Pertanyaan:

Wahai yang mulia, apabila seorang muslim gugur di dalam pertempuran antara kaum muslimin dengan kaum kafir, apakah bisa kita mengatakannya ia syahid?

Jawaban:

Orang gugur di dalam jihad, kita tidak menyatakan langsung bahwa ia mati syahid, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لاَ يُكْلَمُ أَحَدٌ فِي سَبِيلِ اللهِ -أَيْ يُجْرَحُ- وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُكْلَمُ فِي سَبِيْلِهِ إِلاَّ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَجُرْحُهُ يَثْعَبُ، اَللَّوْنُ لَوْنُ دَمٍ وَالرِّيْحُ رِيحُ مِسْكٍ

“Demi Rabb yang jiwaku ada di tanganNya, tiada seorang pun yang terluka fi sabilillah, -maksudnya ia cedera- dan Allah lebih mengetahui siapa yang terluka di jalanNya, melainkan ia akan datang pada Hari Kiamat kelak sedangkan lukanya bercucuran darah. Warnanya adalah warna darah dan wanginya adalah harum minyak kasturi.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari 2803 dan Muslim: 4839).
Ungkapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dan Allah lebih mengetahui siapa yang terluka di jalanNya,” ini berarti kita tidak tahu sama sekali tentang niatnya, sebab, yang disebut mujahid fi sabilillah itu adalah orang berjuang untuk meninggikan kalimat Allah. Sedangkan niat seseorang tidak ada yang dapat mengetahuinya selain Allah. Namun, kita berharap semoga ia menjadi seorang syahid. Maka dari itu Imam al-Bukhari membuat bab terhadap masalah ini dengan mengatakan, bab, “Tidak boleh dikatakan bahwa si fulan itu sudah mati syahid.” Lalu beliau menyebutkan haditsnya.

Penulis fath al-Bari menyebutkan sebuah atsar dari Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya kalian mengatakan bahwa si fulan mati syahid, padahal bisa jadi ia telah berbuat curang. Akan tetapi katakanlah, ‘Barangsiapa yang gugur fi sabilillah atau meninggal, maka ia syahid.” Atau ungkapan mirip dengannya.

(Liqa’ al-Bab al-Maftuh: hal. 111-112).

Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah.

Sumber: Fatwa-Fatwa Terlengkap Seputar Terorisme, Jihad dan Mengkafirkan Muslim, disusun oleh : Abul Asybal Ahmad bin Salim al-Mishri, cet: Darul Haq – Jakarta.