فَجَآءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَآءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِى يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَاسَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَآءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لاَتَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ {25} قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَآأَبَتِ اسْتَئْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِينُ {26} قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَىَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ وَمَآأُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّالِحِينَ {27} قَالَ ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا اْلأَجَلَيْنِ قَضَيْتَ فَلاَ عُدْوَانَ عَلَىَّ وَاللهُ عَلَى مَانَقُولُ وَكِيلٌ {28}

”Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan kemalu-maluan, ia berkata:”Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”.Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya).Syu’aib berkata:”Janganlah kamu takut.Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata:”Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. Berkatalah dia (Syu’aib):”Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. Dia (Musa) berkata:”Inilah (perjanjian) antara aku dan kamu.Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi).Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”. (QS.al-Qashash: 25-28)

Setelah duduk-duduk di tempat yang teduh dan mengucapkan:

…فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَىَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ {24}

“…Ya Rabbku, sesungguhnya aku sangat membutuhkan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS.al-Qashash: 24)

Ucapannya didengar oleh kedua wanita itu. Lalu, keduanya segera menemui bapaknya. Ada yang mengatakan bahwa Musa ‘alaihissalam tidak menghendaki mereka berdua segera pulang ke rumahnya.

Selanjutnya, kedua wanita itu menceritakan peristiwa yang dialami oleh Musa ‘alaihissalam kepada bapaknya. Setelah itu, bapaknya menyuruh salah seorang dari keduanya untuk pergi menemui Musa ‘alaihissalam dan memanggilnya.

فَجَآءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَآءٍ …{25}

”Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu-malu….” (QS.al-Qashash: 25)

Yaitu seperti jalannya calon pengantin. Lalu dia berkata:

… إِنَّ أَبِى يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَاسَقَيْتَ لَنَا … {25}

“…Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami…”(QS.al-Qashash: 25).
Dia mengatakan hal tersebut secara jelas dan terang-terangan agar ucapannya itu tidak membingungkan dan menjadikannya ragu. Dan yang demikian itu akibat dari rasa malu yang sangat dalam dan pemeliharaan (kehormatan) dirinya dari kaum laki-laki.

…فَلَمَّا جَآءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ … {25}

“…Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya)… “(QS.al-Qashash: 25).

Musa ‘alaihissalam menceritakan tentang dirinya dan apa yang menyebabkan kepergiannya dari Mesir. Kemudian orang tua itu berkata kepadanya:

… لاَتَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ {25}

“…Janganlah kamu takut.Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu…”(QS.al-Qashash: 25).

Maksudnya, engkau sudah keluar dan bebas dari kekuasaan mereka dan sekarang engkau tidak lagi di negeri mereka. Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai orang tua yang dimaksud, siapakah dia sebenarnya?

Ada yang berpendapat, bahwa orang tua itu adalah Syu’aib ‘alaihissalam dan inilah yang masyhur di kalangan mayoritas ulama. Di antara ulama yang menetapkan hal itu adalah al-Hasan al-Bashri dan Malik bin Anas rahimahumallah. Dan dalam sebuah hadits, hal itu disebutkan seecara jelas, tetapi sanad/jalur riwayat hadits itu masih perlu peninjuan.

Maksudnya, ketika Musa ‘alaihissalam bertamu dan menceritakan kisah yang dialaminya, maka Syu’aib ‘alaihissalam memberitahukan kepadanya, bahwa dia telah selamat. Pada saat itu, salah satu dari kedua puterinya berkata:

… يَآأَبَتِ اسْتَئْجِرْهُ …{26}

“…Wahai bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita) …”(QS.al-Qashash: 26).

Yakni, untuk menggembala kambingmu, dan setelah itu, dia memujinya.

…إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِينُ {26}

“…Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya…”(QS.al-Qashash: 26)

‘Umar, Ibnu Abbas, Syuraih al-Qadhi, Abu Malik, Qatadah, Muhammad bin Ishaq, dan ulama lainnya mengatakan:”Ketika puterinya mengatakan hal itu, maka bapaknya berkata:’Apa yang kau ketahui tentang orang ini?’Puterinya menjawab:’Dia mampu mengangkat batu besar yang tidak akan dapat diangkat kecuali oleh sepuluh orang. Dan ketika aku datang bersamanya, aku berjalan di depannya, lalu dia (Musa) berkata:’Berjalanlah engkau d belakangku. Jika jalan bercabang lemparkanla untukku kerikil, hingga aku dapat mengetahui mana jalan yang harus ditempuh.’”

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَىَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ وَمَآأُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّالِحِينَ {27}

“… Berkatalah dia (Syu’aib):”Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik…”(QS.al-Qashash: 27)

Sejumlah ulama dari pengikut Abu Hanifah rahimahullah menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan sahnya apabila seseorang menjual salah satu dari kedua hamba, dua baju, dan lain-lainnya (tanpa menentukan secara spesifik). Hal itu di dasarkan pada firman-Nya:

… إِحْدَى ابْنَتَىَّ هَاتَيْنِ … {27}

“… Salah seorang dari kedua anakku itu …”(QS.al-Qashash: 27)

Namun, dalam hal ini masih diperlukan adanya peninjuan/pengkajian, karena yang demikian itu merupakan penawaran dan bukan akad perjanjian. Wallahu A’lam.

Sedangkan para pengikut Imam Ahmad rahimahullah menggunakan ayat di atas sebagai dalil yang menunjukkan kebolehan memberi upah kepada pekerja dalam bentuk makanan atau pakaian, sebagaimana yang sudah layak dilakukan orang. Mereka memperkuat pendapat mereka itu dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitabnya, Sunan Ibnu Majah, yang diberi judul dengan bab Istijaar al-Ajiir ‘alaa Tha’aami Bathnihi (membayar upah pekerja dengan makanan)

Dari ‘Utbah bin an-Nudar, dia bercerita, kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau membaca ayat,”Thaa Siin Miim. Ini adalah ayat-ayat kitab al-Qur’an yang nyata dari Allah.” Ketika sampai pada penggalan ayat, “Kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman,” beliau bersabda:”Sesungguhnya Musa ‘alaihissalam menjual tenaganya selama delapan tahun –atau sepuluh tahun- untuk menjaga kesucian kemaluannya dan makanan perutnya. (Hadits Dhaif, dirirwayatkan oleh Ibnu Majah dan ath-Thabrani dengan sanad lemah sekali, sebagaimana yang dikemukakan oleh Syaikh al-Albani dalanm Irwaa-ul Ghallil)

Dari sisi ini, hadits di atas tidak shahih, tetapi hadits itu diriwayatkan pula dari sisi yang lain. Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا اْلأَجَلَيْنِ قَضَيْتَ فَلاَ عُدْوَانَ عَلَىَّ وَاللهُ عَلَى مَانَقُولُ وَكِيلٌ {28}

“Dia (Musa) berkata:”Inilah (perjanjian) antara aku dan kamu.Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi).Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”. (QS.al-Qashash: 28)

Dia menceritakan bahwa Musa ‘alaihissalam berkata kepada calon mertuanya:”Terserah engkau saja, mana pun di antara kedua tempo itu yang engkau tetapkan, maka aku tidak akan menolaknya. Allah mendengar dan menjadi saksi atas apa yang kita katakan ini.”

Sehingga dengan demikian itu, Musa ‘alaihissalam tidak menunaikan kewajibannya melainkan dengan sempurna, yaitu sepuluh tahun penuh.

Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkandari Sa’id bin Jubair rahimahullah, dia menceritakan, ada seorang Yahudi dari penduduk Hirah bertanya kepadaku:”Manakah dua batas waktu yang ditentukan yang dipenuhi oleh Musa?”Lalu kujawab:”Aku tidak mengetahuinya sehingga kutanyakan terlebih dahulu kepada ahli agama dari bangsa Arab. Kemudian aku menemuinya dan menanyakan hal itu kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma. Dan, dia mengatakan:’Musa ‘alaihissalam memenuhi batas waktu yang terbanyak dan paling bagus. Sesungguhnya jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan sesuatu, maka dia pasti akan mengerjakannuya.’”

(Sumber:Kisah Shahih Para Nabi, Pustaka Imam asy-Syafi’i hal 51-57. Disadur oleh Abu Yusuf Sujono)