Ada empat pendapat di kalangan para ulama tentang kapan sebaiknya makmum berdiri untuk shalat berjamaah?

Madzhab Hanafi berkata, jika makmum mendengar, Hayya alal Falah dalam iqamat atau setelah imam berdiri.

Madzhab Maliki berkata, perkara ini terserah kepada jamaah, bisa di awal, di tengah atau di akhir iqamat atau ba’da iqamat, sebab tidak ada sunnah yang diriwayatkan dalam hal ini.

Madzhab Syafi’i berkata, setelah muqim menyelesaikan iqamatnya jika imam berada di masjid bersama makmum.

Madzhab Hanbali berkata, jika makmum mendengar Qad Qaamatish-Shalah.

Penulis berkata, perkaranya tidak lebih dari sebatas istihbab (dianjurkan), Nabi saw bersabda, “Jika iqamat dikumandangkan maka janganlah kalian berdiri sehingga kalian melihatku.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Qatadah).

Rentang Waktu Antara Adzan Dengan Iqamat

Para fuqaha` telah menyatakan dianjurkannya memisahkan antara adzan dengan iqamat dengan waktu tertentu guna memberi kesempatan kepada kaum muslimin untuk hadir ke masjid atau untuk berwudhu atau untuk melaksanakan shalat sunnah.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal bahwa Nabi saw bersabda, “Baina Kulli Adzanaini Shalah.” Di antara dua adzan terdapat shalat. Beliau mengucapkannya tiga kali, pada kali ketiga beliau menambahkan, “Li man Syaa`a.” Bagi yang ingin.

Adanya shalat di antara dua adzan (adzan dengan iqamat) menunjukkan adanya pemisah di antara keduanya. Berapa lama? Tidak ada patokan baku dalam sunnah dan para fuqaha` juga tidak mematok secara baku sebatas pengetahuan penulis. Wallahu a’lam.

Shalat Sunnah Pada Saat Iqamat

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jika shalat telah diiqamati maka tidak ada shalat kecuali shalat fardhu.” Hadits ini melarang memulai shalat sunnah jika iqamat sudah dikumandangkan, ini adalah pemahaman yang shahih.

Bagaimana jika pada saat shalat sunnah iqamah dikumandangkan? Imam asy-Syafi’i dan Ahmad berkata, shalatnya ditinggalkan berdasarkan zhahir hadits di atas. Imam Malik berkata, jika tidak khawatir tertinggal satu rakaat maka dilanjutkan, jika khawatir maka shalat bersama imam. Imam Abu Hanifah berkata, jika masih ada harapan mendapatkan shalat bersama imam maka dia shalat di samping masjid, jika tidak maka dia masuk mengikuti imam, pendapat Imam Abu Hanifah ini agak jauh. Wallahu a’lam.

Jamaah Lebih Dari Sekali di Satu Masjid

Perkara ini mempunyai lima kemungkinan:

Pertama, hal ini terjadi di masjid yang tidak mempunyai imam ratib (tetap), ini tidak masalah.

Kedua, hal ini terjadi di masjid yang mempunyai imam ratib, namun masjid tersebut tidak menampung seluruh jamaah sehingga diperlukan angkatan kedua. Ini tidak masalah.

Ketiga, hal ini terjadi di masjid yang mempunyai imam ratib dengan imam baru, bukan imam ratib, setelah imam ratib tersebut.

Para fuqaha` berselisih pendapat dalam perkara ini menjadi dua pendapat:

1- Tidak boleh, tidak boleh ada jamaah kedua atau ketiga dalam satu masjid yang mempunyai imam ratib dan masjid tersebut tidak terletak di jalan umum agar orang-orang tidak malas hadir berjamaah bersama imam ratib. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i.

2- Boleh dengan syarat tidak dalam waktu yang sama, ini adalah pendapat Imam Ahmad. Pendapat kedua ini lebih dekat berdasarkan hadits Abu Said bahwa seorang laki-laki masuk masjid sementara Rasulullah saw dan para sahabat telah menyelesaikan shalat, maka Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang bersedekah kepada orang ini untuk shalat bersamanya?” Lalu seorang hadirin berdiri dan shalat bersamanya. (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Keempat, hal itu terjadi di satu masjid pada waktu yang bersamaan, yakni dalam satu masjid ada dua jamaah sekaligus, ini haram.

Kelima, hal ini terjadi di masjid yang terletak di pasar atau di jalan besar di mana para musafir keluar masuk tanpa mengenal waktu, walaupun masjid tersebut mempunyai imam ratib, hal ini tidak masalah. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)