4. Mengetahui sebab turunnya ayat adalah cara terbaik untuk memahami Alqur’an dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turunnya.
Al-Wahidi menjelaskan : “Tidak mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasan sebab turunnya”.
Ibnu Daqiq al-‘Ied berpendapat : “Keterangan tentang sebab turunnya ayat adalah cara yang tepat untuk memahami makna Alqur’an”. Ibnu Taimiyah juga berkata : “Mengetahui sebab turunnya ayat akan membantu dalam memahami ayat, karena mengetahui sebab akan menyebabkan diketahuinya musabbab (akibat yang terjadi)”

Diantara contohnya adalah kesulitan Marwan bin Hakam dalam memahami ayat :

لاتَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَآأَتَواْ وَيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا بِمَالَمْ يَفْعَلُوا فَلاَتَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ

“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih” (Ali-Imran : 188)

sampai Ibnu Abbas menjelaskan kepadanya tentang asbab nuzulnya.

Contoh lain adalah ayat :

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَأِنَّ اللهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i di antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui” (Al-Baqarah : 158)

Lafadz ayat ini secara tekstual tidak menunjukkan bahwa sa’i itu wajib, sebab ketiadaan dosa untuk mengerjakannya itu menunjukkan “kebolehan” bukan “kewajiban”. Sebagian ulama juga berpendapat demikian, karena berpegang pada arti tekstual ayat itu. Aisyah menolak pemahaman Urwah bin Zubair seperti itu, dengan menggunakan sebab turunnya ayat tersebut, yaitu para Shahabat merasa keberatan bersa’i antara Shafa dan Marwa karena perbuatan itu berasal daripada perbuatan jahiliyah. Di Shafa terdapat patung bernama Asaf dan di Marwa terdapat patung bernama Nailah. Keduanya adalah berhala orang-orang jahiliyah. Adalah mereka apabila melakukan sa’i mengusap kedua berhala tersebut.

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Urwah berkata padanya : “Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah :
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i di antara keduanya?”. Aku sendiri tidak berpendapat bahwa seorang itu berdosa bila tidak mengerjakan sa’i itu”. Aisyah menjawab : “Alangkah buruknya pendapatmu itu, wahai keponakanku. Sekiranya maksud ayat itu seperti ayat yang engkau takwilkan, niscaya ayat itu berbunyi : tidak ada dosa bagi orang yang tidak melakukan sa’i. Tetapi ayat itu turun karena orang-orang Anshar sebelum masuk Islam, biasa mendatangi berhala Manat yang dzalim itu dan menyembahnya. Orang-orang merasa keberatan bersa’i diantara Shafa dan Marwa. Maka Allah menurunkan : “Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syiar Allah…”. Aisyah berkata juga : “Selain itu Rasulullah juga telah menjelaskan sa’i diantara keduanya. Maka tak seorangpun dapat meninggalkan sa’i diantara keduanya”.

5. Sebab turunnya ayat dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan. Seperti yang disebutkan dalam ayat :

وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَّكُمَآ أَتَعِدَانِنِى أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِن قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللهَ وَيْلَكَ ءَامِنْ إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقُّ فَيَقُولُ مَاهَذَآ إِلآ أَسَاطِيرُ اْلأَوَّلِينَ

“Dan orang ang berkata kepada dua orang ibu bapaknya:”Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku lalu kedua ibu bapaknya memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan:”Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar”.Lalu dia berkata:”Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang yang dahulu belaka” (Al-Ahqaf : 17)

Muawiyah bermaksud menobatkan Yazid menjadi khalifah, ia mengirim surat kepada Marwan, gubernurnya di Madinah tentang hal itu. Karena itu Marwan lalu mengumpulkan rakyat kemudian berpidato mengajak mereka membaiat Yazid. Tetapi Abdurrahman bin Abu Bakar tidak mau membaiatnya. Maka hampir saja Marwan melakukan hal yang buruk kepada Abdurrahman bin Abu Bakar sekiranya ia tidak segera masuk ke rumah Aisyah. Marwan berkata : “Orang inilah yang dimaksud dalam firman Allah : “Dan orang ang berkata kepada dua orang ibu bapaknya : “Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku lalu kedua ibu bapaknya memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan:”Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar”. Lalu dia berkata :”Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang yang dahulu belaka”. Aisyahpun segera mambantah perkataan Marwan tersebut dan menjelaskan sebab turunnya ayat tersebut kepadanya.

Dikisahkan dari Yusuf bin Mahik, katanya : “Marwan memimpin Hijaz, dimana ia diangkat oleh Muawiyah bin Abu Sufyan, maka berpidatolah ia. Dalam pidatonya ia menyebutkan nama Yazid bin Muawiyah agar dibaiat sesudah ayahnya. Ketika itu Abdurrahman bin Abu Bakar mengatakan sesuatu. Lalu kata Marwan : “Tangkap dia”. Kemudian Abdurrahman masuk rumah Aisyah sehingga mereka tidak bisa menangkapnya. Lalu kata Marwan : “Orang inilah yang diturunkan tentangnya ayat :
“Dan orang ang berkata kepada dua orang ibu bapaknya:”Cis bagi kamu keduanya…” Maka kata Aisyah : “Allah tidak pernah menurunkan sesuatu ayat Alqur’an diantara kami kecuali ayat yang membebaskan aku dari tuduhan berbuat keji”.
Pada sebagian riwayat disebutkan : “Ketika Marwan meminta agar Yazid dibaiat, ia berkata : “Ini adalah tradisi Abu Bakar dan Umar”. Abdurrahman menjawab : “Bukan, tetapi itu tradisi Heraklius dan Kaisar”, maka kata Marwan : “Orang inilah yang dimaksud dalam firman Allah : “Dan orang ang berkata kepada dua orang ibu bapaknya : “Cis bagi kamu keduanya…”. Kemudian perkataan Marwan itu sampai kepada Aisyah, lalu beliau mengomentari kata-kata Marwan : “Marwan telah berdusta. Demi Allah maksud ayat itu bukanlah demikian. Sekiranya aku mau menyebut nama mengenai ayat itu kepada siapa ia turun, tentulah aku sudah menyebutnya”
Wallahu A’lam

(Abu Maryam Abdusshomad, diambil dari kitab Mabahits Fii Ulum Al-qur’an oleh : Syaikh Manna’ Al-qur’an-Qatthan (edisi indonesia))