Imam ahli hadits, syaikh Imam al-Bukhari, di mana al-Bukhari berkata tentangnya, “Aku tidak pernah merasa kecil di hadapan siapa pun kecuali di depan Ali bin al-Madini.” Ya, dia adalah Ali bin al-Madini, wafat tahun 234 H, semoga Allah merahmatinya, al-Khathib al-Baghdadi berkata tentangnya, “Dia adalah filosof dan dokter ilmu ini, lidah dan khatib ahli hadits.”

Ibnu al-Madini menulis kitabnya yang agung al-Musnad ala al-Athraf, di dalamnya dia merinci dan mengumpulkan apa yang memungkinkan baginya, kemudian dia melakukan perjalanan panjang, dia berkeliling negeri-negeri Islam selama tiga tahun, lalu pulang ke kotanya, Bashrah, dia melihat Musnadnya telah dimakan rayap dan menghabisinya, kitab itu pun mati mendahului penulisnya.

Al-Khathib menceritakan di dalam biografinya di Tarikh Baghdad 11/462 bahwa dia berkata, “Aku menulis al-Musnad ala ath-Tharaf secara terperinci, aku menulisnya di atas kertas, aku meletakkannya di qimithr –semacam keranjang besar dari bambu untuk menjaga buku- aku meninggalkannya di rumah, aku pergi selama itu, ketika aku pulang, aku melihatnya untuk menelaah apa yang aku tulis, aku menggerakkan qimithr, ternyata ia berat dan berbobot berbeda dengan sebelumnya, aku membukanya, ternyata rayap telah menghabiskan kitab itu sehingga ia menjadi tanah, maka setelahnya aku tidak bersemangat untuk mengumpulkannya.”

Al-Khathib al-Baghdadi meriwayatkan di dalam Tarikh Baghdad 3/317, Hafizh adz-Dzahabi di dalam Tadzkirah al-Huffazh 2/652 tentang biografi Imam Muhammad bin Nashr al-Marwazi lahir tahun 202 wafat tahun 294, keduanya meriwayatkan dengan sanad keduanya kepada Abu Amru Usman bin Ja’far al-Labban berkata,

Muhammad bin Nashr al-Marwazhi menyampaikan kepadaku, dia berkata, “Aku pergi dari Mesir bersama seorang hamba sahayaku, aku menyeberangi laut menuju Makkah, perahu yang aku naiki tenggelam, aku kehilangan dua ribu juz, aku terdampar di sebuah pulau bersama hamba sahayaku, kami tidak melihat seorang pun di pulau itu, aku sangat haus, tetapi aku tidak menenmukan air, aku kepayahan, aku meletakkan kepalaku di atas paha hamba sahayaku, aku menyerahkan diri kepada kematian, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepadaku dengan menyodorkan kantong air, dia berkata, ‘Minumlah.’ Aku mengambilnya dan minum, aku memberikannya kepada hamba sahayaku, lalu laki-laki itu pergi, aku tidak tahu dari mana dia datang dan dari mana dia pergi.”

Dari Shafahat min Shabr al-Ulama, Syaikh Abdul Fattah.