Di zaman khilafah al-faruq Umar bin al-Khatthab, kaum muslimin ditimpa kekeringan panjang, didera kemarau yang membinasakan tanaman dan mengeringkan hewan-hewan ternak, kaum muslimin dalam kesulitan dan kesempitann hidup yang luar biasa, tahun akhirnya dikenal dengan tahun ar-Ramadah, tahun ar-Ramadah adalah tahun di mana bumi kering-kerontang karena tidak kunjung disiram hujan dalam waktu yang sangat panjangn sehingga warnanya seperti ar-ramad (abu kayu bakar) dan orang-orang pun kelaparan, maka tahun tersebut dinamakan demikian.karena kerasnya paceklik dan beratnya kesulitan hidup.

Kesulitan yang menimpa manusia semakin meningkat, kesengsaraan yang menedera mereka semakin meningkat, di suatu pagi orang-orang menghadap kepada Umar, mereka berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya langit tidak menurunkan airnya dan bumi tidak menumbuhkan, orang-orang sudah berada di jurang kebinasaan. Lakukan sesuatu untuk mereka?”

Umar memandang mereka dengan wajah yang teriris oleh kesedihan, hatinya tersayat pedih oleh penderiataan mereka, dia hanya bisa menjawab, “Bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah. Aku berharap Allah mengangkat kesulitan yang menimpa kalian dalam waktu dekat.”

Siang hampir berlalu saat orang-orang membaicarakan kafilah dagang milik Usman bin Affan yang datang dari Syam yang akan tiba di Madinah di pagi hari dan shalat Shubuh ditunaikan, maka orang-orang langsung berhamburan berduyun-duyun menyambut kafilah dagang. Tak tertinggal, pedagang dan saudagar Madinah pun ikut menyambut, kafilah yang terdiri dari seribu ekor unta dengan gandum di punggungnya, minyak, kismis dan bahan-bahan makanan yang lain.

Unta-unta itu menderum di depan rumah Usman bin Affan, para pelayan mulai menurunkan muatan di punggungnya. Saudagar-saudagar sibuk menemui Usman, mereka berkata, “Juallah apa yang baru tiba kepada kami, wahai Abu Amru.” Usman menjawab, “Dengan senang hati, tetapi berapa keuntungan yang kalian tawarkan kepadaku?” Mereka menjawab, “Satu dirham dengan dua dirham.”

Usman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari itu.” Maka mereka menaikkan tawaran. Usman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari tambahan kalian itu.” Mereka pun menaikkan tawaran. Usman berkata, “Ada yang berani lebih tinggi dari itu.” Maka mereka berkata, “Wahai Abu Amru, di Madinah ini tidak ada pedagang lain selain kami dan tidak ada yang mendahului kami kepadamu. Lalu siapa yang berani lebih tinggi daripada kami?”

Usman menjawab, “Allah, Dia memberiku sepuluh dirham dengan setiap satu dirham. Ada yang berani lebih tinggi?” Mereka menjawab, “Tidak wahai Abu Amru.” Maka Usman berkata, “Sesungguhnya aku menjadikan Allah sebagai saksi bahwa aku mensedekahkan muatan kafilah kepada orang-orang miskin kaum muslimin, aku tidak mencari dinar atau dirham dari sispa pun. Aku hanya mencari pahala dan ridha Allah.”

Benarlah Rasulullah saw yang sebelumnya berkata, “Ma dharra Usman ma amila ba’dal yaum.” Tidak merugikan Usman apa yang dia lakukan setelah hari ini. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)