maka ini adalah bid’ah yang tidak ada asalnya. Bahkan Imam Abu Bakr bin al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya, Syarh at-Tirmidzi, berlebihan dalam mengingkari hal itu, menyalahkan Ibnu Abi Zaid berkenaan dengan hal itu, dan menganggap bodoh orang yang melakukannya. Ia mengatakan, “Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kita tata cara bershalawat kepada beliau.” Tambahan pada hadits tersebut berarti menganggap kurang sabdanya, dan mencari tambahan atasnya. (Lihat, Aridhah al-Ahwadzi 2/ 271 – 272).

PASAL

Jika seseorang bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka hendaklah ia menghimpun antara shalawat dan salam, serta tidak mencukupkan dengan salah satunya. Tidak boleh mengucapkan shallallahu ‘alaih saja, atau alaihis salam saja.

PASAL

Dianjurkan bagi pembaca hadits dan selainnya yang semakna dengannya, jika menyebut nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hendaklah (setelah itu) ia mengeraskan suaranya dengan membaca shalawat dan salam atasnya, namun ia tidak boleh terlampau berlebih-lebihan dalam mengeraskan suaranya (sehingga menjadi nista). Di antara ulama yang menyebutkan untuk mengeraskan suara ialah al-Hafizh Abu Bakar al-Khathib al-Baghdadi dan selainnya. Aku telah menukilnya ke dalam Ulum al-Hadits.

Sebagian ulama dari sahabat kami dan selain mereka telah menyebutkan bahwa dianjurkan mengeraskan suara dengan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam talbiyah .

Pada sebagian sumber disebutkan, “Sebagian ulama dari sahabat kami dan selainnya telah menyebutkan, dan kami meriwayatkannya dalam Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa’i, bahwa dianjurkan mengeraskan suara dengan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam talbiyah. Wallahu a’lam.” Pada sebagiannya dengan redaksi, “Para ulama dari sahabat kami dan selainnya telah menyebutkan bahwa dianjurkan mengeraskan suaranya dengan shalawat atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kami meriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa’i dalam talbiyah. Wallahu a’lam.” Ini semua keliru. Kerancuan satu kalimat dengan kalimat yang berikutnya adalah berasal dari para penyadur, dan yang benar ialah apa yang kami tetapkan.

Aku tidak tahu, pembicaraan apakah ini? Jika yang dimaksud dengan talbiyah ialah ucapan orang yang berhaji dan berumrah: Labbaika bihajjah wa umrah,” maka tidak ada dasarnya menambah shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada tempat ini. Jika yang dimaksudkan ialah menambah shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada ucapan: Labbaika allahumma labbaik dan seterusnya, maka ini juga tidak ada dasarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Jika yang dimaksud ialah dianjurkan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada amalan-amalan thawaf, sa’i, dan selainnya dari amalan-amalan haji, maka ini shahih dan ditekankan, baik dengan pelan maupun keras.
Wallahu a’lam.

(Dikutip dari kitab ‘ENSIKLOPEDIA DZIKIR DAN DO’A AL-IMAM AN-NAWAWI’ Bab: Bab Sifat Shalawat Atas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Penerbit: PUSTAKA SAHIFA. Dengan sedikit tambahan dan perubahan, Oleh: Abu Nabiel)