Kami meriwayatkan dalam Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa’i, dari Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

سَمِعَ رَسُوْلُ اللهِ a رَجُلاً يَدْعُوْ فِي صَلاَتِهِ لَمْ يُمَجِّدِ اللهَ c وَلَمْ يُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ a، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ a:عَجِلَ هذَا.ثُمَّ دَعَاهُ، فَقَالَ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ، فَلْيَبْدَأْ بِتَمْجِيْدِ رَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ، ثُمَّ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ a، ثُمَّ يَدْعُوْ بَعْدُ بِمَا شَاءَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendengar seseorang berdoa dalam doanya dengan tanpa memuji Allah Ta’ala dan bershalawat atas Nabi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, ‘Orang ini tergesa-gesa.’ Kemudian beliau memanggilnya, lantas mengatakan kepadanya atau kepada selainnya, ‘Jika salah seorang dari kalian berdoa, maka hendaklah ia memulainya dengan memuji dan menyanjung Rabbnya, kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian berdoa sesudah itu sesuka hatinya’.”
Takhrij al-Hadits: Hasan Shahih
At-Tirmidzi menilainya sebagai hadits hasan shahih.

Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوْفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ، لاَ يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ.

“Doa itu terhenti di antara langit dan bumi, tiada satu pun yang naik darinya hingga engkau bershalawat kepada Nabimu shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Takhrij al-Hadits: Hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Kitab Ash-Shalah, Bab Fadhl ash-Shalah ‘ala an-Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, 2/356, no. 486; Ibnu Khuzaimah 12/227-Tahdzib at-Tahdzib: dari jalur an-Nadhr bin Syumail, dari Abu Qurrah al-Asadi, dari Sa’id bin al-Musayyib, dari Umar dengan hadits tersebut secara mauquf.

Al-Asqalani berkata dalam Amali al-Adzkar 2/334 -Futuhat, “Dalam sanadnya terdapat Abu Qurrah al-Asadi, namanya tidak dikenal. Tidak ada dalam riwayat at-Tirmidzi dan para penyusun kitab Sunan kecuali sanad yang mauquf ini, yaitu berasal dari riwayat an-Nadhr bin Syumail darinya. Mu’adz bin al-Harits juga meriwayatkannya dari Abu Qurrah secara marfu’. Al-Wahidi meriwayatkannya, dan pada jalurnya terdapat Abdul Qadir ar-Rahawi dalam al-Arba’in, yang dalam sanadnya juga terdapat perawi yang tidak dikenal.” Aku katakan: jalur mauquf menguatkan yang marfu’, karena memiliki hukum marfu’. Hanya saja Abu Qurrah ini masih memiliki cacat yang melemahkan haditsnya. Tetapi hadits ini memiliki syahid pada riwayat ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 720; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 1575 dan 1576; al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 1650: dari hadits Ali secara mauquf dan marfu’, tetapi dhaif juga. Syahid ketiga pada riwayat ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 399 –Jala’ al-Afham dari hadits Abdullah bin Busr dengan sanad dhaif juga. Jadi, secara umum, baik pokok hadits maupun syahid-syahidnya, semuanya dhaif sehingga tidak layak dipertimbangkan. Hadits ini, berdasarkan semua jalur periwayatannya, minimal bernilai hasan. Demikian dinyatakan oleh al-Albani.
Aku katakan, “Para ulama telah sepakat atas dianjurkannya memulai doa dengan pujian dan sanjungan kepada Allah subhanahu wata’ala, kemudian bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula doa ditutup dengan keduanya. Atsar-atsar mengenai bab ini cukup banyak dan sudah dikenal.(Abu Nabiel)
Sumber: Dikutip dari buku “Ensiklopedia DZIKIR & DOA AL-IMAM AN-NAWAWI, Takrij, Tahqiq dan Komentar Oleh: Syaikh Amir bin Ali Yasin. Penerbit: PUSTAKA SAHIFA, JAKARTA)