Masalah kelima Beredar di kalangan sebagian masyarakat bacaan, “Subhana man la yashu wa la yanamu.” (Mahasuci Allah dzat yang tidak lupa dan tidak tidur) pada saat sujud sahwi, padahal bacaan ini tidak mempunyai asal-usul dari sabda atau perbuatan Nabi saw atau perbuatan salah seorang sahabat.

Jika demikian maka yang benar adalah bacaan sujud sama dengan sujud di dalam shalat yang shahih dari Rasulullah saw, “Subhana Rabbiyal A’la.” Atau, “Subbuh Quddus Rabbul malaikati war ruh.” Atau, “Subhanaka Allahumma Rabbana wa bihamdika Allahummaghfirli.” dan lainnya.

Uqbah bin Amir berkata, manakala turun ayat, فسبح باسم ربك العظيم (Al-Waqi’ah: 74) Nabi saw bersabda, “Jadikan ia sebagai bacaan dalam ruku’ kalian.” Ketika turun ayat, سبح اسم ربك الأعلى (Al-A’la: 1) Nabi saw bersabda, “Jadikan ia sebagai bacaan dalam sujud kalian.” (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad dengan sanad hasan).

Sabda Nabi saw, “Dalam sujud kalian.” bersifat umum, mencakup sujud dalam shalat, sujud tilawah, sujud syukur termasuk sujud sahwi. Wallahu a’lam.

Masalah keenam, Jika dalam satu shalat terjadi lebih dari satu kali kekeliruan karena lupa, maka cukup sujud sahwi satu kali: dua kali sujud, tidak lebih. Ini adalah madzhab Imam yang empat dan inilah pendapat yang shahih dengan dasar hadits Dzul Yadain dan hadits Abdullah bin Buhainah. Dalam hadits yang pertama Nabi saw salam sebelum waktunya, lalu beranjak dari tempatnya, lalu berbicara dengan Dzul Yadain, semua itu beliau lakukan karena lupa namun Nabi saw hanya sujud sahwi satu kali. Dalam hadits yang kedua beliau meninggalkan dua hal, duduk tahiyat awal dan bacaan tahiyat awal, namun beliau hanya sujud sahwi satu kali.

Masalah ketujuh, Jika imam lupa maka hal ini menimpa makmum, imam sujud makmum juga sujud mengikutinya, dalilnya adalah perbuatan Nabi saw dan para sahabat, manakala Nabi saw lupa dan beliau sujud para sahabat mengikuti. Imam an-Nawawi berkata, “Jika makmum tidak mengikuti dengan sengaja maka shalatnya batal. Namun ada dua kondisi yang dikecualikan: Pertama, jika imam terbukti hadats, maka makmum tidak sujud karena sahwinya imam. Kedua, jika makmum mengetahui alasan sujud sahwi imam dan menurutnya imam keliru, misalnya imam sujud sahwi karena menduga telah meninggalkan tahiyat awal dan makmum yakin bahwa imam tidak meninggalkannya.”

Bagaimana dengan makmum masbuq, apakah dia mengikuti imam? Ada dua kemungkinan melihat apakah sujud imam qabla salam atau ba’da salam? Jika yang pertama maka makmum sujud sahwi mengikuti imam. Jika yang kedua maka makmum sujud di akhir shalatnya. Wallahu a’lam.

Masalah kedelapan, Jika imam lupa dan semestinya dia sujud sahwi tetapi dia tidak melakukannya, Maka Imam Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad dalam salah satu riwayat darinya berkata, makmum sujud, dengan alasan bahwa dalam shalat ini telah terjadi kekeliruan yang tidak disengaja, maka sujud sahwi tetap dilakukan untuk menutupinya. Imam Abu Hanifah dan Ahmad dalam riwayatnya yang lain berkata, tidak sujud dengan alasan makmum hanya mengikuti imam. Wallahu a’lam.

Masalah kesembilan, Jika makmum lupa maka dia tidak sujud sahwi, Imam an-Nawawi berkata, “Tanpa perbedaan.” Dalilnya adalah hadits Muawiyah bin al-Hakam yang diriwayatkan oleh Muslim ketika dia mengucapkan di dalam shalat kepada orang yang bersin, “Yarhamukallah.” Maka Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya di dalam shalat ini tidak patut ada sesuatu dari ucapan manusia.” Nabi saw tidak memintanya untuk sujud sahwi.

Bagaimana dengan makmum masbuq yang lupa setelah salam imam? Dia sujud sahwi karena mengikuti imam dalam kondisi ini telah terputus sehingga dia bertanggung jawab terhadap shalatnya sendiri. Wallahu a’lam.

Masalah kesepuluh, Tidak ada perbedaan di antara fuqaha` bahwa sujud sahwi bisa qabla salam, bisa ba’da salam, perbedaannya mana yang lebih utama? Imam asy-Syafi’i berkata, lebih utama qabla salam, baik karena mengurangi atau menambah. Imam Abu Hanifah berkata, ba’da salam, baik karena mengurangi atau menambah. Imam Malik berkata, qabla salam jika karena mengurangi dan ba’da salam jika karena menambah. Imam Ahmad berkata, qabla salam dalam kondisi di mana Nabi saw sujud qabla salam, ba’da salam dalam kondisi di mana Nabi saw sujud ba’da salam, selain itu qabla salam.

Perbedaan ini kembali kepada pemahaman terhadap hadits-hadits tentang sujud sahwi. Imam asy-Syafi’i dan Abu Hanifah mengambil metode tarjih, yang pertama mentarjih hadits Ibnu Buhainah dan hadits Abu Said yang menetapkan sujud qabla salam. Yang kedua mentarjih hadits Ibnu Mas’ud dan Abu Hurairah (hadits Dzul Yadain) yang menetapkan sujud ba’da salam. Imam Malik mengambil metode jamak (menggabungkan), qabla salam dalam kondisi mengurangi dan ba’da salam dalam kondisi menambah. Imam Ahmad mengambil dua metode sekaligus, tarjih dan jamak. Wallahu a’lam. (Izzudin Karimi)