Sufyan ats-Tsauri menceritakan kepada Abdullah bin al-Mubarak. Ada seorang wanita di Kufah bernama Ummu Hassan, ia rajin beribadah. Dia berkata, “Kami berkunjung ke rumah keluarganya. Kami tidak mendapati sesuatu apapun, hanya sepotong tikar usang…” Ats-Tsauri berkata kepadanya, “Kalau kamu menulis surat kepada sebagian saudaramu, mungkin mereka berkenan memperbaiki kehidupanmu.” Wanita itu menjawab, “Wahai Sufyan, dulu kamu adalah seorang yang agung di mataku, besar di hatiku, sejak dahulu. Sesungguhnya saya tidak meminta dunia kepada Dzat yang menguasai, memiliki dan mengendalikannya. Bagimana saya meminta kepada yang tidak menguasainya, tidak memilikinya dan tidak mengendalikannya? Wahai Sufyan, demi Allah, saya tidak suka mempunyai waktu di mana saya menggunakannya kecuali hanya untuk Allah.” Ucapan wanita ini membuat Sufyan menangis.

Wanita lain, dia menerima apa adanya, memegang amanat harta orang lain. Ar-Rabi’ bin Khaisyam melewatinya. Apabila sore hari tiba, dia mendatangi seekor kambing betinanya. Dia memerah air susunya dan meminumnya, kemudian dia memerahnya lagi dan memberikannya kepada Ar-Rabi’.

Pada hari ketiga ar-Rabi’ berkata kepadanya, “Wahai Ibu, mengapa Ibu tidak mengambil susu dari selain kambing itu?” Dia menjawab, “Ya Abdullah, itu bukan milikku.” Ar’Rabi’ bertanya, “Mengapa selalu dari kambing ini?” Wanita itu menjawab, “Ini kambing pemberian, saya meminum susunya dan memberi minum siapa saja yang saya inginkan.”

Ar-Rabi’ berkata, “Apakah Ibu tidak mempunyai pekerjaan lain yang lebih besar dari itu?” Dia menjawab, “Tidak. Ketika saya berada dalam suatu keadaan, saya tidak pernah berharap keadaan yang lain, karena saya menerima pembagian Allah kepada saya.”

Ar-Raghib al-Ashfahani menyebutkan di dalam Al-Muhadlaraat bahwa seorang laki-laki datang mencari Syaqiq al-Balakhi, lalu istrinya menjawab, “Dia pergi berjihad.” Laki-laki itu bertanya, “Apa yang dia tinggalkan untukmu?” Istrinya menjawab, “Apakah Syaqiq pemberi atau penerima rizki?” Dia menjawab, “Penerima rizki.” Istrinya berkata, “Si penerima rizki meninggalkan bagi kami si Pemberi rizki. Kamu jangan kembali lagi ke sini karena kamu bisa merusak hati kami.”

Seorang hamba shalih dan ahli zuhud Zahid Bisyr Al-Hafi, mempunyai tiga saudara perempuan. Mereka ahli zuhud dan ibadah, Yang lebih tua darinya bernama Mudhghah. Ia meninggal dunia mendahuluinya, karenanya Bisyr sangat sedih dan banyak menangis. Dia ditanya tentang hal itu. Lalu dia menjawab, “Sesungguhnya apabila seorang hamba lalai dalam ketaatan kepada Tuhannya, niscaya Dia mengambil orang terkasihnya. Dia itu adalah orang terkasih bagiku di dunia ini.”

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Suatu hari saya sedang berada di rumah bersama bapak saya, tiba-tiba pintu diketuk seseorang. Bapak berkata kepada saya, “Lihatlah siapa yang datang?” Saya melihat dan ternyata seorang wanita. Dia berkata, “Mintakan izin untukku kepada Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hanbal).” Lalu saya memintakan izin untuknya. Bapak berkata, “Suruh dia masuk.” Dia masuk, memberi salam dan berkata, “Wahai Abu Abdillah, saya seorang wanita yang menenun di malam hari dengan cahaya lampu, kadang-kadang lampunya mati, dan saya menenun di bawah cahaya rembulan, apakah saya harus menjelaskan tenunan rembulan dengan tenunan lampu?” (Maksudnya hasil tenunan di bawah sinar rembulan mungkin tidak sebaik hasil tenunan dengan lampu).

Imam Ahmad berkata kepadanya, “Kalau menurutmu keduanya berbeda, maka kamu harus menjelaskannya.” Wanita itu bertanya, “Rintihan orang sakit termasuk mengeluh?” Imam Ahmad menjawab, “Mudah-mudahan tidak. Ia adalah pengaduan kepada Allah.”

Abdullah berkata, “Lalu dia berpamitan dan keluar.” Bapak berkata kepadaku, “Wahai anakku, saya tidak pernah menemui seseorang yang bertanya seperti itu. Ikutilah dia, lihatlah ke mana dia masuk?” Abdullah berkata, “Lalu aku mengikutinya. Ternyata dia masuk rumah Bisyr al-Hafi. Dia adalah saudaranya.”

Abdullah berkata, “Saya pulang dan memberitahu Bapak.” Bapak berkata, “Mustahil hal itu, kecuali saudara perempuan Bisyr Al-Hafi.” Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)