Tawakal adalah bersandar dengan benar kepada Allah dalam menghadirkan kemaslahatan dan menolak mudharat terkait dengan perkara-perkara dunia dan akhirat disertai dengan upaya sebatas kemampuan..

Sesungguhnya umat Islam menjadi hina setelah sebelumnya mulia dan bodoh setelah sebelumnya berilmu, hal itu karena –salah satunya- umat meninggalkan tawakal kepada Tuhannya, umat pergi untuk mencari kemuliaan, terkadang ke timur yang atheis, terkadang ke barat yang komunis, umat lupa bahwa hanya Allah-lah pemilik perbendaharaan langit dan bumi, umat lupa terhadap firman Allah, yang artinya, “Barangsiapa menginginkan kemuliaan maka seluruh kemuliaan itu milik Allah.” (Fathir: 10).

Barangsiapa bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3). Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ( ayat ini -ed) turun pada Auf bin Malik al-Asyja’i, orang-orang musyrikin menawan anaknya, maka dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengadukan kemisikinan, dia berkata, “Ya Rasulullah, musuh telah menawan anakku, ibunya sangat bersedih, apa yang engkau perintahkan kepadaku.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, aku memerintahkan kepadamu dan kepada istrimu agar memperbanyak ucapan, ‘La haula wala quwwata illa billah.’ Maka Auf dan istrinya melakukannya, ketika dia sedang di rumahnya, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk oleh seseorang, ternyata dia adalah anaknya dengan membawa seratus unta yang ditinggalkan musuh lalu dia menggiringnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal niscaya Dia akan memberi kalian rizki sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung, ia berangkat pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ahmad.
Lihatlah seekor burung yang lemah, dia hanya memiliki sebab-sebab rizki yang sedikit, namun ia bertawakal kepada Allah, tidak berpaling dari ketaatan kepadaNya, sebaliknya tidak sedikit dari orang-orang yang satu kulit dengan kita, dari kalangan orang-orang yang Allah muliakan mereka dengan nikmat Islam, mereka justru berpaling dengan tidak bertawakal kepada pencipta mereka, mereka meninggalkan shalat dan meninggalkan ketaatan kepada Tuhan langit dan bumi karena takut kehilangan rizkinya. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.

Wahai orang-orang yang takut atas rizkinya, dengarkanlah kisah ini agar kamu mengetahui siapa yang memberi rizki dan siapa yang wajib untuk di-esa-kan dalam ibadah.

Salah seorang ulama berkata, “Demi Allah, aku telah melihat seekor ular buta yang hidup di pucuk pohon kurma yang tinggi, ia didatangi seekor burung kecil secara berkala, burung itu berdiri di depannya dan mengeluarkan suara tertentu, maka ular itu membuka mulutnya lalu burung itu meletakkan makanan di mulut ular buta tersebut. Siapa yang mengirim burung kecil ini kepada ular tersebut? Siapa yang menjadikan ular ini tidak memangsa burung itu? Dia adalah Tuhan langit dan bumi yang memberi rizki kepada ulat dalam perut batu.

Shilah bin Asyyam, sebagaimana yang disebutkan oleh adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala` dan dia berkata, “Ini adalah kisah yang shahih dari Shilah bin Asyyam.”

Shilah ini adalah seorang tabiin yang mendapatkan zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tetapi tidak melihat beliau, di perjalanan pulang dari sebuah peperangan, kudanya mati, maka dia berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan seseorang mempunyai jasa baik atasku karena aku tidak suka meminta kepada selainMu.” Maka Allah menghidupkan kudanya, dia mengendarainya, ketika dia tiba di rumah, dia berkata kepada Muhammad anaknya, “Wahai anakku, ambillah pelana kuda itu karena ia adalah pinjaman.” Maksudnya pinjaman dari Allah. Maka anaknya mengambil pelana dan kuda itu mati.

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, manakala mereka mewujudkan tawakal kepada Allah dengan benar, mereka menyeberangi sungai dengan kuda-kuda mereka, bahkan mereka berbincang dengan binatang melata bumi sampai-sampai Uqbah bin Nafi’ berdiri di pintu gerbang kota Qairuwan dan dia berkata, “Wahai binatang melata bumi, wahai singa, kami adalah sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kami datang untuk meninggikan kalimat la ilaha illallah, lapangkanlah jalan bagi kami.” Maka singa-singa keluar membawa anak-anaknya dan kalajengking serta ular juga keluar. Semua ini karena mereka mengetahui bahwa mereka memiliki Tuhan yang telah menjamin rizki, bahkan Dia-lah pemilik dan pengatur alam semesta ini

Di antara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Allah, kepadaMu aku berserah diri, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku bertawakal, kepadaMu aku kembali, denganMu aku membela. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada keperkasaanMu, tiada Tuhan yang haq selainMu, janganlah Engkau menyesatkanku, Engkau Maha hidup yang tidak mati sedangkan jin dan manusia mati.” Muttafaq alaihi.

Dari Ibnu Abbas berkata, “Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik penolong.” Ibrahim mengatakannya ketika dia dimasukkan ke dalam api, Muhammad mengatakannya ketika orang-orang berkata, ‘Sesungguhnya manusia telah bersatu untuk memerangi kalian, maka takutlah kalian kepada mereka, namun hal itu justru menambah iman mereka dan mereka pun berkata, “Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik penolong.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Diriwayatkan bahwa Hatim bin al-Asham berkata kepada anak-anaknya, “Aku ingin pergi haji.” Anak-anaknya menangis, mereka berkata, “Kepada siapa engkau menyerahkan kami?” Di antara anak-anaknya ada seorang anak perempuan yang penuh berkah, Allah telah melimpahinya dengan nikmat tawakal dan keyakinan, anak wanita ini berkata, “Biarkanlah bapak pergi haji, karena dia bukan pemberi rizki.”

Maka Hatim berangkat, anak-anaknya kelaparan, mereka menyalahkan saudara perempuan mereka, maka anak perempuan itu berkata, “Ya Allah, jangan membuatku malu di hadapan mereka.”

Tiba-tiba gubernur kota lewat di depan mereka, dia berkata kepada salah seorang pengawalnya, “Carilah air untukku.” Maka keluarga Hatim memberinya air dingin dalam sebuah gelas, maka dia meminumnya. Dia bertanya, “Rumah siapa ini?” Mereka menjawab, “Hatim al-Asham.” Maka dia melemparkan satu kantong emas dan dia berkata, “Siapa yang menyintaiku maka hendaknya dia melakukan apa yang aku lakukan.” Maka para pengawalnya melemparkan harta mereka ke dalam bejana. Anak perempuan itu menangis, maka ibunya bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis, bukankah Allah telah memberi kita rizki yang lapang?” Dia menjawab, “Hanya karena makhluk melihat sekali kepada kita maka kita menjadi berkecukupan, bagaimana jika Allah yang melihat?”

Ashaburrasul, Abu Ammar Mahmud al-Mishri.