TENTANG KALIMAT-KALIMAT YANG MENJELASKAN KEUTAMAAN DZIKIR TANPA TERIKAT DENGAN WAKTU

(26) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Tirmidzi dari Sa’ad bin Abu Waqqash Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi seorang wanita sedangkan di tangan wanita tersebut terdapat biji kurma atau kerikil yang dengannya dia bertasbih, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَا هُوَ أَيْسَرُ عَلَيْكَ مِنْ هذَا أَوْ أَفْضَلَ؟ فَقَالَ: سُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ، وَسُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي اْلأَرْضِ، وَسُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذلِكَ، وَسُبْحَانَ اللهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ. وَاللهُ أَكْبَرُ مِثْلَ ذلِكَ. وَاْلحَمْدُ لله مِثْلَ ذلِكَ. وَلاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ مِثْلَ ذلِكَ. وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ مِثْلَ ذلِكَ.

“Maukah kamu aku beritahu yang lebih mudah bagimu atau lebih utama?” Nabi melanjut-kan, “Mahasuci Allah sebanyak jumlah apa yang Dia ciptakan di langit, Mahasuci Allah sebanyak jumlah apa yang Dia ciptakan di bumi, Mahasuci Allah sebanyak apa yang ada di antara keduanya, Mahasuci Allah sebanyak jumlah apa yang Dia ciptakan’. (Lalu katakan), ‘Allah Mahabesar’ seperti itu, ‘Segala puji bagi Allah’ seperti itu, ‘Tiada Tuhan yang hak selain Allah’ seperti itu dan ‘Tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah seperti itu’.”

Takhrij Hadits: Hasan: Diriwayatkan Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab at-Tasbih Bi al-Hasha, 1/471, no. 1500; at-Tairmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab Du’a’uhu Shallallahu ‘alaihi wasallam Wa Ta’awudzuhu, 5/562, no. 3568; an-Nasa`i di dalam al-Yaum Wa al-lailah, no. 3954 -berdasarkan penomeran Tuhfah al-Asyraf; Ibnu Hibban no. 837; al-Hakim 1/547; al-Baihaqi di dalam asy-Syu’ab no. 602, 603; dan al-Baghawi di dalam Syarh as-Sunnah No. 1279: dari jalan Ibnu Wahab, dari Amr bin al-Harits, dia dikabarkan oleh Sa’id bin Abi Hilal, (dari Khuzaimah), dari Aisyah bin Sa’ad, dari bapaknya Sa’ad bin Abi Waqqash, dengan hadits tersebut.

Ini adalah sanad yang dhaif karena adanya Khuzaimah, dia adalah rawi yang majhul, salah seorang dari mereka menggugurkannya dari sanad maka dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan adz-Dzahabi padahal yang benar adalah penetapan nama Khuzaimah karena ia adalah riwayat rawi-rawi yang lebih banyak dan lebih tsiqah, hanya saja penggalan yang pertama didukung oleh hadits Shafiyah di at-Tirmidzi no. 3554; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 24/74/195 dan dalam ad-Dua’ no.1739 dan 1740; al-Hakim 1/547: dari dua jalan, di mana salah satunya menjadi hasan dengan yang lain. Untuk doanya didukung oleh hadits Abu Umamah di Ahmad 5/249; an-Nasa`i di Amal al-Yaumi Wa al-Lailah no.166; Ibnu Hibban no. 830; ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Kabir 8/238/7930 dan 8122 dan ad-Dua’ no.1743 dan 1744; al-Hakim 1/5513, salah satu sanadnya dishahihkan oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi berdasarkan syarat asy-Syaikhain. Dan tidak dikatakan bahwa hadits Sa’ad ini adalah hadits syadz atau munkar hanya karena ia menyelisihi hadits Juwairiyah di Muslim yang hadir pada nomor 16 karena pada dasarnya adalah penggabungan antara nash-nash dan bukan mempertentangkannya, dan penggabungan antara kedua hadits tersebut adalah mungkin, dengan menyatakan bahwa keduanya adalah dua kejadian yang berbeda, bahkan inilah yang langsung dipahami oleh benak, karena wanita pada masing-masing hadits adalah berbeda, doanya pun juga berbeda, tambahan bertasbih dengan kerikil dan kehadiran Sa’ad bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hadits ini dihasankan oleh at-Tirmidzi, al-Baghawi, al-Mundziri, an-Nawawi dan al-Asqalani, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan adz-Dzahabi, tetapi didhaifkan oleh al-Albani. Wallahu a’lam

Catatan: Hadits ini tidak mengandung petunjuk disyariatkannya biji tasbih, lebih-lebih disunnahkannya, Nabi tidak mendiamkan, tidak merelakan dan tidak mengakui tasbihnya dengan kerikil, justru beliau mewasiatkan agar ditinggalkan dan diganti dengan selainnya. Mana persetujuan beliau dalam hal ini? Justru yang ada adalah larangan secara halus atau minimal makruh, atau kemungkinan yang paling ringan adalah menyelisihi yang lebih baik. Jika hal ini kita gabungkan dengan perbuatan yang shahih dari beliau dan perintahnya agar menghitung tasbih dengan jari-jari kanan sebagaimana akan hadir setelah ini niscaya jelas bagi kita bahwa orang-orang yang memegang biji-biji tasbih itu telah menyelisihi petunjuk Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wasallam dari segi perkataan, perbuatan, perintah dan larangan. Dan hanya kepada Allah-lah tempat memohon pertolongan.
At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”

(27) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Tirmidzi dengan sanad yang hasan dari Yusairah Radhiyallahu ‘anha-dengan ya’ dibaca dhammah dan sin dibaca fathah– seorang shahabiyah yang berhijrah,

أَنَّ النَّبِيَّ أَمَرَهُنَّ أَنْ يُرَاعِيْنَ بِالتَّكْبِيْرِ، وَالتَّقْدِيْسِ، وَالتَّهْلِيْلِ، وَأَنْ يَعْقِدْنَ بِاْلأَنَامِلِ، فَإِنَّهُنَّ مَسْئُوْلَاَتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ.

“Bahwa Nabi a memerintahkan para wanita agar menjaga takbir, taqdis dan tahlil, dan agar mereka menghitungnya dengan jari-jari mereka [يُرَاعِيْنَ : Menjaga dan membaguskan, taqdis adalah ucapan سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ atau سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ atau سُبْحَانَ اللهِ, pent.] karena jari-jari tersebut akan ditanya dan akan diminta berbicara.”

Takhrij Hadits: Hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 7655, 29405, dan 35028; Ibnu Sa’ad di dalam ath-Thabaqat 8/402; Ahmad 6/370, Abu Dawud ibid no. 1501; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab Fadhl at-Tasbih Wa at-tahlil, 5/571, no. 3583; Ibnu Hibban no. 842; ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir 25/73 no. 180 dan 181 dan juga di dalam ad-Dua’a’ no. 1771 dan 1772; dan al-Hakim 1/547: dari dua jalan, dari Hani’ bin Utsman, dari Ibunya, Humaidhah binti Yasir, dari neneknya YuSa’irah, dengan hadits tersebut.

Ini adalah sanad dhaif karena Humaidah ini, dia tidak dikenal kecuali dengan hadits ini, dia hanya dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban, diterima oleh al-Asqalani di dengan adanya Mutaba’at akan tetapi hadits ini memiliki syahid di dalam Ibnu Abi Syaibah (no. 7656) dengan sanad dhaif mauqufmauquf kepada Aisyah tetapi memiliki hukum marfu.’ Perkara meng-hitung tasbih dengan jari diriwayatkan secara shahihshahih dari perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di hadits Abdullah bin Amru yang hadir sesudahnya. Jadi hadits ini hasan insya Allah dengan kedua syahidnya tersebut, ia dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan adz-Dzahabi, dihasanhasankan oleh an-Nawawi, al-Asqalani dan al-Albani.

(28) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Tirmidzi serta Sunan an-Nasa`i dengan sanad hasan dari Abdullah bin Amr [Di sebagian naskah tertulis, ‘bin Umar’ dan itu adalah kesalahan yang nyata, pent.] , dia berkata,

رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَعْقِدُ التَّسْبِيْحَ

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghitung tasbih dengan jarinya.” Dalam riwayat lain, بِيَمِيْنِهِ “Dengan (jari) tangan kanannya.”

Takhrij Hadits: Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 7662; Hamad 2/160, 204; Ibnu Majah, Kitab Iqamat ash-Shalah, Bab Ma Yuqalu Ba’da at-Taslim, 1/299 no. 926; Abu Dawud, ibid, no. 1502 dan 5065; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab, 5/478, no. 3410, 3411, 3486; an-Nasa`i: Kitab as-Sahuw, Bab Adad at-Tasbih Ba’da at-Taslim, 3/74 no. 1347 dan 1354; Ibnu Hibban no. 843; ath-Thabrani di dalam ad-Du’a’ no. 1773; al-Hakim 1/547; al-Baihaqi 2/253 dan al-Baghawi no. 2168; dari sejumlah jalan: dari Atha’ bin as-Sa’ib, dari bapaknya, dari Ibnu Amr, dengan hadits tersebut.
Atha’ pernah mengalami keguncangan memiliki hafalan yang kacau, hanya saja hadits ini diriwayatkan oleh Syu’bah dan Hammad bin Zaid darinya, dan itu sebelum Atha mengalami keguncangan kekacauan hafalan, jadi sanadnya shahihshahih. Hadits ini dihasanhasankan oleh an-Nawawi dan al-Asqalani, idan dishahihshahihkan oleh at-Tirmidzi dan diikuti oleh al-Baghawi, adz-Dzahabi dan al-Albani.

(29) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَالَ: رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَّمَدٍ رَسُوْلاً، وَجَبَتْ لَهُ اْلجَنَّةَ.

“Barangsiapa mengucapkan, ‘Aku rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Mu-hammad sebagai Rasul’ maka surga wajib untuknya.”

Takhrij Hadits: Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam al-Mushannaf no. 29273; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab al-Istighfar, 1/478, no.1529; an-Nasa`i di dalam al-Yaumi Wa al-Lailah no. 5; Ibnu Hibban di dalam ash-Shahih no. 863, dan al-Hakim 1/518: dari beberapa jalan, dari Zaid bin al-Habbab, kami dituturkan oleh Abdurrahman bin Syuraih, saya dituturkan oleh Abu at-Tajibi: dari Abu Ali al-Hamadani, dari Abu Sa’id al-Khudri, dengan hadits tersebut.
Sanad ini hasan karena Abu Hani, dia adalah rawi jujur termasuk rawi Muslim. Akan tetapi Imam Ahmad 3/14 meriwayatkannya dari jalan Yahya bin Ishaq, Ibnu Lahi’ah menyampaikan kepada kami dari Khalid bin Abu Imran dari Abu Abdurrahman al-Habali dari Abu Sa’id dengan hadits tersebut. Sanad ini juga hasan karena Yahya termasuk sahabat (murid) lama Ibnu Lahi’ah. Jadi hadits ini dengan kedua jalannya adalah shahih. Kemudian asal hadits ini di Muslim Kitab al-Imarah, Bab Ma A’addahullah Li al-Mujahid, 3/1501, no.1884 dengan lafazh مَنْ رَضِيَ … dan seterusnya.

(30) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Abdullah bin Busr Radhiyallahu ‘anhu -dengan ba dibaca dhammah dan sin disukunkan-, seorang sahabat,

أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ شَرَائِعَ اْلإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ، فَأَخْبِرْنِيْ بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ: لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى

“Bahwa seorang laki-laki berkata, ‘Ya Rasulullah sesungguhnya syariat Islam berjumlah banyak bagiku. Katakan sesuatu yang bisa menjadi peganganku.’ Nabi a bersabda, ‘Hendaknya lidahmu senantiasa basah oleh dzikir kepada Allah ‘.”

Takhrij Hadits: Shahih: Diriwayatkan oleh Ibu Abi Syaibah no. 29444; Ahmad dalam al-Musnad 4/190, 5/188, dan juga di dalam az-Zuhd hal. 45; al-Bukhari di dalam at-Tarikh 1/416; Ibnu Majah, Kitab al-Adab, Bab Fadhl adz-Dzikr, 2/1246 no. 3793; at-Tirmidzi, Kitab ad-Du’a’, Bab Fadhl adz-dzikr, 5/458, no. 3375; Ibnu Hibban no. 814; ath-Thabrani di dalam ad-Du’a’ no. 1854 dan 1855; dan al-Hakim 1/495: dari beberapa jalan, dari Amr bin Qais al-Kindi, dari Abdullah bin Busr, dengan hadits tersebut.
At-Tirmidzi berkata, “Hasan,” dan disetujui oleh al-Asqalani dan an-Nawawi. Aku berkata, “Ini menurut jalannya secara khusus. Adapun jalan lain maka ada yang shahih secara tersendiri, lebih-lebih jika semuanya dikumpulkan. Dan hadits ini memang dishahihkan oleh al-Hakim, al-Mundziri dan al-Albani.
At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”

Saya berkata, أَتَشَبَّثُdengan ta’ lalu syin dan ba‘, semuanya dibaca fathah lalu tsa’ yang artinya, ‘aku bergantung dan berpegang kepadanya’.

Bersambung…
Sumber: dikutip dari Buku “Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Oleh: Abu Nabiel)