Rasulullah saw pulang dari perang Dzatu Riqa’, beliau membawa kaum muslimin ke sebuah jalan di antara dua bukit untuk beristirahat malam setelah sehari melakukan perjalanan.

Dalam perang ini salah seorang kaum muslimin menawan seorang wanita dari kalangan kaum musyrikin yang pada saat itu suaminya tidak hadir. Ketika suaminya pulang dan tidak melihat istrinya, dia bersumpah dengan nama Lata dan Uzza bahwa dia akan memburu Muhammad dan kawan-kawannya untuk merebut istrinya, dia tidak akan pulang sebelum menumpahkan darah mereka.

Begitu kaum muslimin mengambil tempat untuk istirahat, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menjaga kami malam ini?”

Dua orang sahabat bangkit, keduanya serempak menjawab, “Kami ya Rasulullah.” Dua orang sahabat ini bukan saudara kandung akan tetapi saudara seiman, Rasulullah saw mempersaudarakan keduanya manakala beliau tiba di Madinah.

Keduanya berjalan menuju mulut jalan, salah seorang dari keduanya berkata kepada kawannya, “Mana yang kamu pilih, tidur di awal malam atau di akhir malam?” Kawannya menjawab, “Awal malam.” Maka dia pun tidur meninggalkan kawannya untuk berjaga-jaga.

Malam itu sedemikian damai dan tenang, sahabat yang sedang berjaga-jaga itu pun berdiri menunaikan shalat, hatinya merindukan tilawah al-Qur`an. Dia merasa paling tenang jika membaca al-Qur`an dalam shalat malam, kenikmatan shalat terengkuh bersama kenikmatan tilawah al-Qur`an.

Sahabat itu mulai shalat, dia mulai membaca surat al-Kahfi dengan suaranya yang syahdu dan lembut. Manakala dia sedang tenggelam dalam ibadahnya yang menenangkan tersebut, tiba-tiba laki-laki suami wanita yang ditawan itu datang mengendap-endap. Dia melihat sesosok laki-laki yang berdiri di mulut jalan. Dia mengetahui bahwa laki-laki adalah penjaga kawan-kawannya yang sedang istirahat. Dia merogoh kantong anak panahnya, mencabut sebuah anak panah dan memasangnya di busurnya, lalu anak panah itu melesat kencang ke arah sosok laki-laki yang sedang berdiri.

Anak panah itu tidak meleset, tetapi korbannya langsung mencabutnya dari tubuhnya, shalatnya tidak terpengaruh, dia tetap membaca apa yang dia baca.

Laki-laki itu mengirim anak panah yang kedua, tepat dan tidak meleset, namun sosok yang berdiri tangguh itu tidak terpengaruh, dia melakukan apa yang dia lakukan sebelumnya, mencabutnya dan terus tenggelam dalam apa yang dia lakukan. Panah ketiga pun dilepaskan dan dia pun mencabutnya seperti mencabut dua saudaranya sebelumnya.

Namun kali ini sosok tersebut tidak diam, dia melangkah terseok-seok menuju kawannya yang sedang tidur tidak jauh darinya. Dia membangunkan kawannya, “Bangunlah, luka-luka telah melemahkan kekuatanku.”

Laki-laki pelepas tiga anak panah tersebut melihat dua sosok laki-laki yang dia lihat tangguh, bagaimana tidak? Tiga anak panah dia lepaskan, namun hanya panah yang ketiga yang meninggalkan bekas padanya, itu pun belum mematikannya. Dia pun memilih langkah seribu meninggalkan tempat kejadian.

Kawannya yang tidur bangun dalam keadaan sangat terkejut, dia melihat rekannya yang tadi berjaga berlumuran darah, darah merembes dari tiga lubang tubuhnya bekas tusukan anak panah, dia berkata, “Subhanallah, mengapa kamu tidak membangunkanku ketika anak panah pertama melukaimu?”

“Aku sedang shalat dan membaca sebuah surat, aku tidak ingin memotongnya sebelum aku menyelesaikannya. Demi Allah, kalau aku tidak takut melalaikan tugas yang dibebankan oleh Rasulullah saw kepadaku niscaya kematianku lebih aku sukai daripada aku memutus sebuah surat yang sedang aku baca.” Itulah jawaban sahabat tersebut.

Siapa gerangan keduanya? Korban anak panah dalam shalatnya ini adalah seorang laki-laki mulia dari Anshar, dia adalah Abbad bin Bisyr sedangkan kawannya adalah Ammar bin Yasir. Semoga Allah meridhai keduanya.
(Izzudin Karimi)