Manusia cenderung kepada sesuatu yang bagus, indah dan elok. Hal ini lumrah dan manusiawi, keindahan dan keelokan pada sesuatu membuat jiwa menjadi senang dan tenang. Tidak hanya manusia yang menyukai keindahan, Allah juga menyukai keindahan, “Innallah jamil yuhibbul jamaal.” Dari sini maka bukan merupakan kekeliruan atau keanehan ketika Anda sebagai bapak atau ibu berharap dikaruniai anak yang berparas tampan atau berwajah cantik, sehingga sedap jika dipandang dan enak kalau diperhatikan. Penulis berharap semoga harapan Anda ini telah terkabul atau akan terkabul.

Namun penulis juga yakin bahwa Anda menyadari bahwa terkadang sebuah harapan hanya sebatas harapan, angan-angan hanya sebatas angan-angan, artinya tidak terwujud dalam alam nyata, hal itu karena di antara harapan dan angan-angan terdapat harapan dan angan-angan di mana kita tidak memiliki wewenang dan kuasa untuk mewujudkannya, jangankan harapan dan angan-angan seperti ini, harapan dan angan-angan yang mana kita kuasa untuk mewujudkannya, terkadang juga tidak terwujud karena satu dan lain hal, pada saat yang sama sebagai muslim, kita meyakini bahwa segala hal yang ada dan terjadi di alam raya ini tidak terjadi begitu saja dan secara tiba-tiba, akan tetapi ia terjadi karena di belakang semuanya ada penata dan pengatur.

Bagaimana jika yang terjadi adalah yang terakhir, anak Anda kurang rupawan, kurang sedap dipandang, minim kecantikan atau yang semacamnya, maka Anda perlu membaca apa yang penulis sebutkan berikut.

Pertama, perkara ini di luar kuasa anak dan di luar kuasa Anda juga

Siapa pun mengetahui hal ini, anak lahir dengan bentuk tubuh dan raut muka bagaimana dan seperti apa, urusannya bukan di tangan yang bersangkutan, kalau dia pemegang urusan niscaya dia akan membentuk dirinya dalam sebaik-baik bentuk, tetapi bagaimana sedangkan dia hanya menerima cetakan dari Pencipta.

Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana yang Dia kehendaki.” (Ali Imran: 6).

Dialah Allah yang menciptakan, yang menagadakan dan yang membentuk rupa.” (Al-Hasyr: 24).

Kedua, melihat kepada diri

Anak pasti memiliki kemiripan, dekat atau jauh, dengan orang tuanya. Anak adalah photocopi bapak ibunya, tidak mungkin ada seorang anak, jika dia benar-benar tercipta dari air mani bapaknya dan mendekam dalam rahim ibunya, yang berbeda sama sekali dengan bapak ibunya. Tunggu sebentar, sepertinya ada lho seorang anak yang tidak mirip dengan seorang bapak dan seorang ibu, Anda ingin tahu siapa anak itu? Anak tetangga.

Kemiripan antara anak dengan bapak ibunya adalah suatu kepastian dan kemiripan ini tidak hanya sebatas pada fisik semata, lebih dari itu kemiripan ini juga ada pada sifat dan tabiat. Kemiripan ini tidak sebatas pada wajah, ini biasa dan umum, bahkan kemiripan ini terlihat pada bagian tubuh yang lain.

Seorang qaif –ahli nasab dengan menelusuri kemiripan- dari Bani Mudlij memperhatikan kaki Zaid bin Haritsah dengan kaki Usamah bin Zaid sedangkan wajah mereka berdua tertutup kain, dia berkata, “Sesungguhnya sebagian dari kaki-kaki ini berasal dari sebagian yang lain.” Maka Nabi saw berbahagia dengan kata-katanya ini. Ini adalah hadits al-Bukhari dan Muslim.

Dalam kisah suami istri yang berli’an di hadapan Nabi saw, beliau bersabda setelah keduanya menyelesaikan li’an, “Lihatlah jika wanita itu melahirkan anak berkulit gelap, berkelopak mata hitam, berbokong padat dan berkaki gemuk maka aku tidak mengira Uwaimir kecuali telah berkata benar, namun jika dia dia melahirkan anak berkulit kemerah-merahan layaknya kadal gurun maka aku tidak mengira Uwaimir kecuali telah berdusta atasnya.” Maka wanita itu melahirkan sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Hadits ini juga hadits al-Bukhari dan Muslim.

Yang ingin penulis katakan di sini adalah kemiripan antara bapak dengan anak tidak sebatas kemiripan wajah, lebih dari itu kemiripan juga terjadi pada anggota yang lain misalnya kaki seperti dalam peristiwa di atas.

Jika demikian, kalau anak Anda kurang rupawan atau kurang cantik, bukankah hal itu –dalam batas-batas tertentu- adalah warisan dari Anda? Kalau Anda ingin meruntutnya, maka Anda adalah warisan bapak Anda, bapak Anda adalah warisan kakek Anda…Dan seterusnya sampai Adam alaihis salam

Tetapi kadang-kadang kemiripan itu jauh, atau dengan kata ekstrim, tidak ada mirip-miripnya. Jangan cemas, suatu kali Ali bin Abu Thalib sedang bersama al-Hasan putranya, datang Abu Bakar dan dia langsung mengendong al-Hasan sambil berkata, “Mirip dengan Rasulullah saw bukan dengan Ali.” Ali sebagai bapak hanya menanggapinya dengan tertawa.

Dari Abu Hurairah rhu bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi saw, dia berkata, “Ya Rasulullah, anakku lahir berkulit hitam.” Nabi saw bersabda, “Adakah kamu mempunyai unta?” Dia menjawab, “Ya.” Nabi saw bertanya, “Apa warnanya?” Dia menjawab, “Merah.” Nabi saw bertanya, “Adakah yang berwarna abu-abu?” Dia menjawab, “Ada.” Nabi saw bertanya, “Dari mana ia?” Dia menjawab, “Mungkin dari keturunan nenek moyangnya.” Nabi saw bersabda, “Bisa jadi anakmu itu dari keturunan nenek moyangnya.”

Jadi kalau Anda merasa tampan atau cantik lalu kebetulan anak Anda tidak seperti Anda, maka ada kemungkinan anak tersebut meniru nenek moyang Anda, baik yang dekat maupun yang jauh. Lihatlah al-Hasan bin Ali, dia justru merip kakek dari ibunya yaitu Rasulullah saw, bukan mirip bapaknya, Ali bin Abu Thalib. Ma fi musykilah, no problem.

Ketiga, wajah bukan timbangan

Benar, bukan timbangan baik dan buruknya seseorang, akan tetapi timbangan sebenarnya adalah apa yang ada di dalam dada dan apa yang dilakukan oleh anggota badan. Berapa banyak orang dengan wajah yang tampan atau cantik, namun buruk hati dan tingkah lakunya, sebaliknya adalah sebaliknya. Berapa banyak orang yang jasmaninya menarik namun rohaninya busuk, sebaliknya adalah sebaliknya. Perhatikan keadaan orang-orang munafik di mana Allah berfirman tentang mereka, “Jika kamu melihat mereka maka jasad-jasad mereka itu menakjubknmu.” (Al-Munafiqun: 4).

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada wajahmu dan jasmanimu, akan tetapi Dia melihat kepada hatimu.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Orang boleh saja mengagumi seseorang karena ketampanan dan penampilannya, namun sejatinya yang bersangkutan adalah orang yang paling rendah di sisi Allah, sebaliknya adalah sebaliknya.

Perhatikan kisah yang disampaikan oleh Nabi saw berikut, “Ketika seorang bayi sedang menyusu kepada ibunya, seorang dengan penampilan megah dan berkendaraan mahal lewat, maka ibu berkata, ‘Ya Allah, jadikanlah anakkku sepertinya.’ Lalu anak tersebut meninggalkan susunya, dia melihat orang itu lalu dia berkata, ‘Ya Allah, jangan jadikan aku sepertinya.’ Lalu anak itu kembali menyusu.”

Nabi saw melanjutkan, “Orang-orang menggelandang seorang hamba sahaya wanita sambil memukulinya, mereka berkata kepadanya, ‘Kamu telah berzina dan mencuri.’ Dia menjawab, ‘Cukuplah Allah sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baik penolong.’ Ibu berkata, ‘Ya Allah, jangan jadikan anakku sepertinya.’ Anak itu meninggalkan susunya dan melihat kepadanya, dia berkata, ‘Ya Allah jadikanlah aku sepertinya.’

Ada apa? Ternyata laki-laki yang berpenampilan mewah dan berkendaraan mahal itu adalah laki-laki yang sombong, maka wajar jika anak yang sedang menyusu itu berkata, “Ya Allah, jangan jadikan aku sepertinya.” Sementara ibu yang hanya melihat penampilan lahir terkecoh sehingga dia berharap anakknya sepertinya.

Sebaliknya wanita yang dituduh berzina dan mencuri, dia adalah wanita baik-baik, tidak seperti yang mereka tuduhkan, maka anak yang sedang menyusu itu berharap menjadi sepertinya, sedangkan ibunya berharap sebaliknya.

Ternyata penampilan, ketampanan dan kecantikan terkadang mengecoh. Biarkanlah anak Anda sebagaimana yang Allah ciptakan, siapa tahu di sanalah kebaikan itu tersimpan, dan penulis berharap. (Izzudin Karimi)