Sekilas membaca judul diatas mungkin kita heran dan sedikit bingung kenapa pembunuh dan yang dibunuh masuk Surga,bukankah Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda dalam potongan hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan muslim (yang artinya):

“Maka yang membunuh dan yang dibunuh keduanya di Neraka”
Untuk menghikangkan kebingungan itu marilah kita simak Hadits berikut ini,selamat menyimak

عن أبي هريرة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال (يضحك الله إلى رجلين يقتل أحدهما الآخريدخلان الجنة يقاتل هذا في سبيل الله فيقتل ثم يتوب الله على القاتل فيستشهد)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi bersabda:”Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi tertawa terhadap dua orang yang saling bunuh membunuh ,dan keduanya masuk Surga.seseorang di antaranya berperang di jalan Allah ,lalu terbunuh .Kemudian Allah menerima taubat orang yang membunuh ,dia masuk Islam,kemudian dia mati syahid.(Mutatafaq ‘alaihi,HSR.Bukhari dan Muslim)

Penjelasan Ringkas tentang Makna Hadits:
Dalam hadits ini Rasulullah mengabarkan bahwa Allah Ta’ala tertawa terhadap dua orang yang saling bunuh membunuh dan keduanya masuk kedalam Surga,adapaun orang yang pertama terbunuh dia adalah orang yang sedang berperang di jalan Allah maka kematian dia adalah syahid maka dia masuk ke dalam Surga,dan orang yang keduasetelah dia membunuh orang yang pertama kemudian dia bertaubat dan masuk islam lalu dia pergi berjihad di jalan Allah bersama kaum muslimin dan pemimpin mereka dan dia terbunuh dijalan Allah sebagai seorang yang syahid dan masuk kedalam Surga.

Kandungan hadits:

• Penetapan sifat tertawa bagi Allah Ta’ala,dan ia merupakan salah satu sifat al-af’al (perbuatan) yang ada pada diri-Nya tentunya yang sesuai dengan kemuliaan dan kesempurnaan-Nya.Ini adalah salah satu sifat yang hanya ditetapkan oleh as-Sunnah/Hadits sendirian (maksudnya tidak bersama Al-Qur’an).Dan menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah hal ini tidak berpengaruh karena as-Sunnah/hadits dan al-Qur’an kedudukannya sama di dalam kewajiban kita untuk mengikutinya,jadi tidak ada beda.

Dalam menetapkan sifat tertawa bagi Allah Ta’ala tidak ada cela/keburukan karena tertawa yang dimaksud berbeda dengan tertawanya makhluq,dan juga karena bab tentang sifat-sifat Allah itu satu makasemuanya dibawa atau difahami dengan cara yang satu pula.

Adapun orang yang mengatakan bahwa tertawa yang dimaksud adalah kiasan dari keridhoan dan pemberian pahala ,ini adalah jalan atau cara ahli kalam/filsafat yang mereka menafikan dan menolak sifat-sifat Allah Ta’ala,kita menggolongkan mereka termasuk golongan mua’thilah/penolak sifat Allah.Anehnya,mereka menafsirkan keridhaan dengan pahala.Demikian juga ta’ajjub dan kegembiraan (mereka menafsirkannya dengan pahala juga ) .

Cara serampangan ini menunjukan bahwa mereka tidak bersandar pada kaidah yang kuat yaitu kaidah yang ditetapkan oleh ulama salaf tanpa mempertanyakan cara/hakikat yang sebenarnya sifat itu,merubah dan menakwilkannya,mengosongkan artinya,menyerupakannnya dengan mahluk atau meyerahkan begitu saja tanpa mau memahami artinya.

Sebagian mereka mengatakan,tertawa merupakan reflek yang dilakukan oleh manusia ketika datang kepadanya hal yang menyenangkan atau menggembirakan.Dal hal itu tidak boleh disifatkan kepada Allah Ta’ala

Orang yang bingung ini mengetahui sesuatu sedikit dan tidal mengetahui banyak hal,maka dia hanya tahu substansi tertawanya dan tertawanya orang lain.Adapun tertawanya Allah Ta’ala maka tidak diketahui hakikatnya ,Sebab hakikat Dzat Allah pun tidak diketahui.Dan pembahasan tentang sifat Allah sama dengan pembahasan tentang Dzat-Nya. Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui kemampuan akalnya dan berhenti pada keterbatasannya, serta meridhai bagi Allah apa yang diridhai-Nya bagi diri-Nya dan Rasulnya. Mahasuci Egkau ya Allah,kami tidak mempunyai ilmu melainkan apa yang telah engkau kepada kami.Sesungguhnya Engkau Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.

• Tidak boleh berputus assa dari rahmat Allah Ta’ala, karena Islam mrnutup atau menghapus apa-apa yang telah lalu berupa kekafiran dan kesyirikan.
• Keharusan bertaubat dari segala macam dosa ,betapapun besarnya.
• Mati syahid di jalan Allah merupakansalah satu penyebab seseorang untuk masuk Surga.
Didalam kitab Daliilul Faalihiin I/137 ,Ibnu ‘Allan mengemukakan:”Dalam penutupan bab ini (bab taubat) penulis menutup dengan hadits ini,didalamnya terdapat isyarat bahwa seseorang berkewajiban untuk bertaubat dari dosa yang pernah dilaknkannya,meskipun dosa itu besar.Dan dosa besar itu tidak menjadikannya berputus asa dari rahmat Allah T’ala .sebab,Allah itu Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang.Dan dosa sebesar apapun,seperti al-kabair (dosa dosa besar) dan sebanyak apapun,jika dibandingkan dengan rahmat dan kaunia-Nya,maka dosa-dosa itu sangat ringan dan kecil.Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ {32}

…..Sesungguhny RabbmuMahaluas ampunan(Nya)…..(QS.An-Najm;32)

Inilah pembahasan seputar hadits ini,adapun penjelasan tentang hadis yang menyebutkan bahwa” pambunuh dan yang dibunuh di neraka maka akan dibahas pada edisi yang akan datang.insya Allah Ta’ala.
(sumber:syarah Riyadhush Shalihin edidi arab (bahjatun nazhirin) dan edisi terjemahan penerbit pustaka Imam Syafi’I dengan sedikit perubahan dan tambahan.oleh Abu yusuf)