Jarang ada orang yang mau babak belur, dikeroyok atau dipukuli rame-rame oleh sekumpulan orang, bahkan mungkin orang yang berhak untuk dipukuli bareng-bareng pun tidak mau babak belur, dia akan mengambil langkah seribu menyelamatkan diri atau berlindung kepada yang bisa memberinya perlindungan.

Tetapi hal itu barang kali tidak berlaku jika demi sebuah prinsip mendasar yang diyakini kebenarannya dan harus dipertahankan sekali pun harus dibayar dengan babak belur, dalam kondisi ini orang tidak akan berlari menghindar tetapi justru mencarinya dan menganggapnya sebagai suatu kebutuhan jiwa terpendam yang harus disalurkan.

Aisyah berkisah, ketika sahabat-sahabat Nabi saw berkumpul, pada saat itu jumlah mereka hanya puluhan orangsaja, Abu Bakar ash-Shiddiq mengusulkan kepada Nabi saw untuk menampakkan diri di depan orang-orang Quraisy dan tidak bersembunyi dari mereka, Nabi saw menanggapi, “Jumlah kita masih sedikit wahai Abu Bakar.”

Namun Abu Bakar terus mengusulkan kepada Nabi saw agar tidak bersembunyi sampai akhirnya Nabi saw mengabulkan usulnya, selanjutnya kaum muslimin berpencar disekita Ka’bah, masing-masing bersama keluarga besarnya. Abu Bakar berdiri untuk berbicara di hadapan hadirin sementara Rasulullah saw sendiri duduk, Abu Bakar menjadi khatib pertama yang menyeru kepada Allah dan kepada Rasulullah saw, maka kaum musyrikin menyerbu Abu Bakar dan menyerang kaum muslimin, mereka dipukuli di sudut-sudut masjid dengan keras, Abu Bakar sendiri diinjak-injak dan dipukuli dengan keras, Utbah bin Rabi’ah, laki-laki fasik mendekat kepada Abu Bakar, dia memukuli Abu Bakar dengan sepasang sandal yang tebal, dia memukul wajahnya dengan keduanya bergantian, dia duduk di atas perut Abu Bakar sambil memukuli wajahnya sehingga hidung Abu Bakar tidak dibedakan dari wajahnya.

Akhirnya Bani Taim, kaum Abu Bakar, datang menyelamatkan, mereka mengusir orang-orang Quraisy dari Abu Bakar, Bani Taim membawa Abu Bakar dalam selembar kain dan memasukkannya ke dalam rumahnya, mereka hampir yakin Abu Bakar mati, kemudian Bani Taim kembali ke Ka’bah, mereka berkata, “Demi Allah, kalau sampai Abu Bakar mati maka kami akan membunuh Utbah bin Rabi’ah.”

Setelah itu mereka menjenguk Abu Bakar. Abu Quhafah, ayah Abu Bakar dan Bani Taim berupaya mengajak Abu Bakar berbicara sampai dia menjawab, di sore hari Abu Bakar berbicara, dia berkata, “Bagaimana keadaan Rasulullah saw?” Maka Bani Taim mencela dan mencibir Abu Bakar, kemudian mereka berdiri dan berkata kepada ibunya, Ummul Khair, “Cobalah memberinya makan sesuatu atau minum sesuatu.”

Ketika Ummul Khair hanya berdua dengan Abu Bakar, dia mencoba memberikan sesuatu kepadanya, namun Abu Bakar selalu menjawab, “Bagaimana keadaan Rasulullah saw?” Maka Ummul Khair menjawab, “Aku tidak mengetahui keadaan kawanmu.” Abu Bakar berkata, “Pergilah kepada Ummu Jamil binti al-Khatthab, bertanyalah kepadanya tentangnya.” Maka Ummul Khair berangkat menemui Ummu Jamil.

Ummul Khair berkata, ”Sesungguhnya Abu Bakar bertanya kepadamu tentang Muhammad bin Abdullah.” Ummu Jamil menjawab, “Aku tidak kenal Abu Bakar dan tidak pula Muhammad bin Abdullah, namun jika engkau ingin aku menemui anakmu maka aku bersedia.” Ummul Khair menjawab, “Ya.” Maka Ummu Jamil berangkat bersamanya, dia mendapati Abu Bakar dalam keadaan sekarat lagi parah, Ummu Jamil mendekat dan dia berkata dengan suara tinggi, “Demi Allah, kaum yang melakukan ini kepadamu adalah kaum fasik lagi kafir, aku berdoa semoga Allah membalas untukmu atas mereka.”

Abu Bakar bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah saw?” Ummu Jamil menjawab, “Ada ibumu, dia mendengar kata-kataku.” Abu Bakar berkata, “Jangan khawatir kepadanya.” Ummu Jamil berkata, “Beliau selamat, keadaan baik-baik saja.” Abu Bakar berkata, “Di mana?” Ummu Jamil menjawab, “Di rumah Ibnu al-Arqam.”

Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku bersumpah tidak makan apa pun atau minum apa pun sebelum aku bertemu Rasulullah saw.” Maka Ummul Khair dan Ummu Jamil meminta Abu Bakar untuk bersabar sesaat sampai keadaan menjadi tenang dan orang-orang kembali normal, pada saat itu keduanya memapah Abu Bakar sehingga keduanya membawanya masuk kepada Rasulullah saw, maka Rasulullah saw menyambutnya dan menciumnya, kaum muslimin juga menyambutnya, Rasulullah saw sangat terharu melihat keadaannya, maka Abu Bakar berkata, “Aku korbankan bapak dan ibuku ya Rasulullah, aku tidak apa-apa, hanya apa yang dilakukan oleh fasik itu terhadap wajahku, ini adalah ibuku, dia adalah wanita yang baik kepada anaknya sedangkan engkau adalah laki-laki penuh kebaikan, maka ajaklah dia kepada Allah, berdoalah untuknya semoga Allah menyelamatkannya dari neraka melalui dirimu.” Maka Rasulullah saw berdoa untuknya dan mengajaknya kepada Allah, maka dia masuk Islam.

Selamat untukmu wahai Abu Bakar dan terima kasih, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas keberanianmu menyuarakan kalimatul haq sekalipun engkau harus babak belur karenanya. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)