Oleh: Abu Bakar Muhammad Altway, Lc.
KHUTBAH PERTAMA:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِي اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهِ حَتَّى أَتَاهُ الْيَقِيْنُ وَتَرَكَنَا عَلَى الْمَهَجَّةِ الْبَيْضَاءِ، لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ. فَصَلَوَاتُ اللّٰهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ –رَحِمَكُمُ اللّٰهُ- أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي الْخَاطِئَةَ الْمُذْنِبَةَ بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَإِنَّ اللّٰهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَالَّذِيْنَ هُمْ مُحْسِنُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ فِي كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ: يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’asyiral Muslimin, Jama’ah Shalat Jum’at yang Dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Marilah kita senantiasa berusaha meningkatkan mutu keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, karena hanya keduanya yang dapat mengantarkan kita kepada kebahagiaan yang hakiki.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Ketika Allah Subhanahu wata’ala mengutus RasulNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam di kota Makkah, beliau dan para sahabatnya menghadapi beragam tantangan. Dari mulai caci maki, tuduhan palsu, intimidasi, pemboikotan, pengucilan, penjarahan, hingga kekerasan fisik, baik yang ringan hingga yang berujung pada kematian. Semua itu mereka lewati selama tiga belas tahun dengan penuh kesabaran dan ketabahan tanpa melakukan perlawanan secara fisik. Hingga akhirnya pada musim haji tahun 11 kenabian, Allah mempertemukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan beberapa orang penduduk Madinah yang akhirnya menyatakan keislaman mereka dan menawarkan pembelaan dan jaminan keamanan kepada beliau jika beliau pindah ke negeri mereka.

Maka pada tanggal 27 Shafar tahun 14 kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan kota Makkah untuk berhijrah menuju kota Madinah setelah mendapatkan wahyu dari Allah bahwa kaum musyrikin kota Makkah tengah bersekongkol merencanakan pembunuhan terhadap beliau. Setelah melakukan perjalanan penuh liku bersama sahabat setia beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu, akhirnya pada hari Senin 8 Rabi’ul Awwal tahun 14 kenabian atau tahun 1 Hijriyah, beliau sampai di kota Madinah dan disambut dengan sangat meriah dan penuh sukacita. Dan kala itu mayoritas penduduk madinah telah memeluk agama Islam.

Meskipun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah meninggalkan kota Makkah dan menetap di kota Madinah, namun kaum musyrikin Makkah masih terus berupaya menghentikan langkah dakwah beliau. Mereka memprovokasi kaum musyrikin Madinah untuk membunuh atau mengusir beliau. Di samping itu, mereka dari waktu ke waktu terus menebar ancaman akan mengirimkan pasukan untuk menyerbu kota Madinah. Karenanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya sejak kedatangan mereka di Kota Madinah selalu dalam kondisi siaga dan tidak pernah berpisah dengan senjata mereka, bahkan pada saat tidur pun mereka senantiasa berteman senjata.

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah
Dalam kondisi genting tersebut, Allah memberikan izin kepada kaum Muslimin untuk berperang melawan musuh mereka dan menjanjikan kemenangan untuk mereka. Allah Ta’ala berfirman,

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

“Telah dizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu.” (Al-Hajj: 39).

Kemudian Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)

Demi menindaklanjuti izin dan janji kemenangan dari Allah Ta’ala tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mulai melakukan aktifitas militer dengan mengirimkan pasukan-pasukan kecil ke beberapa daerah di sekitar Madinah dan jalur perjalanan menuju Makkah. Hal ini beliau lakukan dalam rangka menjalin perjanjian damai dengan beberapa suku yang ada di sana, di samping untuk memberikan sinyal kepada Suku Quraisy (Kaum musyrikin Makkah) bahwa kaum Muslimin tidak lagi lemah seperti dulu, namun mereka sekarang telah menjelma menjadi sebuah kekuatan baru.

Maka pada bulan Ramadhan tahun kedua Hijriyah, tepatnya delapan belas bulan sejak kepindahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke kota Madinah, bentrokan secara fisik dan perang terbuka antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin kota Makkah tidak terhindarkan lagi.

Bermula dari sampainya informasi kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang bergeraknya kafilah dagang kaum musyrikin Makkah menuju negeri Syam pada bulan Jumadats Tsaniyah di tahun yang sama dengan membawa harta dan perniagaan yang sangat banyak. Mendengar hal tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama lima puluh orang saha-batnya dengan persenjataan lengkap bermaksud menyergap kafilah tersebut dan merampas seluruh hartanya, sebagai balasan atas penjarahan yang dilakukan kaum kafir Makkah terhadap harta benda kaum Muslimin di sana dan sebagai upaya untuk melemahkan kekuatan Makkah dengan cara menghancurkan perekonomian mereka. Hanya saja ketika beliau sampai di sebuah tempat yang bernama Dzi al-‘Asyirah, beliau mendapati kafilah tersebut telah berlalu beberapa hari sebelumnya. Namun demikian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam masih mempunyai kesempatan untuk menyergapnya pada saat kepulangan mereka beberapa bulan setelahnya.

Ma’asyiral Muslimin,Rahimakumullah
Maka tiga bulan sejak kejadian itu, tepatnya pada bulan Ramadhan di tahun yang sama, tibalah saat kepulangan kafilah dagang tersebut. Kafilah ini membawa harta benda yang sangat banyak jumlahnya. Terdiri dari seribu ekor onta sarat dengan muatannya yang bernilai tidak kurang dari lima puluh ribu dinar emas dan hanya dikawal oleh empat puluh orang saja.

Mendengar informasi kepulangan kafilah tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam segera memobilisasi para sahabatnya untuk pergi menyergapnya. Maka berangkatlah beliau dengan pasukan yang terdiri dari 313 tentara dengan persenjataan seadanya, menuju padang Badar yang diperkirakan akan dilalui oleh kafilah tersebut.

Hanya saja, Abu Sufyan, sang pimpinan rombongan kafilah tersebut senantiasa waspada dan mencari informasi tentang kondisi jalur yang akan dilewatinya. Hingga akhirnya, sampailah kepada-nya berita bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama pasukannya sedang menuju padang Badar bersiap untuk menyergapnya. Maka dengan segera diutusnya seseorang menuju Makkah untuk mengabarkan bahwa harta perniagaan mereka sedang terancam bahaya. Selanjutnya arah rombongan kafilah yang semula menuju padang Badar dialihkan melewati jalan lain melalui jalur pantai.

Mendengar harta perniagaan mereka dalam keadaan bahaya dan kemungkinan akan disergap oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, maka kaum musyrikin Makkah menggalang pasukan berkekuatan lebih dari seribu prajurit di bawah komando Abu Jahal. Selanjutnya mereka bergerak cepat menuju padang Badar dengan penuh kesombongan dan kecongkakan, sebagaimana digambarkan oleh Allah di dalam firmanNya,

وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَارِهِم بَطَراً وَرِئَاء النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَاللّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ”

“Dan janganlah kamu berlaku seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya` kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (Al-Anfal: 47)

Namun di tengah perjalanan, mereka menerima surat dari Abu Sufyan yang memberitahukan bahwa harta perniagaan mereka telah selamat dan lolos dari sergapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, seraya menghimbau mereka agar kembali ke Makkah dan tidak melanjutkan perjalanan menuju Badar. Namun Abu Jahal, panglima pasukan Makkah menolak himbauan tersebut dan dengan sombong berkata, “Demi Allah, kita tidak akan pulang hingga kita mendatangi Badar, kemudian tinggal di sana selama tiga hari untuk berpesta pora, menyembelih onta, makan dan mabuk-mabukan dengan iringan lagu para biduanita, sehingga seluruh bangsa Arab mendengar tentang kita, tentang perjalanan kita dan berkumpulnya kita di sana, sehingga mereka akan segan terhadap kita selamanya”.

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah
Tentunya perubahan keadaan yang begitu cepat ini di luar perhitungan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di mana tujuan beliau semula sekedar ingin menyergap perniagaan yang hanya dikawal oleh empat puluh orang saja, kini berbalik harus berhadapan dengan pasukan raksasa dengan persenjataan lengkap. Maka beliau segera melakukan rapat dengan pasukannya untuk mengetahui sejauh mana kesiapan mereka menghadapi pasukan lawan yang besar tersebut. Namun para sahabat memperlihatkan sikap tidak sebagaimana yang beliau khawatirkan. Mereka menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada beliau. Bahkan Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Kami tidak akan merasa segan jika engkau mengajak kami bertemu musuh esok hari. Se-sungguhnya kami adalah orang-orang yang tegar di dalam peperangan dan tangguh di dalam pertempuran.” Mendengar itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam merasa lega dan bertambah semangat. Lalu beliau bersabda,

سِيْرُوْا وَأَبْشِرُوْا فَإِنَّ اللّٰهَ قَدْ وَعَدَنِيْ إحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ، وَاللّٰهِ لَكَأَنِّيْ الْآنَ أَنْظُرُ إلَى مَصَارِعِ الْقَوْمِ.

Bergeraklah dan bergembiralah kalian, karena sesungguhnya Allah c telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua kelompok (yaitu menguasai kafilah dagang atau memenangkan pertempuran). Demi Allah, seakan-akan aku tengah menyaksikan kematian musuh.” (HR. Ibnu Ishaq dengan syahid yang banyak).

Maka bergegaslah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membawa pasukannya mendahului musuh untuk menguasai sumur Badar, mengambil posisi strategis dan mendirikan pos komando. Lalu malam harinya mereka menginap di sana.

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah
Keesokan harinya, kedua pasukan saling berhadapan. Kaum Muslimin telah mengambil posisi sesuai dengan formasi yang telah ditentukan sebelumnya, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan beberapa instruksi kepada mereka lalu beliau kembali ke pos komando. Sementara Abu Jahal, panglima kaum musyrikin Makkah meminta keputusan (kepada Allah) dan dengan penuh percaya diri berkata, “Ya Allah, dialah (yakni Rasulullah) yang telah memutuskan rahim kami dan membawa sesuatu yang tidak kami ketahui. Karena itu hancurkanlah dia esok hari. Ya Allah, siapa di antara kami (berdua) yang lebih Engkau cintai dan Engkau ridhai, maka berikanlah kemenangan baginya hari ini.”

Maka Allah menurunkan firmanNya,

إِن تَسْتَفْتِحُواْ فَقَدْ جَاءكُمُ الْفَتْحُ وَإِن تَنتَهُواْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَإِن تَعُودُواْ نَعُدْ وَلَن تُغْنِيَ عَنكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئاً وَلَوْ كَثُرَتْ وَأَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ”

“Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang kepadamu; dan jika kamu berhenti; maka itulah yang lebih baik bagimu; dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan pasukanmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu suatu bahaya pun, biarpun dia banyak. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman.” (Al-Anfal: 19).

Kemudian perang pun dimulai, dan diawali dengan duel satu lawan satu antara tiga ksatria kaum Muslimin melawan tiga ksatria kaum musyrikin yang berarkhir dengan terbunuhnya seluruh ksa-tria kaum musyrikin dan berakibat pada runtuhnya mental pasukan mereka. Selanjutnya perang secara masal pun terjadi. Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bermunajat kepada Allah dan memohon kemenangan sebagaimana yang Allah janjikan kepadanya,

اَللّٰهُمَّ أَنْجِزْ لِيْ مَا وَعَدْتَنِيْ، اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَنْشُدُكَ عَهْدَكَ وَوَعْدَكَ.

Ya Allah, penuhilah (kemenangan) yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu sesuai janji yang Engkau berikan kepadaku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
.

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah
Perang semakin dahsyat berkecamuk bahkan telah mencapai klimaksnya, namun demikian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menghentikan munajat dan doanya kepada Allah. Beliau bersabda,

اَللّٰهُمَّ إِنْ تَهْلِكْ هٰذِهِ الْعِصَابَةُ الْيَوْمَ لَا تُعْبَدْ، اَللّٰهُمَّ إِنْ شِئْتَ لَمْ تُعْبَدْ بَعْدَ الْيَوْمِ أَبَدًا.

“Ya Allah, jika kelompok ini (pasukan kaum Muslimin) binasa pada hari ini, niscaya Engkau tidak akan disembah lagi (di bumi dengan syariat ini). Jika Engkau menghendaki, niscaya Engkau tidak akan disembah lagi setelah hari ini selamanya.” (HR. Muslim dan at-Tirmidzi).

Beliau terus mengangkat kedua tangannya berdoa dengan serius hingga selimut (selendang) beliau jatuh dari kedua pundaknya, kemudian Abu Bakar ash-Shiddiq merapikannya kembali seraya berkata, “Cukup wahai Rasulullah, sungguh engkau telah memohon dengan sangat kepada Rabbmu.”

Hingga akhirnya Allah mengabulkan doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan mewahyukan kepada para malaikatNya,

أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُواْ الَّذِينَ آمَنُواْ سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُواْ الرَّعْبَ”

“Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang beriman. Aku akan jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir.” (Al-Anfal: 12).

Lalu Allah mewahyukan kepada RasulNya Shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلآئِكَةِ مُرْدِفِينَ

“(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu Dia perkenankan bagimu, ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang ber-turut-turut’.” (Al-Anfal: 9).

Kemudian beliau tertidur sejenak, lalu mengangkat kepalanya dan berkata,

أَبْشِرْ يَا أَبَا بَكْرٍ, أَتَاكَ نَصْرُ اللّٰهِ, هٰذَا جِبْرِيْلُ آخِذٌ بِعِنَانِ فَرَسِهِ يَقُوْدُهُ عَلَى ثَنَايَاهُ النَّقْعُ.

Bergembiralah wahai Abu Bakar, pertolongan Allah telah datang. Ini adalah Jibril sedang memegang tali kekang kudanya untuk mema-cunya dan pada giginya terdapat debu”. (HR. Ibnu Ishaq dalam Fath al-Bari).

Kemudian beliau keluar dari pos komandonya seraya meraih perisainya dan membaca Firman Allah Ta’ala,

سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ”

Kelompok (kaum musyrikin) itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang” (Al-Qamar: 45).

Selanjutnya beliau mengambil segenggam kerikil, kemudian menghadap ke arah musuh seraya bersabda, “Amat buruklah wajah-wajah kalian”, lalu beliau melemparkannya ke wajah-wajah mereka. Tidak seorang pun dari mereka kecuali mata, kedua lubang hidung dan mulutnya terkena kerikil tersebut.
Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَـكِنَّ اللّهَ رَمَى

“Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.” (Al-Anfal: 17).

Dalam pertempuran tersebut terdengar suara cemeti para malaikat dan beberapa tentara musuh bergelimpangan dengan sendirinya dengan luka mengerikan akibat senjata para malaikat. Menyaksikan pemandangan tersebut, iblis yang sebelumnya telah bergabung dalam pasukan musuh, dengan menyamar dalam wujud Suraqah bin Malik, lari tunggang langgang. Ketika menyaksikannya lari, maka kaum musyrikin -yang menyangkanya Suraqah- mengecamnya. Namun dia menjawab, “Sesungguhnya aku melihat apa yang tidak kalian lihat. Sesungguhnya aku takut kepada Allah dan Dia amat pedih siksaNya”. Lalu dia melarikan diri hingga menceburkan dirinya ke dalam laut.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Perang terus berkecamuk dan tanda-tanda kekalahan di pihak kaum musyrikin makin jelas terlihat. Dua prajurit Rasulullah yang masih berusia remaja, Mu’adz bin ‘Amr dan Mu’awwadz bin ‘Afra`, berebut dan bersaing untuk membunuh Abu Jahal, sang panglima musuh, hingga keduanya berhasil menghabisi nyawanya. Setelah itu satu demi satu para ksatria musuh terbunuh dan akhirnya perang berhasil dimenangkan oleh kaum Muslimin. Sedangkan kaum musy-rikin Makkah mengalami kekalahan telak di luar dugaan mereka. Secara logika seharusnya mereka memenangkan pertempuran tersebut, karena jumlah mereka jauh lebih banyak dan perlengkapan mereka jauh lebih memadai. Namun Allah berkehendak lain, mereka malah mengalami kekalahan besar dengan jumlah tentara yang tewas mencapai 70 orang dan yang tertawan 70 orang pula. Sedang-kan korban dari pasukan kaum Muslimim hanya 14 syuhada’.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّٰهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA:

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَقَّ حَمْدِهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مَنْ لَا نَبِيَّ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَجُنْدِهِ. أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

Ma’asyiral Muslimin, Jama’ah Shalat Jum’at yang Dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Perang Badar merupakan bukti janji Allah Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya Dia senantiasa akan menolong hamba-hambaNya yang beriman. Bahkan sesuatu yang dalam hitungan logika manusia sulit atau bahkan mustahil terjadi, namun di sisi Allah sangat mungkin terjadi dan itu sangatlah mudah bagiNya. Kemenangan yang diraih kaum Muslimin pada perang Badar semata karena pertolongan dan kehendak Allah. Karenanya ketika Abdullah Ibnu Mas’ud membawa kepala Abu Jahal, panglima pasukan musuh ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, inilah kepala musuh Allah, Abu Jahal”. Beliau bersabda, “Benarkah, demi Allah Yang tiada sesembahan –yang haq- selain Dia?” Beliau mengulanginya hingga tiga kali, lalu bersabda,

اَللّٰهُ أَكْبَرُ، اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ.

“Allah Mahabesar, segala puji bagi Allah, Yang telah menepati janji-Nya, menolong hambaNya dan menghancurkan kelompok-kelompok (musuh) sendirian.”

Kemudian beliau bersabda, “Kemarilah dan perlihatkan padaku”.
Lalu kepala tersebut diperlihatkan kepada beliau, maka beliau pun bersabda, “Inilah Fir’aun umat ini.”

Kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar merupakan karunia Allah yang sangat besar. Mereka menjadi kuat setelah sebe-lumnya lemah dan tertindas. Karenanya Allah mengingatkan me-reka akan nikmat yang besar ini agar mereka senantiasa bersyukur kepadaNya. Firman Allah Ta’ala,

وَاذْكُرُواْ إِذْ أَنتُمْ قَلِيلٌ مُّسْتَضْعَفُونَ فِي الأَرْضِ تَخَافُونَ أَن يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُم بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan ingatlah (hai para Muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di bumi (Makkah), kamu takut orang-orang (Makkah) akan menculikmu, maka Allah memberi kamu tempat me-netap (Madinah) dan Dia menjadikan kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan Dia memberikan kamu rizki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.” (Al-Anfal: 26)

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الْأَرْبَعَةِ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَاقِي الصَّحَابَةِ وَالْقَرَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.