Nama Pengarangnya

Ia adalah Syaikhul Islam dan Penghulu kaum Muslimiin pada masanya, al-Hafizh, al-Hujjah, Imam, Qudwah, orang yang disepakati keagungan kedudukannya oleh yang pro maupun kontra, Abu Abdillah, Ahmad bin Muhammad adz-Dzuhli, asy-Syaibani, dilahirkan tahun 164 H, dan wafat tahun 241 H.

Tentang Kitab Al-Musnad

Metode Penyusunannya

Beliau rahimahullah menyusunnya berdasarkan tingkatan keterdahuluan seorang shahabat dalam masuk Islam dan kedudukannya dari aspek keagamaan. Beliau memulai dengan menyebutkan sepuluh shahabat, dengan mendahulukan para khalifah atas yang lainnya, kemudian Ahli Badr, kemudian Ahli Hudaibiah, dst.

Kedudukan Musnad

Hanbal berkata, “Ahmad bin Hanbal mengumpulkan kami; aku, Shalih dan Abdullah, lalu membacakan Musnad kepada kami. Tidak ada orang lain yang mendengarkannya selain kami. Ia berkata, “Kitab ini aku kumpulkan dan aku pilah dari 750.000 hadits lebih. Hadits Rasulullah SAW yang diperselisihkan kaum Muslimin hendaknya merujuk kepadanya. Jika kamu mendapati, maka itu baik dan jika tidak, maka itu bukan hujjah.”

Abu Musa, Muhammad bin Abu Bakar al-Madini berkata, “Kitab ini merupakan pokok yang besar, dan sumber yang terpercaya bagi para ahli hadits. Beliau memilahnya dari banyak hadits dan apa-apa yang didengarnya. Beliau menjadikannya sebagai imam dan pegangan, dan di saat terjadi pertaikaian, maka ia menjadi tempat berlindung dan pedoman.”

Jumlah Hadits Dalam Musnad

Bila termasuk juga hadits-hadits yang diulang, maka jumlahnya ada 40.000 hadits, sedangkan tanpa pengulangan, maka ada 30.000 hadits.

Jumlah Shahabat Yang Sanadnya Dikeluarkan di Dalam Musnad

Abu Musa berkata, “Adapun jumlah para shahabat, maka sekitar 700 orang laki-laki dan seratusan lebih wanita.”

Ibn al-Jazari berkata, “Aku sudah menjumlah mereka, maka jumlahnya mencapai 690-an perawi laki-laki, tanpa perawi wanita. Lalu aku menjumlah para perawi wanita, maka jumlah mereka mencapai 96 orang. Musnad memuat sekitar 300 orang shahabat, selain mereka yang belum disebutkan namanya, baik yang hanya disebut dengan Ibn atau pun nama-nama yang tidak diketahui (Mubham), dan selain mereka.”

Al-Hafizh berkata di dalam mukaddimah Ta’jil al-Manfa’ahi, “Di dalam Musnad tidak terdapat hadits yang dinilai sebagai tidak memiliki asal (dasar0, kecuali hanya 3 atau 4 hadits saja, di antaranya hadits Abdurrahman bin ‘Auf, bahwa ia masuk surga dengan merangkak…”

Perhatian Ulama Terhadap Musnad Ahmad

1. Al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin al-Muhibb ash-Shamith menyusunnya berdasarkan Mu’jam shahabat dan para perawi dari mereka seperti penyusunan kitab-kitab Athraf.

2. Al-Hafizh Abu al-Fida` ‘Imaduddin Isma’il bin ‘Umar bin Katsir mengambil Kitab Musnad melalui penyusunan yang dibuat Ibn al-Muhibb dan ia beri nama ‘Jami’ al-Masanid Wa as-Sunan.’

3. Al-Hafizh Ibn Hajar juga menyusunnya berdasarkan metode penyusunan kitab Athraf, yang diberi nama ‘Athraf al-Musnid al-Mu’tali Bi Athraf al-Musnad al-Hanbali.’ Kemudian ia menggabungkannya dengan sepuluh kitab dalam kitabnya ‘Ithaf as-Sadah al-Maharah al-Khayyirah Bi Athraf al-Kutub al-‘Asyarah.’

4. al-Hafizh Syamsuddin al-Husaini dalam kitabnya ‘al-Ikmal Biman Fi Musnad Ahmad Minar Rijal Mimman Laisa Fi Tahdzib al-Kamal Li al-Mizzi’ memuat riwayat hidup para perawinya, kemudian memuat para perawinya juga dalam kitabnya ‘at-Tadzkirah Bi Rijal al-‘Asyrah’, yaitu al-Kutub as-Sittah; Muwaththa` Malik; Musnad Ahmad; Musnad asy-Syafi’i dan Musnad Abi Hanifah. Al-Hafizh Ibn Hajar telah meringkasnya dalam kitabnya Ta’jil al-Manfa’ah, dengan memuat sebatas para perawi empat kitab Sunan.

5. Syaikh Ahmad bin Abdurrahm as-Sa’ati menyusunnya berdasarkan kitab-kitab dan bab-bab untuk memudahkan para penuntut ilmu dalam mengambil manfaat Musnad. Ia menamakan kitabnya “al-Fat-h ar-Rabbani Bi Tartib Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani,” kemudian kembali mensyarahnya dan mengeluarkan hadits-haditsnya dalam kitabnya yang diberi nama “Bulugh al-Amani Min Asrar al-Fat-h ar-Rabbani.”

6. Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Syakir juga memberikan perhatian kepada kitab Musnad Ahmad, dengan mensyarah Gharib-nya (kata-kata yang asing,unik) lalu menilai kualitasnya dari sisi keshahihan dan ke-dha’if-annya sesuai dengan ijtihad yang mampu dikerahkannya. Kemudian ia membuat Faharis (index) dengan membaginya kepada dua bagian: Faharis lafazh seperti faharis untuk tokoh dan semisalnya; Faharis ‘Ilmiah seperti yang dibuatnya pada kitab ar-Risalah karya Imam asy-Syafi’i. Beliau wafat sebelum sempat menyempurnakannya. Apa yang telah dikerjakannya mencapai hampir seperempatnya (menurut yang kami ketahui, syarah ini telah dilanjutkan dan disempurnakan oleh murid-murid beliau, wallahu a’lam-red).