Penyesalan hadir setelah perasaan adanya keterbatasan atas apa yang telah berlalu. Penyesalan datang setelah keyakinan adanya kekurangan atas apa yang telah terjadi. Penyesalan adalah langkah pertama kepada kebaikan dan tangga awal menuju kemuliaan. Sebelum penyesalan adalah keburukan dan sesudahnya adalah kebaikan, kecuali jika penyesalan itu tidak benar. Tentang hal ini seorang penyair berkata,

إِلهِي لا تُعَذِّبْنِي فَإِنِّي مُقِرًّ بِالَذِي قَدْ كانَ مِنِّي
وَمَا لِي حِيْلَةً إِلا رَجَائِي وَعَفْوُكَ إِنْ عَفَوْتَ وَحُسْنُ ظَنِّي
وَكَمْ مِنْ زَلَّةٍ لِي فِي الخَطَايَا وَأَنْتَ عَلَيَّ ذُو فَضْلٍ وَ مَنِّ
إِذَا فَكَّرْتُ فِي نَدَمِي عَلَيْهَا عَضَضْتُ أَنَامِلِي وَقَرَعْتُ سِنِّي
يَظُنُّ النَاسُ بِي خَيْرا وَإِنِّي لَشَرُّ النَاسِ إِنْ لَمْ تَعْفُ عَنِّي
أُجَنُّ بِزَهْرَةِ الدُنْيَا جُنُونَا وَأَقْطَعُ طُوْلَ عُمْرِي بِالتَمَنِّي
وَلَوْ أَنِّي صَدَقْتُ الزُهْدَ فِيْهَا قَلَّبْتُ لأَهْلِهَا ظَهْرَ المِجَنِّ

Tuhanku, jangan siksa diriku karena sesungguhnya
Aku menyesali apa yang telah aku lakukan
Tidak ada jalan bagiku kecuali harapanku kepadaMu
Dan maafMu, jika Engkau memaafkan, serta dugaanku yang baik
Betapa sering aku terpeleset ke dalam kesalahan
Dan Engkau adalah pelimpah nikmat dan karunia kepadaku
Bila aku memikirkan penyesalanku karenanya
Aku menggigit jariku dan merapatkan gigiku
Orang-orang mengira diriku baik padahal aku
Adalah seburuk-buruk orang jika Engkau tidak memaafkanku
Aku tergila-gila dengan godaan dunia
Aku menghabiskan umur panjangku dalam angan-angan
Seandainya aku berzuhud padanya dengan benar
Niscaya aku membalikkannya layaknya membalikkan perisai

Penyair

Dia adalah Abu al-Atahiyah Ismail bin al-Qasim, lahir tahun 130 H di Ainut Tamar dekat kota Kufah dan wafat di Baghdad tahun 211 H. Abu al-Atahiyah terkenal dengan syair-syair di bidang zuhud, sempat dituduh sebagai zindiq namun tidak terbukti. Adz-Dzahabi berkata tentangnya, “Pemimpin para penyair, seorang sastrawan shalih yang tidak berbanding.”

Penjelasan

1- Penyair mengakui keterbatasan dan kekurangan masa lalunya, dia menyadari itu dan mengetahuinya, selanjutnya dia menjadikannya sebagai sarana untuk berharap memohon kepada Tuhannya agar jangan disiksa karena itu.

2- Penyair mengakui dirinya tidak mempunyai cara untuk selamat, tidak memiliki jalan untuk berkelit selain menggantungkan harapan kepada Tuhannya, harapan agar Dia berkenan memaafkan dan dia pun berbaik sangka kepada Tuhannya.

3- Penyair mengakui dirinya telah banyak melakukan kekeliruan dan terjerumus ke dalam kesalahan, padahal Tuhannya Yang Pemurah telah melimpahkan banyak karunia dan keutamaan, pengakuan dan harapan sekaligus dari penyair.

4- Penyair benar-benar menyesal, penyesalannya mendalam, sampai-sampai jika dia teringat, dia menggigit jari tangannya dan merapatkan giginya sebagai alamat bagi penyesalannya yang terdalam.

5- Orang-orang mengira penyair adalah orang baik, karena mereka hanya tahu apa yang nampak darinya, hakikat sebenarnya hanya Allah yang tahu kemudian yang bersangkutan, penyair merasa dirinya bukan orang baik jika Allah tidak memaafkannya.

6- Penyair membuka sebab penyesalannya atas masa lalunya, yaitu kegilaannya terhadap kehidupan dunia dan pengisiannya terhadap hari-hari kehidupannya dengan angan-angan hampa.

7- Penyair, sekalipun dia terkenal dengan kezuhudannya, tetap merasa bahwa zuhudnya terhadap perhiasan dunia masih belum benar, menurutnya jika zuhudnya benar niscaya dia akan hidup dengan cara yang berbeda sama sekali dengan kehidupan yang dijalaninya. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)