Dari Tsauban berkata, “Apabila Rasulullah saw selesai shalat beliau beristighfar tiga kali dan mengucapkan, ‘Allahumma Antas-Salam wa minkas-salam Tabarakta ya Dzal Jalali wal Ikram.” Al-Auza’i, seorang tabiin sekaligus salah seorang rawi hadits ini ditanya, “Bagaimana istighfar?” Dia menjawab, “Astaghfirullah. Astaghfirullah.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Dzikir ba’da salam dengan suara pelan

Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ III/487 berkata, Imam asy-Syafi’i berkata dalam al-Um, “Aku memilih untuk imam dan makmum agar keduanya berdzikir kepada Allah Ta’ala ba’da salam dari shalat dan keduanya memelankan dzikir, kecuali bagi imam dengan maksud mengajarkan, maka dia mengeraskannya sampai orang-orang belajar dan setelah itu dia memelankan, karena Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya.” (Al-Isra`: 110). Yang dimaksud dengan “Shalatmu.” adalah doamu, “Jangan mengeraskan.” Yakni meninggikan. “Jangan pula merendahkan.” sehingga dirimu sendiri tidak mendengarnya.”

Penafsiran “Shalatmu.” dengan doamu berdasarkan ucapan Aisyah yang berkata tentang ayat tersebut, “Ia turun tentang doa.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Imam an-Nawawi berkata, “Demikianlah rekan-rekan kami mengatakan bahwa dzikir dan doa setelah shalat dianjurkan untuk dipelankan kecuali bagi imam yang bermaksud mengajar, dia mengeraskan agar orang-orang belajar, jika mereka telah belajar dan mengetahui maka imam memelankan.”

Selanjutnya Imam an-Nawawi menyebutkan hadits Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata, “Kami bersama Nabi saw dalam perjalanan, jika kami naik dari suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir, kami mengangkat suara kami, maka Nabi saw bersabda, “Wahai manusia, sayangilah diri kalian, karena sesungguhnya kalian tidak memanggil dzat yang tuli dan dzat yang tidak hadir. Sesungguhnya Dia bersama kalian, Maha Mendengar lagi Mahadekat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Bagaimana dengan hadits berikut?

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata, “Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah saw dengan takbir.” Dalam riwayat Muslim, “Mengangkat suara dengan dzikir setelah orang-orang salam dari shalat wajib terjadi pada zaman Rasulullah saw. Aku mengetahui selesainya shalat mereka dengan itu jika aku mendengarnya.”

Maksud hadits ini seperti yang dikatakan oleh Imam asy-Syafi’i, sebagaimana yang dinukil oleh Imam an-Nawawi darinya dalam al-Majmu’, adalah bahwa hal itu dilakukan oleh Nabi saw beberapa waktu agar para sahabat belajar dari beliau. Imam asy-Syafi’i berkata, “Menurutku Nabi saw mengeraskan beberapa waktu –maksudnya dalam hadits Ibnu Abbas di atas- agar orang-orang belajar darinya, karena kebanyakan riwayat-riwayat yang kami tulis bersama ini dan lainnya tidak menyebutkan tahlil dan takbir ba’da salam, Ummu Salamah menyebutkan diamnya Nabi saw ba’da salam dan beliau tidak berdzikir dengan jahr. Menurutku beliau tidak diam (ba’da salam) kecuali untuk berdzikir dengan sir.”

Doa setelah shalat

Dari Abu Umamah bahwa Rasulullah saw ditanya, “Doa apa yang lebih didengar oleh Allah?” Beliau menjawab, “Tengah malam yang akhir dan setelah shalat fardhu.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan dia berkata, “Hadits hasan.”

Namun doa ini dilakukan setelah membaca wirid-wirid yang ma’tsur dari Rasulullah saw dengan suara pelan dan dilakukan secara pribadi, sebab mengeraskannya dan melakukannya secara berjamaah tidak dilakukan oleh Rasulullah saw.

Imam an-Nawawi berkata, “Pengkhususan doa imam dengan dua shalat, Shubuh dan Ashar yang biasa dilakukan oleh orang-orang atau oleh kebanyakan dari mereka adalah tidak berdasar.” Wallahu a’lam. (Izzudin Karimi)