Sikap Umar radhiyallahu ‘anhu

Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berdiri dan berkata:”Sesungguhnya beberapa orang dari kaum munafiq beranggapan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tela wafat! Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu tidak mati, akan tetapi beliau pergi menemui Rabb/Tuhannya sebagaimana Musa ‘alaihissalam pergi mengahadap Rabbnya, ia pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian akan kembali lagi kepada mereka setelah sebelumnya dikabarkan telah mati. Demi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam benar-benar akan kembali sungguh dia akan memotong tangan dan kaki mereka yang menganggap bahwa beliau telah mati.”(Ibnu Hisyam II/655)

Sikap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu datang dengan menunggang kuda dari tempat tinggalnya di kampung Sanah, kemudian ia turun dan masuk ke dalam masjid, ia tidak berbicara kepada mereka yang hadir, hingga masuk ke bilik ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan menuju ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang ditutupi dengan kain lebar. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu membuka wajah beliau, kemudian menundukkan kepala kepadanya, lalu menciumnya dan menangis. Selanjutnya ia berkata:”Ayah dan ibuku, sebagai tebusan bagimu Allah tidak akan menyatukan padamu dua kematian, adapu kematian yang telah ditetapkan oleh Allah atasmu telah engkau alami.”

Kemudian Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu keluar, sedangkan Umar tengah berbicara dengan orang-orang yang hadir di masjid, Abu Bakar berkata:”Duduklah wahai Umar!” Akan tetapi Umar tidak mau duduk. Kemudian Abu Bakar membaca kalimat syahadat, sehigga orang-orang mengerumuninya dan meninggalkan Umar radhiyallahu ‘anhu. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata:”Amma ba’du, barang siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya beliau telah mati! Dan barang siapa di antara kalian yang menyembah Allah sesungguhnya Allah itu Maha hidup dan tidak akan mati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولُُ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِينَ {144}

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. (QS.Ali-Imran:144)

Ibnu ’Abbas radhiyallahu’anhuma berkata:”Demi Allah! Sungguh seakan-akan para Sahabat pada pada saat itu tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini, kecuali setelah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu membacanya, kemudian semua orang mendengarnya dari Abu Bakar, dan aku tidak mendengar seorang pun dari manusia kecuali ia membacanya.”

Ibnul Musayyib rahimahullah berkata, Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:”Demi Allah! Tidaklah aku mendengar Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu membacanya, kecuali aku tercengang hingga kedua kakiku tak mampu lagi menyanggaku, kemudian aku terjatuh ke tanah pada saat ia membacanya, pada saat itu baru aku menyadari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat.”

Mempersiapkan dan Melepas Kepergian Jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Yang Mulia.

Telah terjadi perselisihan dalam masalah kekhilafahan, sebelum mereka, para Sahabat radhiyallahu’anhum mengurus jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga berlangsung dialog, diskusi, perdebatan antara kaum Muhajirin dan Anshar di Saqifah kebun Bani Saa’idah, dan akhrinya mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai kahalifah. Dan hal ini berlangsung sepanjang hari senin hingga masuk waktu malam, kemudian mereka sibuk mengurusi jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga akhir malam (malam selasa) mendekati shubuh jasad beliau yang diberkahi masih berada di kasur tertutup kain, dan pintunya ditutup bagi orang lain kecuali keluarganya.

Hari selasa mereka memandikan beliau tanpa melepas pakaianny, orang-orang yang memandikannya adalah Al-‘Abbas, Ali, al-FAdhl bin al-Abbas, Qutsm bin al-Abbas, Syaqran budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Usamah bin Zaid dan Aus bin Khouli radhiyallahu’anhum. Al-Abbas, al-Fadhl dan Qutsm yang membalik jasad belau, sedangkan Usamah dan Syaqran yang menyiramkan airnya, sedang Ali yang membasuhnya dan Aus yang menyandarkan beliau ke dadanya.

Beliau dibasuh dengan air dan bidara tiga kali basuhan, dan dimandikan dengan air dari sebuah sumur yang bernama al-Ghars milik Sa’d bin Haitsamah di Kuba’ yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah meminum air dari sumur tersebut.(lihat Thabaqat Ibnu Sa’d II/277-281)
Kemudian mereka mengkafaninya dengan tiga helai kain tenunan Yaman. Kain itu berwarna putih, terbuat dari katun, tanpa baju dan surban. Mereka memakaikan kafan tersebut kepada beliau satu persatu secara berlapis.

Mereka bersellisih tentang tempat pemakamannya, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata:”Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Tidaklah seorang Nabi wafat, kecuali dikubur di tempat ia wafat.” Maka Abu Thalhah mengangkat kasur yang dipakai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat meninggal, kemudian ia menggali tanah yang ada di bawahnya, dan membentuk liang lahad.

Orang-orang memasuki kamar secara bergantian sepuluh-sepuluh. Mereka menshalatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara sendiri-sendiri tanpa ada seorang pun yang mengimami mereka. Pertama kali yangmenshalatka adalah keluargany, kemudian orang-orang Muhajirin, setelah itu orang-orang Anshar. Para wanita menshalatkannya setelah kaum pria, setelah itu anak-anak kecil, atau anak-anak kecil dahulu kemudian para wanita.

Hal itu berlangsung pada hari selasa dan terus berlaluhingga tiba malam Rabu, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:”Kami tidak mengetahui berlangsungnya pemakaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kecual setelah kami mendengar suara cangkul di tengah malam.”Di dalam sebuah riwayat disebutkan “pada akhir malam Rabu.

(Sumber: Sirah Nabawiyah, edisi Indonesia, Pustaka Al-Sofwa hal 645-647. oleh Abu Yusuf Sujono)