Hukum

Al-Bukhari r.a, berkata di dalam Shahihnya, bab. “Dosa bagi seseorang yang tidak menyempurnakan shaf”,beliau berpendapat, “Bahwa shaf yang rata hukumnya wajib, dan bagi yang meninggalkannya berdosa, dan hal ini berdasarkan hadits-hadits yang mengandung perintah terhadap perkara ini”

Ibnu Hajar al-Asqalani r.a mengomentari perkataan al-Bukhari, dengan perkatannya, “Bahwa al-Bukhari berpendapat wajibnya, dimungkinkan atas dasar lafadz perintah di dalam hadits tersebut, yaitu sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Artinya, “Samakan (ratakan) shaf kalian….”, dan dari keumuman sabda Beliau, Artinya, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”, serta adanya ancaman terhadap orang yang meninggalkan perkara ini.” (al-Fath, 2/210)

Dan Ibnu Hajar al-Asqalani ketika menjelaskan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa sallam, artinya, “ Sungguh samakanlah (ratakanlah) shaf-shaf kalian atau Allah Subhaanahu wa Ta’ala akan menceraiberaikan wajah-wajah diantara kalian.”, beliau mengatakan, “Dan di dalam hadits ini terdapat ancaman secara halus terhadap bentuk pelanggarannya yaitu menyelisihi, dan karena itulah menjaganya hukumnya wajib, dan menyepelehkannya hukumnya haram” (al-Fath, 2/210)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah membantah terhadap perkataan orang-orang yang berpendapat bahwa perkara ini hukumnya sunnah (disukai), dengan perkataannya, “Bahkan perintah Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam terhadap mereka (para shahabat) untuk menyempurnakan shaf, dan merapikannya, merapatkannya, terisinya celah-celah yang longgar, sempurnanya shaf yang pertama kemudian baru shaf berikutnya, ini semua merupakan upaya untuk mewujudkan berkumpulnya mereka (orang yang sedang melakukan shalat) dalam sebaik-baik keadaan sesuai kemampuan, dan sekiranya perkara ini tidak wajib niscaya boleh bagi seseorang berdiri (sendirian) dibelakang orang lain, dan yang demikian jelas-jelas setiap orang akan menganggab ini bukanlah tata cara shalat kaum muslimin, dan kalau demikian juga maka kaum muslimin boleh melakukannya meskipun sekali saja. Bahkan jika mereka membuat shaf tidak teratur, seperti seorang berdiri lebih ke depan dari yang lain, dan seseorang berdiri lebih ke belakang dari yang lainnya, maka yang demikian tentunya telah terfahami merupakan larangan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sementara larangan menunjukkan haram, bahkan kalau mereka berdiri di muka imam tentunya lebih baik dari yang demikian.” (al-Fatawa, 23/493)