(5) Kami meriwayatkan di Shahih Muslim (Kitab adz-Dzikr, Bab Fadhl al-Ijtima’ Ala adz-Dzikr, 4/2075, no. 2701) dari Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu , dia berkata,

خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: مَا أَجْلَسَكُمْ؟ قَالُوْا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ تَعَالىَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإِسْلاَمِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا، قَالَ: آللهُ؛ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلاَّ ذَاكَ؟ أَمَّا إِنِّيْ لَمْ أَسْتَخْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ، وَلكِنَّهُ أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ، فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يُبَاهِيْ بِكُمُ الْمَلاَئِكَةَ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar kepada sekelompok sahabat dan bertanya, ‘Apa yang membuat kalian duduk?’ Mereka menjawab, ‘Kami duduk berdzikir kepada Allah, memujiNya atas hidayahNya dan nikmat Islam yang Dia berikan kepada kami.’ Nabi bertanya, ‘Apakah demi Allah kalian duduk hanya karena itu? Ketahuilah aku tidak meminta kalian bersumpah karena aku tidak percaya kepada kalian akan tetapi Jibril mendatangiku dan memberitakan kepadaku bahwa Allah membanggakan kalian kepada para malaikat.”

(6) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim (Kitab adz-Dzikr, Bab Fadhl al-Ijtima’ Ala adz-Dzikr, 4/2075, no. 2701) pula dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhuma bahwa keduanya bersaksi atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,

لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ.

“Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah kecuali malaikat mengelilingi mereka, rahmat menaungi mereka, ketentraman turun kepada mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka kepada para malaikat yang di sisiNya.”

PASAL

Dzikir bisa dengan hati, bisa dengan lisan dan yang lebih utama adalah yang dila-kukan dengan hati dan lisan secara bersamaan. Jika hanya dengan salah satu dari kedua-nya maka dzikir dengan hati adalah lebih utama.( Tidak disangsikan bahwa dzikir hati yang merupakan tafakur dan mengambil pelajaran adalah lebih baik daripada dzikir lisan yang dilandasi dengan kelalaian dan main-main. Adapun sekedar membayangkan ayat al-Qur’an dan meng-hitung lafazh-lafazh dzikir hanya dengan benak tanpa diikuti dengan gerakan bibir dan lidah maka yang benar adalah bahwa itu bukanlah termasuk tilawah dan dzikir dan tidak dianggap, pelakunya tidak mendapatkan pahala orang yang membaca ayat dan orang yang berdzikir. Imam an-Nawawi sendiri akan mengisyaratkan hal ini di hal 81)

Dzikir dengan lisan dan hati hendaknya tidak ditinggalkan karena khawatir diduga riya, akan tetapi dzikir tetap dilaksanakan dengan keduanya dan bermaksud mencari Wajah Allah dengannya. Telah kami cantumkan pernyataan al-Fudhail bahwa mening-galkan suatu amal karena manusia adalah riya’. Seandainya seseorang membuka pintu perhatian manusia dan menjaga diri dari kemungkinan adanya dugaan batil mereka niscaya mayoritas pintu-pintu kebaikan akan tertutup dan dia sendiri telah menelantarkan sesuatu yang besar dari kewajiban-kewajiban agama dan ini bukanlah jalan orang-orang yang arif.

(7) Kami meriwayatkan dalam ash-Shahihain: Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha dia berkata,

نَزَلَتْ هذِهِ اْلآيَةُ:( وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا) ‏ فِي الدُّعَاءِ.

“Ayat ini, ‘Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya’ (Al-Isra’: 110) turun mengenai doa.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari: Kitab at-Tafsir, Bab وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا, 8/405, no. 4723, dan Muslim: Kitab ash-Shalah, Bab at-Tawassuth Fi al-Qira`ah, 1/329, no. 447)

PASAL

Ketahuilah bahwa keutamaan dzikir tidak terbatas pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan lain-lain, akan tetapi semua pelaku ketaatan kepada Allah adalah orang yang ber-dzikir kepadaNya. Begitulah yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubair Rahimahullah (Imam, hafizh, ahli qiraat, ahli tafsir, murid dan sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu , salah seorang imam tabi’in, dibunuh oleh al-Hajjaj tahun 95 H. Biografinya terdapat dalam al-Hilyah 4/272 dan Siyar A’lam an-Nubala’ 4/321.) dan ulama-ulama yang lain. Atha’ Rahimahullah (Ibnu Abi Rabah, imam, Syaikhul Islam, mufti al-Haram, salah seorang imam tabiin, wafat tahun 115 H. Biografinya di Wafayat al-A’yan 3/261 dan Siyar A’lam an-Nubala’ 5/78.) berkata, “Majlis dzikir adalah majlis halal dan haram, (yang membicarakan) bagaimana anda menjual, membeli, shalat, puasa, menikah, melakukun talak, berhaji dan lain-lain.”

PASAL

Firman Allah Subhanu wata’ala ,

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim…”

sampai kepada firmanNya Subhanu wata’ala ,

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً

“…Laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir pada Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35).

Bersambung…

Sumber: dikutip dari Buku “Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Oleh: Abu Nabiel)