Shaf dalam shalat berjamaah sangat penting, ia merupakan penopang kebaikan dan kesempurnaannya, kewajiban dalam masalah ini adalah meluruskan dan merapatkan, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas dari Nabi saw bersabda, “Tegakkanlah shaf-shaf kalian, sesungguhnya aku melihat kalian dari balik punggungku.” Anas berkata, “Salah seorang dari kami merapatkan pundaknya dengan pundak kawannya dan kakinya dengan kaki kawannya.”
Imam Muslim meriwayatkan dari an-Nu’man bin Basyir berkata, Rasulullah saw meluruskan shaf kami seperti beliau meluruskan kayu anak panah sehingga beliau melihat bahwa kami telah melakukan perintahnya, suatu hari beliau berdiri, ketika beliau hendak bertakbir beliau melihat seorang laki-laki yang dadanya menonjol, maka beliau bersabda, “Wahai hamba-hamba Allah, luruskanlah shaf-shaf kalian atau Allah akan membuat wajah-wajah kalian berselisih.”

Dari an-Nu’man bin Basyir berkata, Rasulullah saw menghadapkan wajahnya kepada kami seraya bersabda, “Tegakkanlah shaf-shaf kalian –beliau mengucapkannya tiga kali- Demi Allah, kalian harus menegakkan shaf-shaf kalian atau Allah akan membuat hati kalian berbeda-beda.” An-Nu’man berkata, “Aku melihat seorang laki-laki dari kami merapatkan pundaknya ke pundak temannya, lututnya ke lutut temannya dan mata kakinya ke mata kaki temannya.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah no. 32.

Dari hadits-hadits di atas kita mengambil beberapa faidah:

1- Perhatian Nabi saw terhadap shaf dalam shalat.
2- Ketaatan para sahabat kepada perintah ns dalam masalah ini.
3- Imam harus meluruskan shaf makmum dan makmum juga harus meluruskan shaf.
4- Ukuran meluruskan dan merapatkan shaf sebagaimana yang dikatakan oleh Anas dan an-Nu’man.

Jika kita membaca keterangan di atas lalu kita memperhatikan keadaan shaf kaum muslimin di masjid-masjid maka kita mengetahui bahwa sunnah Nabi saw yang mulia ini telah ditinggal oleh kebanyakan kaum muslimin. Kita menyaksikan seorang muslim shalat di sebelah muslim yang lain sementara jarak di antara keduanya bisa diisi oleh satu orang. Bahkan terkadang ketika seorang muslim yang mengetahui sunnah ini lalu dia ingin mengamalkannya, dia merapatkan dirinya kepada muslim di sampingnya, namun apa yang terjadi? Muslim yang berada di samping itu malah menjauh dan menghindar, jika dia mencoba untuk merapat sekali lagi maka dia akan menghindar dan begitu seterusnya.

Mengapa hal ini terjadi? Penulis melihat ada dua pemicu:

1- Kebodohan kaum muslimin terhadap sunnah mulia ini.
2- Ketelodoran imam dengan membiarkan shaf makmum berantakan.

Dari sini maka hendaknya orang-orang yang mengerti, para ustadz, para da’i dan sebagainya hendaknya memahamkan jamaah terhadap sunnah ini. Celakanya di antara para ustadz atau kiai ada yang sama sekali tidak perhatian terhadap masalah ini. Wallahuul Musta’an. (Izzudin Karimi)