Mandiri Kepribadian

Artinya segala tindakan dan sikap rumah tangga merupakan hasil dari pertimbangan dan keputusan diri yang didasarkan kepada kemaslahatan. Mandiri berarti tidak menjadi photo copi orang lain, tidak berada dalam bayang-bayang orang lain sekali pun dia adalah ibu, karena bagaimanapun rumah tangganya bukan rumah tangga ibu, suaminya bukan suami ibu, ini tidak secara otomatis menutup mata dari pengalaman ibu atau nasihat baiknya, bedakan antara sikap mandiri dengan mempertimbangkan nasihat ibu.

Terkadang sebagian istri terkondisikan oleh keadaan yang membuatnya tetap menjadi seperti bocah yang bergantung kepada ibunya dalam segala hal walaupun dia telah bersuami, dia tidak mampu bertindak terhadap diri dan suaminya kecuali dalam lingkaran dikte dari ibu, jarang ada suami yang suka terhadap istri tipe ini, karena dalam pertimbangannya dia menikahi seorang wanita tersendiri, memilikinya secara independen, tetapi manakala istrinya hanya sebatas kepanjangan tangan dari mertua perempuannya, maka hal ini menyempitkan dadanya, dalam benaknya, “Saya menikahi anaknya, istri saya sebagai insan mandiri, mengapa dia ibarat copian dari ibunya.” Mayoritas suami menginginkan istrinya berkepribadian independen yang menetapkan segala tindakan berdasar kepada pertimbangan matang dan pemikiran pribadi yang memahami.

Tidak diragukan bahwa ketidakmandirian kepribadian merupakan kekurangan, dan pada umumnya pemicunya terletak pada ketidakmatangan kepribadian dan ketimpangan pendidikan sehingga yang bersangkutan tidak memiliki peluang untuk merdeka dalam pemikiran dan tindakan. Jika Anda sebagai suami, maka Anda harus ekstra usaha untuk memandirikannya kecuali jika Anda menerima realita hidup bersama pendamping si anak mami yang manis, yang sedikit-sedikit mami, mami.

Mampu Bermuamalah Dengan Keluarga Suami

Sering terjadi persinggungan dan benturan antara istri dengan keluarga suami disebabkan ketidakmampuan salah satu pihak atau kedua belah pihak bermuamalah dengan yang lain, bisa jadi istri kurang mampu membawa diri atau mungkin salah seorang dari mereka tidak bisa memilih kata-kata yang diucapkannya atau berprilaku tidak baik, sehingga timbul hal-hal yang kurang baik.

Wanita yang membahagiakan adalah wanita yang mampu meredam amarahnya dan memaklumi orang yang bermuamalah kurang baik kepadanya, dia tidak menanggap suami bertanggung jawab terhadap tindakan keluarganya karena pada dasarnya seseorang tidak memikul dosa orang lain.

Salah satu cara terbaik yang bisa ditempuh adalah memposisikan dirinya sebagai bagian dari keluarga suami, mencair dan menyatu dengan mereka, membuang sekat dan menyingkirkan pembatas, memperlakukan mereka dengan cara di mana dia ingin diperlakukan, ketika istri merasakan perasaan ini dan berbuat sesuai dengan titik tolak tersebut maka tidak sedikit probematika yang memperkeruh hubungannya dengan suaminya terkait dengan keluarganya bisa teratasi, tidak ada lagi hubungan buruk menantu dengan mertua atau seorang wanita dengan saudara iparnya.

Menjaga kebersihan

Kebersihan adalah sebaik-baik perhiasan bagi seorang wanita. Kebersihan bisa terus dijaga, sedangkan kecantikan seiring bertambahnya usia akan memudar, sedikit maupun banyak. Istri yang mulia selalu berusaha menampakkan kecantikan dan perhiasan diri kepada suaminya dengan selalu menampakkan kebersihan pada diri, rumah dan segala yang berkait dengannya, karena dia menyadari bahwa kebersihan lebih langgeng baginya daripada kecantikan, bahwa istri yang tidak memperhatikan kebersihannya akan diemohi oleh suaminya.

Salah satu keajaiban yang benar-benar terjadi, bahwa sebagian wanita selalu memakai pakaian terindah dan berhias dengan berbagai perhiasan pada saat keluar rumah, lain soal jika dia berada di rumah, tidak ada kecantikan, tidak ada perhiasan, tidak ada kebersihan, sama dengannya wanita yang menolak menghilangkan bulu yang tidak disukai atau menolak menghilangkan bau tidak sedap dari tempat-tempat tertentu demi suami. Seandainya mereka mengetahui sejauh mana pengaruh dari sikap seperti ini terhadap suami dan bahwa ia bisa diibaratkan sebagai kapak penghancur niscaya mereka tidak akan berani melakukannya dan mereka pasti akan merespon perintah syariat untuk berbersih dan bersuci.

Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa seorang wanita Anshar bertanya kepada Nabi saw tentang bersuci dari haid, Nabi saw mengajarkan kepadanya bagaimana mandi, beliau kemudian bersabda kepadanya, “Ambillah kapas yang telah diolesi minyak wangi dan bersucilah dengannya.” Wanita itu bertanya, “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Nabi saw menjawab, “Bersucilah dengannya.” Dia bertanya, “Bagaimana aku bersuci dengannya ya Rasulullah?” Nabi saw menjawab, ”Subhanallah, bersucilah dengannya.” Sayyidah Aisyah berkata, maka aku menariknya dari tangannya, aku berkata kepadanya, “Letakkan kapas itu di tempat ini dan ini dan bersihkanlah noda-noda darah.” Aisyah mengatakan secara terbuka di mana dia meletakkan kapas tersebut. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Menjaga kepercayaan suami

Wanita yang mulia adalah wanita yang tulus kepada suaminya walaupun dia tidak menyintainya, selama dia terikat dengan suami dengan ikatan pernikahan yang merupakan ikatan kemanusiaan tertinggi maka dia menghormati ikatan tersebut untuk selama-lamanya. Dia mempertahankan dan menjaga kepercayaan yang diberikan oleh suami kepadanya terkait dengan diri dan hartanya serta keluarga. Wanita yang baik adalah wanita yang sadar bahwa hubungan yang berpijak kepada pengkhianatan dan penipuan tidak akan berlangsung lama, kezhaliman dan ketidakjujuran mempunyai batas akhir, pengkhianatan dan selingkuh juga demikian, biasanya menyakitkan dan yang tentu rugi dalam skala paling besar adalah wanita.

Menjaga keprcayaan merupakan tabiat dan pembawaan wanita shalihah, dia mengetahui hakikat-hakikat ini, dia menyadari dengan perasaanya yang tajam, dan karena dia adalah wanita yang lurus beradab, di dalam jasad dan ruhnya mengalir kecintaan terhadap akhlak dan keluhuran sebelum kecintaan kepada segala sesuatu maka dia tidak akan mengizinkan dirinya berpaling kepada orang lain selain suaminya.

Tidak diragukan bahwa wanita yang bisa dipercaya dan tulus tersebut berhak meraih sanjungan indah yang dengannya al-Qur`an menyatakan, “Maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah Telah memelihara (mereka).” (An-Nisa: 34).

Islam tidak merasa cukup dengan memuji sifat tersebut pada diri seorang wanita, lebih dari itu Rasulullah saw mengkategorikannya sebagai salah satu dari tiga sifat yang merupakan ciri khasnya, “Sebaik-baik wanita.”

Benar, sebaik-baik wanita, beliau bersabda dalam hadits shahih, “Sebaik-baik wanita adalah wanita yang jika kamu memandangnya dia membuatmu berbahagia, jika kamu memerintahkannya maka dia menaatimu, jika kamu meninggalkannya maka dia menjagamu pada dirinya dan hartamu.” (HR. Abu Dawud dari Ibnu Abbas).
(Izzudin Karimi)