Masalah keempat: Keutamaan hijab

Allah Ta’ala menetapkan salah satu sarana ibadah bagi para wanita yang beriman, dengan mewajibkan kepada mereka untuk memakai hijab yang dapat menutup seluruh tubuh dan perhiasan mereka di depan kaum laki-laki lain. Bila hal itu dilakukan sebagai penghambaan, akan mendapatkan pahala; dan sebaliknya bila ditinggalkan, akan mendapatkan siksa. Oleh karenanya, setiap pelanggaran terhadapnya, merupakan dosa besar yang membinasakan, dan akan mendorong terjadinya dosa besar lainnya, semisal: sengaja mempertontonkan sebagian anggota tubuh, memamerkan sebagian perhiasan yang dipakai, membaur dengan kaum laki-laki, merangsang orang lain dan lain sebagainya, yang merupakan dampak-dampak negatif dari pelanggaran hijab.

Maka, diwajibkan atas para wanita yang beriman, agar tetap komitmen terhadap semua yang telah diperintahkan Allah Ta’ala kepada mereka, berupa: memakai hijab, menutup tubuh, mempunyai sifat ‘iffah dan rasa malu, sebagai bentuk ketaatan mereka kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا

“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzâb:36).

Kenapa demikian? Karena di balik semua kewajiban tersebut terdapat berbagai hikmah,rahasia-rahasia agung, keutamaan-keutamaan mulia, tujuan-tujuan dan kemaslahatan-kemaslahatan besar. Di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Pertama, menjaga kehormatan: Hijab sebagai upaya syar’i untuk menjaga atau melindungi kehormatan, dan mencegah semua hal-hal yang mengakibatkan terjadinya kecurigaan, fitnah dan kerusakan.

  • Kedua, kesucian hati: Hijab dapat membawa kepada kesucian hati orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan, mengisi hati mereka dengan ketakwaan dan menjunjung tinggi kehormatan. Maha benar Allah yang telah berfirman:

    ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

    “Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”( QS. al-Ahzâb: 53)

  • Ketiga, Kemuliaan akhlak atau budi pekerti: Hijab mengajak untuk senantiasa berakhlak mulia, seperti: memiliki sifat ‘iffah, kesopanan, rasa malu dan ghaîrah; serta menjaga diri dari akhlak buruk dan tercela, seperti: tidak punya rasa malu, bertingkah binal, bermoral hina dan rusak.

  • Keempat, sebagai tanda kesucian diri: Hijab merupakan tanda atau simbol syar’i, yang menunjukkan sosok wanita mulia dan suci di dalam kesucian dan kehormatan mereka, serta jauh dari noda keraguan maupun syak wasangka.

    ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ

    “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu” (QS. al-Ahzâb: 59)

    Kesalehan yang tampak itu menunjukkan kesalehan batin, dan sesungguhnya kesucian diri merupakan mahkota bagi seorang wanita. Bila kesucian diri berkibar pada satu rumah, maka rumah itu dilimpahi kebahagiaan.

    Cukup menarik untuk disebutkan di sini, bahwa an-Numairi, seorang penyair ketika melantunkan syair di hadapan al-Hajjaj:

    يُخَمِّرْنَ أَطْرَافَ الْبَنَانِ مِنَ التُّقَى وَيَخْرُجْنَ جُنْحَ الَّليْلِ مُعْتَجِرَاتٍ

    Para wanita itu
    menutupi ujung jemarinya,
    karena takwa.
    Saat hari menjelang malam,
    mereka pun keluar
    dengan memakai kerudung.

    Maka pada saat itu, al-Hajjaj berkata, “Dan begitulah seorang wanita muslimah yang merdeka”.

  • Kelima, mencegah keinginan-keinginan dan bisikan-bisikan setan: Hijab merupakan langkah preventif sosial terhadap petaka dan penyakit hati yang terdapat pada diri laki-laki dan perempuan. Dari situlah, maka hijab akan memangkas ambisi-ambisi buruk, membendung penglihatan-penglihatan khianat dan mencegah tindak jahat seorang laki-laki atau perempuan terhadap kehormatannya. Di samping itu, hijab juga merupakan langkah preventif terhadap munculnya tuduhan keji kepada wanita-wanita yang telah bersuami (muhson), menjalarnya berbagai ucapan kotor, keragu-raguan, syak wasangka dan berbagai bisikan-bisikan setan yang lainnya.

    Seorang penyair bertutur:

    حور حرائر ما هممن بريبة كظباء مكة صيدهن حرام

    Para bidadari yang suci lagi mulia
    tidak menginginkan sesuatu yang meragukan,
    bagaikan kijang Mekah
    yang haram diburu

    ket:(Kata ” hûr” yang ada dalam bait syair ini adalah bentuk jamak dari kata ” haurâ’ ” bukan jamak dari kata ” hûriyah “; karena kata ini adalah hasil dari adopsi /istilah baru (muwallad))

  • Keenam, menjaga al-hayâ’ atau rasa malu: Lafazh ini diambil dari lafazh al-hayât atau kehidupan, maka tidak ada kehidupan tanpa ada rasa malu. Ia adalah ciptaan Allah Ta’ala yang dititipkan dalam diri manusia, yang dikehendaki untuk dimuliakan. Sehingga, ia akan menyeru kepada kebaikan-kebaikan dan mencegah semua bentuk kejelekan. Sifat ini merupakan salah satu ciri khas manusia, sifat fitrah dan akhlak dalam agama Islam. Malu atau al-hayâ adalah sebagian dari iman. Ia termasuk salah satu sifat-sifat orang Arab yang terpuji, yang telah diakui oleh agama Islam dan bahkan dianjurkan.

    Antarah al-Abasi melantunkan bait syair yang berbunyi:

    وأغض طرفي إن بدت لي جارتي حتى يواري جارتي مأواها

    Aku tundukkan pandanganku
    ketika terlihat di mataku
    tetangga wanitaku
    hingga ia pun tertutup
    oleh tembok rumahnya

    Maka, pengaruh dari rasa malu ini membawa diri untuk berhias dengan akhlak luhur, dan menciptakan benteng kokoh yang dapat melindungi diri dari tingkah laku hina.

    Dan, hijab itu tiada lain adalah sarana atau media yang paling efektif untuk menjaga rasa malu, dan melepasnya, sama saja dengan mencabut rasa malu dari dalam diri seorang wanita.

  • Ketujuh, hijab bisa mencegah masuknya budaya tabarruj, sufûr dan ikhtilât ke dalam komunitas masyarakat Islam.

  • Kedelapan, hijab sebagai benteng pertahanan terhadap perzinaan dan budaya serba boleh, sehingga seorang tidak menjadi singgahan bagi laki-laki hidung belang.

  • Kesembilan, wanita adalah aurat, sedang hijab sebagai penutupnya. Ini adalah termasuk bagian dari ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman:

    يَابَنِى ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ

    “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang baik.(QS. al-A’râf:26)

    Abdurrahman bin Aslam rahimahullah ketika menafsiri ayat ini berkata, “Ia takut kepada Allah, lalu menutupi auratnya. Maka yang demikian itu adalah pakaian takwa”.

    Di dalam doa yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan:

    اللهم استر عوراتي وآمن روعاتي

    “Ya Allah, tutupilah auratku dan sirnakanlah ketakutanku”.(HR. Abu Daud dan yang lainnya).

    Ya Allah tutupilah aurat-aurat kami dan aurat-aurat para istri kaum mukminin. Amîn.

  • Kesepuluh, menjaga ghaîrah (kecemburuan agama). Adapun penjelasan rinci mengenai masalah ini terdapat dalam Dasar Kesepuluh.