Sedikitnya jumlah laki-laki dibanding perempuan, telah dikabarkan oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, dimana beliau bersabda :

إن من أشراط الساعة أن يرفع العلم ويكثر الجهل ويكثر الزنا ويكثر شرب الخمر ويقل الرجال وتكثر النساء

“Sesungguhnya yang termasuk tanda – tanda Kiamat adalah diangkatnya ilmu, menyebarnya kebodohan, menyebarnya zina, menyebarnya minum khomr dan sedikitnya laki-laki dan banyaknya perempuan…” ( Muttafaq ‘Alaihi )

Dan itulah kenyataan yang terlihat oleh kita disetiap zaman, dimana jumlah laki-laki selalu lebih sedikit daripada jumlah perempuan.

Jikalau jumlah laki-laki sepadan dengan jumlah perempuan, maka tidak diragukan lagi setiap satu dari mereka akan mendapatkan pasangannya dan tidak akan terjadi ketimpangan. Namun bagaimana bila jumlah laki-laki lebih sedikit daripada jumlah perempuan?
Bila setiap satu laki-laki menikah dengan satu perempuan, maka akan banyak perempuan yang tidak mendapatkan pasangan nikah. Dan sudah menjadi fithrah bahwa wanita ingin menikah, disayangi, menjadi ibu bagi anak – anaknya dan sebagainya. Di samping kebutuhan perempuan kepada laki-laki sebagaimana laki-laki membutuhkan perempuan. Lalu bagaimanakah solusi yang diberikan kepada perempuan yang tidak mendapatkan pasangan nikah?

Dalam hal ini, setidaknya ada tiga solusi yang ditawarkan, yaitu :

Pertama : Setiap satu laki-laki menikah dengan satu perempuan dan memaksa perempuan yang tidak mendapatkan pasangan agar tidak menikah dan agar hidup sendiri tanpa suami dan kelucuan anak – anak.

Kedua : Setiap satu laki-laki menikah dengan satu perempuan saja, lalu si laki-laki main gelap dengan perempuan lain yang tidak mendapatkan pasangan tanpa ikatan pernikahan. Ini agar si perempuan yang tidak mendapatkan pasangan nikah tetap mendapatkan kebutuhannya terhadap laki-laki dan memenuhi kebutuhannya untuk menjadi ibu dari anak – anaknya.

Ketiga : Setiap satu laki-laki menikah dengan lebih dari satu perempuan, baik dua, tiga atau empat dengan nikah yang sesuai syariat, sebagai ganti dari main serong, pelacuran ataupun perbuatan haram lainnya.

Manakah solusi yang terbaik?

Kalau solusi pertama, dimana perempuan tidak boleh menikah dan tidak mendapatkan suami, maka hal seperti itu berlawanan dengan fitrah dan tabiat manusia. Perempuan tidak mungkin tidak butuh pada laki-laki. Kerja dan karir tidak mungkin bisa menghilangkan kebutuhan fithrah untuk hidup dengan normal dengan memenuhi kebutuhan biologisnya, disayangi, mendapatkan ketentraman dan sebagainya yang bisa dia dapatkan dari pasangan hidupnya.

Adapun solusi kedua, hal seperti ini bertentangan dengan syariat Islam dan tidak sejalan dengan kehidupan masyarakat yang islami, juga merendahkan kemuliaan wanita, disamping hal ini secara otomatis menyebabkan menyebarnya perbuatan keji, yaitu perzinahan.

Jadilah solusi ketiga sebagai solusi yang terbaik. Karena solusi ini bisa mengangkat perempuan kepada mulianya pelaminan, mendapatkan tentramya rumah tangga, kebanggaan berteduh di bawah naungan rumah tangga, menghilangkan siksaan batin dan seluruh rasa kekhawatiran di dalam hati. Solusi ini bisa mencegah dari campur – baurnya keturunan dan segala perbuatan keji dari kehidupan bermasyarakat.
Solusi ini lebih berperikemanusiaan, lebih menunjukkan keksatriaan, lebih mulia bagi perempuan dan lebih banyak manfaatnya.

Itulah solusi yang yang diberikan oleh Islam.
Solusi yang selalu cocok di setiap zaman dan tempat, karena dia datang dari Yang Maha Mengetahui segala kebutuhan makhlukNya.
Solusi yang berupa syariat yang selalu diterima oleh orang – orang yang fitrahnya masih suci dan akalnya belum terkotori oleh penyakit – penyakit ganas.
Wallahu a’lam ( Abu Maryam)