Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Saya memohon dengan hormat agar kalian memberikan jawaban atas pertanyaan berikut ini, semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan taufik kepada kalian bagi setiap kebaikan.

Apakah boleh bagi orang yang takwa dan shalih, yang tidak diragukan dalam agama dan akhlaknya untuk mengambil ujrah (upah) atas ruqyah syar’iyah dari al-Qur`an dan as-Sunnah padahal dia tidak memintanya, atau memberikan syarat upah apapun. Ia hanya menggunakannya untuk biaya hidupnya dan melakukan kebaikan. Apa hukum dia mengambil harta ini? Apa dalilnya? Dan jika hukumnya boleh, apakah pahalanya dikurangi dari kadar pengambilan harta yang dia syaratkan atau tidak?

Jawaban:

Wa ‘alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Tidak ada halangan mengambil upah terhadap ruqyah syar’iyah dengan syarat sembuh dari sakit dan hilang bekasnya, dan dalil yang demikian adalah hadits Abu Sa’id Radiyallahu ‘anhu, bahwa beberapa sahabat singgah di suatu kaum, namun mereka tidak memberikan jamuan, lalu pimpinan kaum tersebut digigit (binatang berbisa, ular, pent). Maka mereka melakukan berbagai cara namun tetap tidak berhasil. Sebagian mereka berkata, “Bagaimana kalau kalian mendatangi mereka yang singgah (mampir),” mereka pun mendatangi para sahabat itu. Sebagian sahabat berkata, “Demi Allah, kami bisa meruqyah, tetapi kami telah mampir (singgah), namun kalian tidak memberikan jamuan. Saya tidak akan membacakan (ruqyah) kecuali dengan upah.” Akhirnya mereka sepakat atas (upah) sekelompok kambing. Ia langsung meludah sedikit dan membaca alhamdulillahi rabbil ‘alamin… (surat al-Fatihah). Maka kepala suku bangkit, seolah-olah ia lepas dari ikatan. Mereka pun membayar upah yang telah ditentukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bagikanlah di antara kalian dan tentukan satu bagian untukku bersama kalian.” (HR.al-Bukhari, Kitab ath-Thibb, no. 5749; Muslim, Kitab as-Salam, no. 2201.)

Beliau menetapkan kepada mereka penentuan syarat dan mereka pun memberikan bagian untuk beliau sebagai tanda kebolehannya, namun dengan syarat; ia melakukan ruqyah syar’iyah. Jika bukan syar’iyah maka tidak boleh. Dan tidak disyaratkan melainkan setelah selamat dari sakit (setelah sembuh) dan hilangnya penyakit.

Dan yang utama bagi pembaca ruqyah adalah tidak memberi syarat, dan hendaklah melakukan ruqyah untuk kemanfaatan orang-orang yang beriman serta menghilangkan bahaya dan sakit. Jika mereka memberikan sesuatu kepadanya tanpa syarat mengambil upah yang (memang) bukan merupakan tujuannya, jika mereka memberikan kepadanya sesuatu yang lebih banyak dari haknya, maka sebaiknya ia mengembalikan kelebihannya kepada mereka. Dan jika ia memberikan syarat maka janganlah memberikan syarat yang ketat, namun sekedar keperluan mendesak. Wallahu a’lam.

( Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang beliau tandatangani )

Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini, jilid 3, hal:171-172, cet: Darul Haq Jakarta, di posting oleh Yusuf Al-Lomboky