Tampuk kepemimpinan memang empuk, singgasana kerajaan memang membanggakan, kendali kekuasaan memang memuaskan, tidak heran kalau orang-orang berebut mendapatkannya, berlomba meraihnya dan bersaing untuk menggenggamnya, segala cara mereka gunakan, segala sarana mereka pakai dan segala jalan mereka lalui asalkan tali kekang kepemimpinan terpegang oleh tangan, biasanya hal ini terjadi di lingkungan orang-orang yang hanya memandang sisi nikmatnya saja dan melupakan tanggung jawabnya yang berat, tapi tunggu dulu, ternyata tidak semua orang demikian, masih ada sekalipun hanya segelintir yang tidak memandang kekuasaan dan kepemimpinan sebagai suatu yang membanggakan sehingga harus dipertahankan mati-matian, tidak melihatnya sebagai sesuatu kehormatan yang harus digigit dengan gigi geraham, alih-alih merebut dan mempertahankan, kekuasaan yang sudah ditangan tanpa keinginannya dilepas karena melihat beratnya tanggung jawab.

Seorang raja dari kalangan Bani Israil melakukan hal itu, berlari meninggalkan istana kerajaan dan segala kesenangannya karena terigat betapa berat tanggung jawabnya di hadapan Allah. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi saw bersabda, “Bani Israil mengangkat seorang pemimpin sepeninggal Musa alaihis salam. Suatu malam pemimpin ini menjalankan shalat di atas Baitul Maqdis di bawah cahaya rembulan, tiba-tiba dia teringat perkara-perkara yang pernah dilakukannya, maka dia turun melalui tali, di pagi hari tali itu tergantung di masjid sementara dia telah pergi.”

Nabi saw melanjutkan, “Dia pergi mendatangi suatu kaum di daerah pesisir. Dia melihat mereka sedang mencetak atau membuat bata. Dia bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian menerima upah dari bata ini?’ Mereka memberitahunya, maka dia ikut membuat bata bersama mereka, dia makan dari hasil usahanya sendiri. Jika tiba waktu shalat dia menegakkan shalat. Hal itu dilaporkan oleh para pekerja kepada kepala kampung setempat, bahwa di antara kami terdapat laki-laki yang begini-begini. Maka kepala kampung mengundangnya, tetapi dia menolaknya, hal itu terulang tiga kali, kemudian kepala kampung datang dengan mengendarai kudanya.

Ketika laki-laki itu melihatnya dia kabur, kepala kampung itu mengejarnya tetapi tidak berhasil menyusulnya. Maka kepala kampung memanggilnya, ‘Tunggu, aku ingin berbicara kepadamu’. Maka dia berhenti sehingga keduanya berbicara. Laki-laki itu menceritakan kisahnya. Ketika laki-laki itu menceritakan bahwa dia adalah seorang raja dan dia kabur karena takut kepada Tuhannya, kepala kampung itu berkata, ‘Aku mengikutimu’. Lalu dia mengikutinya dan keduanya beribadah kepada Allah sampai keduanya meninggal di Rumailah Mesir.”

Abdullah berkata, “Seandainya aku berada di sana niscaya aku mengetahui kabar keduanya berdasarkan tanda yang disampaikan kepada kita.”

Dalam riwayat lain di Musnad Ahmad, “Manakala seseorang laki-laki dari umat sebelum kalian memegang kerajaan, dia berpikir bahwa kekuasaan tidak abadi dan bahwa kehidupan yang dijalaninya telah menyibukkannya dari beribadah kepada Tuhannya. Pada suatu malam dia menyusup dan menghilang dari istananya. Lalu dia berada di kerajaan orang lain. Dia mendatangi pantai, di sana dia bekerja membuat bata dengan upah. Maka dia bisa makan dari upahnya dan bersedekah dengan sisanya. Dia tetap demikian sehingga perkara ibadah dan keutamaannya didengar oleh raja mereka.

Maka raja memintanya untuk menghadap, akan tetapi dia menolak. Raja mengulang permintaan kepadanya untuk menghadap, tetapi dia selalu menolak, dia berkata, ‘Aku tidak ada urusan dengannya.’ Lalu raja datang dengan berkendara. Manakala laki-laki itu melihatnya dia kabur. Melihat laki-laki itu kabur raja mengejarnya tetapi dia gagal menyusulnya.

Lalu raja memanggil, ‘Wahai hamba Allah, aku tidak akan mencelakakan dirimu.’ Maka laki-laki itu berhenti dan raja mendekatinya. Raja bertanya, ‘Siapa kamu semoga Allah merahmatimu?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Aku adalah fulan bin fulan raja negara anu, aku merenungkan urusanku, aku sadar bahwa apa yang aku dapatkan tidak langgeng dan bahwa ia telah menyibukkanku dari ibadah kepada Allah. Lalu aku meninggalkannya dan datang kemari untuk beribadah kepada Tuhanku.’

Raja berkata, ‘Kamu tidak lebih memerlukan apa yang kamu lakukan dari diriku.’ Kemudian raja turun dari kendaraannya, melepasnya dan mengikuti laki-laki itu. Kedua orang itu lantas beribadah kepada Allah dan memohon kepada Allah agar dimatikan bersama. Lalu keduanya mati.

Abdullah berkata, “Seandainya aku berada di Rumailah Mesir niscaya aku tunjukkan kubur keduanya berdasarkan ciri yang disampaikan oleh Rasulullah kepada kami.”

Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadis As-Shahihah nomor 2833.

Pelajaran

1- Di antara hamba-hamba Allah terdapat hamba yang mementingkan beribadah kepada Allah di atas kekuasaan dan jabatan. Mereka itu adalah contoh manusia yang tidak umum. Semua orang pasti merasa heran terhadap mereka di setiap waktu dan tempat.

2- Keteladanan yang tinggi di kalangan Bani Israil pada masa dahulu di kalangan mereka terdapat orang-orang shalih yang terpilih.

3- Shalat malam terdapat dalam syariat Bani Israil.

4- Bani Israil memiliki para khalifah yang memimpin yang bukan dari kalangan para nabi.

5- Mengenal bidang profesi yang ada pada masa itu, di mana pembuatan tambang dan bata telah ada pada masa itu.

6- Sewa menyewa. Para pekerja yang membuat bata, mereka bekerja dengan upah, dan laki-laki yang kabur meninggalkan kerajaannya ini juga bekerja dengan upah.
(Izzudin Karimi)