Haritsah bin Syurahil dan Kaab bin Syurahil tiba di Makkah, keduanya menemui Muhammad bin Abdullah, keduanya berkata kepadanya, “Wahai putra Abdul Mutthalib, kalian adalah tetangga Allah, kalian membantu orang yang memerlukan bantuan, memberi makan orang yang kelaparan dan menolong orang yang dalam kesulitan. Kami datang kepadamu demi anak kami yang ada di sisimu. Kami membawa harta yang cukup untuk menebusnya. Bantulah kami dan terimalah tebusan dari kami.”

Muhammad balik bertanya, “Siapa anak kalian yang kalian maksud?” Keduanya menjawab, “Hamba sahayamu Zaid bin Haritsah.” Muhammad berkata, “Apakah kalian berdua berkenan menerima sesuatu yang lebih baik daripada tebusan?” Keduanya bertanya, “Apa itu?” Muhammad berkata, “Aku akan memanggil Zaid ke sini, lalu kita memintanya untuk memilih, aku atau kalian. Jika dia memlih kalian maka dia akan pulang bersama kalian tanpa tebusan. Namun jika dia memilih aku maka demi Allah tidak menolak siapa yang telah memilihku.” Keduanya menjawab, “Pilihan yang adil, sangat adil.”

Maka Muhammad memanggil Zaid, Muhammad bertanya kepada Zaid, “Siapa dua orang ini?” Zaid menjawab, “Ini bapakku Haritsah bin Syurahil dan ini Kaab pamanku.”

Muhammad berkata, “Aku memberimu pilihan, jika kamu mau maka pergilah bersama bapak dan pamanmu, tetapi jika kamu mau maka tinggallah bersamaku.” Zaid menjawab tanpa ragu-ragu dan tanpa berpikir panjang, “Aku memilihmu.”

Haritsah berkata, “Celaka kamu wahai Zaid, apakah kamu memilih sebagai hamba daripada bapak dan ibumu?” Zaid menjawab, “Aku mlihat sesuatu pada orang ini, aku tidak akan berpisah darinya selama-lamanya.”

Ketika Muhammad melihat apa yang dilakukan oleh Zaid, dia menggandeng tangannya dan membawanya ke Baitul Haram, dia berdiri bersama Zaid di Hijir di depan orang-orang Quraisy dan berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, saksikanlah bahwa anak ini adalah anakku, dia mewarisiku dan aku mewarisinya.”

Pada saat itu jiwa bapak dan paman Zaid pun merelakan, meninggalkannya bersama Muhammad bin Abdullah, keduanya pulang ke kampung halaman mereka dengan tenang dan tenteram.

Sejak saat itu Zaid bin Haritsah dipanggil dengan Zaid bin Muhammad. Panggilan ini terus berlaku sampai Allah Azza wa Jalla mengutus Muhammad sebagai rasul dan membatalkan pengangkatan anak. Allah Azza wa Jalla menurunkan firmanNya, “Panggillah mereka dengan nama bapak-bapak mereka.” (Al-Ahzab: 5), sejak itu Zaid dipanggil dengan Ibnu Haritsah.

Bagaimana Zaid bisa sampai ke tangan Rasulullah saw? Ceritanya, Su’da binti Tsa’labah berangkat untuk mengunjungi kaumnya Bani Ma’an, dia membawa serta anaknya Zaid bin Haritsah al-Ka’bi. Namun begitu dia mendekati perkampungan kaumnya, tiba-tiba pasukan berkuda milik Bani al-Qain menyerang, mereka merampas harta, menggiring unta dan menawan anak-anak.

Di antara tawanan yang mereka bawa adalah anak Su’da, Zaid bin Haritsah. Saat itu Zaid adalah seorang anak menginjak umur delapan tahun. Orang-orang yang menawan Zaid membawanya ke pasar Ukazh, mereka menjualnya. Zaid dibeli oleh seorang hartawan Quraisy, Hakim bin Hizam bin Khuwailid dengan harga empat ratus dirham. Hakim juga membeli beberapa orang anak lalu membawanya pulang ke Makkah.

Bibi Hakim, Khadijah binti Khuwailid mendengar kepulangannya, maka Khadijah berkunjung untuk mengucapkan salam kepadanya dan menyambut kepulangannya. Hakim berkata kepada Khadijah, “Bibi, di pasar Ukazh aku membeli beberapa anak, pilih satu di antara mereka yang engkau sukai sebagai hadiah dariku.”

Maka Khadijah mengamati wajah anak-anak. Dia memilih Zaid bin Haritsah karena dia melihat tanda-tanda kecerdasan di wajahnya. Khadijah membawanya ke rumahnya.

Tidak lama setelah itu Khadijah bin Khuwailid menikah dengan Muhammad bin Abdullah. Khadijah ingin memberikan sesuatu sebagai hadiah, maka dia tidak menemukan hadiah yang lebih bagus daripada hamba sahayanya yang berharga Zaid bin Haritsah, maka Khadijah menghadiahkannya kepada Nabi saw.

Di suatu musim haji di zaman jahiliyah, beberapa orang dari kaum Zaid berangkat ke Masjidil Haram, manakala mereka sedang thawaf di Baitul Atiq, mereka bertemu dengan Zaid, wajah dengan wajah, mereka mengenali Zaid dan Zaid mengenali mereka, mereka bertanya kepadanya dan dia pun bertanya kepada mereka. Musim haji selesai dan mereka pulang ke kampung halaman mereka. Mereka mengabarkan apa yang mereka lihat dan menyampaikan apa yang mereka dengar kepada Haritsah, ayah Zaid.

Haritsah langsung menyiapkan kendaraannya, membawa harta yang cukup untuk menebus jantung hatinya dan belahan jiwanya, dia mengajak saudaranya Kaab. Dua orang ini berjalan cepat menuju Makkah, dan sesampai di sana terjadilah seperti yang disebutkan di depan.

Dari Shuwar min Hayah ash-Shahabah, Dr. Abdurrahman Ra`fat Basya