6- Kalam

Kalam atau berbicara di dalam shalat termasuk mubthilatus shalah berdasarkan hadits Muawiyah bin al-Hakam yang telah disebutkan sebelumnya di mana dia bertasymit untuk orang yang bersin lalu Nabi saw mengingatkannya untuk tidak mengulanginya.

Hadits Zaid bin Arqam yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, “Dulu kami berbicara di dalam shalat pada zaman Rasulullah saw, salah seorang dari kami berbicara kepada kawannya tentang hajatnya sampai ayat ini turun, ‘Peliharalah shalat-shalatmu dan shalat wustha. Berdirilah karena Allah dalam shalatmu dengan khusu’. (Al-Baqarah: 238), lalu kami diminta diam dan dilarang berbicara.”

Hadits Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah saw mengutusku untuk sebuah hajat, aku kembali dan aku melihat beliau sedang shalat, aku mengucapkan salam kepada beliau namun beliau tidak menjawab sehingga di dalam hatiku terbersit sesuatu di mana Allah lebih mengetahuinya, kemudian aku mengulang salamku dan Nabi saw juga tidak menjawab, di hatiku terbersit sesuatu yang lebih berat dari yang pertama, akhirnya Nabi saw bersabda, ‘Yang menghalangiku untuk menjawab salammu adalah karena aku sedang shalat.’ Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Kalam mushalli ada tiga macam: Pertama, dengan sengaja bukan merupakan tuntutan kemaslahatan shalat. Kedua, dengan sengaja tetapi ia merupakan tuntutan kemaslahatan shalat. Ketiga, dengan tidak sengaja atau karena lupa.

Yang Pertama membatalkan shalat dengan kesepakatan berdasarkan hadits-hadits di atas.

Kedua, misalnya imam menambah rakaat, misalnya dia bangkit ke rakaat ketiga dalam shalat Shubuh, lalu seorang makmum berkata, “Engkau telah shalat dua rakaat.” Atau, “Ini rakaat ketiga.”

Jumhur ulama termasuk Imam Abu Hanifah asy-Syafi’i, Malik dan Ahmad dalam salah satu riwayat dari keduanya menyatakan membatalkan, berdasarkan keumuman dalil yang melarang berbicara di dalam shalat, hadits Muawiyah, Zaid bin Arqam dan Jabir.

Di samping itu Nabi saw sudah memerintahkan siapa yang mengingatkan sesuatu di dalam shalat untuk bertasbih. “Barangsiapa mengingatkan sesuatu dalam shalat maka hendaknya dia bertasbih.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Imam Malik dan Ahmad dalam riwayat yang lain dari keduanya menyatakan tidak membatalkan berdasarkan hadits Dzul Yadain dari Abu Hurairah yang telah hadits dalam sujud sahwi, di mana Nabi saw salam di rakaat kedua pada shalat Zhuhur atau Ashar, lalu Dzul Yadain berbicara mengingatkan beliau.

Pendapat yang kuat adalah membatalkan, hadits Dzul Yadain lebih dekat kepada berbicara karena lupa. Wallahu a’lam.

Ketiga, karena lupa. Imam Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad dalam sebuah riwayat darinya menyatakan tidak membatalkan berdasarkan hadits Dzul Yadain. Imam Abu Hanifah dan Ahmad dalam riwayatnya yang lain menyatakan membatalkan berdasarkan keumuman hadits-hadits yang melarang berbicara di dalam shalat.

Pendapat yang rajih adalah tidak membatalkan, salah satu penguat pendapat ini adalah hadits Muawiyah bin al-Hakam, Nabi saw tidak memintanya mengulang shalat sekalipun dia berbicara, hal itu karena dia belum mengetahui, dan orang yang lupa dihukumi tidak mengetahui maka dia dimaklumi. Walllahu a’lam.
(Izzudin Karimi)