فإن الله حرم علي النار من قال لاألاأله ألا الله يبتغي بذلك وجه الله

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan “Laa illaha illallah” karena menginginkan ridha Allah.”(HR.Al-Bukhari dan Muslim dari Shabat ‘Itban radhiyallahu ‘anhu)

Hadits di atas adalah salah satu hadits dari sekian banyak hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Tauhid. Bahwasanya orang yang mengucapkan kalimat ini akan dijauhkan dari api neraka. Hadits diatas adalah bantahan terhadap kaum murjiahyang mereka berkata,”cukuplah kita mengucapkan kalimat “Laa illaha illallah”tanpa berusaha untuk mendapatkan wajah Allah (tanpa mau beramal).

Penjelasan hadits:
Syaikh Muhammad bin Shalih Utsimin bekata tentang hadits ini, Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam فإن الله حرم علي النار :yaitu Allah melarang/mencegah neraka untuk mengenai orang tersebut. Dan sabda beliau من قال لاألاأله ألا الله:siapa yang mengucapkan dengan syarat ikhlas, dengan dalil sabda beliau يبتغي بذلك وجه الله :mengharap wajah Allah, dan barang siapa yang mencari wajah Allah maka dia harus beramal dan berusaha untuk mendapatkan wajah Allah tersebut, karena seseorang yang menginginkan sesuatu maka dia harus berusaha untuk sampai kepada tujuannya.(Qoulul mufid syarah kitab Tauhid jilid pertama) Demikian pula orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dia juga harus beramal supaya bisa mendapatkan keutamaan dan pahala yang Allah janjikan dan sediakan untuk orang-orang yang mengucapkan kalimat ini. Amal atau usaha yang pertama yang harus dilakukan adalah dia mengetahui atau berilmu tentang kalimat ini, karena Amalan yang tidak dilandasi ilmu maka amalan itu tidak diterima. Ilmu yang di maksud adalh ilmu yang berkaitan dengan makna, syarat-syarat, konsekuensi serta pembatal-pembatal laa ilaha illallah. Berikut ini beberapa penjelasan tentang tentang syarat-syarat Laa ilaha illallah.

Syarat-syarat لاإله إلا الله

Bersaksi dengan Laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat, tanpa syarat-syarat itu maka syahadatnya tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya, dan tidak akan memperoleh keutamaan-keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas. Para ulama mengatakan bahwa syarat-syarat tersebut laksana gigi-gigi kunci, barang siapa membawa kunci yang tidak memiliki gigi-gigi maka kunci tersebut tidak bermanfaat (tidak bisa membuka pintu), demikian juga orang yang mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah tetapi tidak memenuhi syarat-syaratnya maka syahadatnya tidak bermanfaat. Ketujuh syarat tersebut adalah:

Syarat yang pertama:”Ilmu (mengetahui)
Artinya memahami makna dan maksudnya, mengetahui apa yang dinafikan/ditiadakan dan apa yang ditetapkan, (ilmu) yang menafikan kebodohan/ ketidak tahuan tentang makna tersebut. Alllah berfirman :

إِلاَّ مَن شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ {86}

“Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka menyakini/mengetahuinya (nya).” (QS. Az-Zukhruf:86)

Maksudnya orang yang yang bersaksi dengan Laa ilaaha illalla, dan memahami dengan hatianya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.

Syarat yang kedua: Yakin (yakin)
Orang yang mengikrarkan harus meyakini kandungan syhadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu.Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلاَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ {15}

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS.Hujurat :15)

Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

((من لقيت وراء هذا الحائط يشهد أن لاإله إلا الله مستيقنا قلبه فبشره بالجنة ))

“Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebun) ini, yang bersaksi bahw tiada Ilah (sesembahan yang berhak disembah) selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar genbira dengan (balasan) surga.”(HR.Al-Bukhari)

Maka siapa saja yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.

Syarat yang ketiga: Qabul (menerima)
Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyembah/beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selainnya. Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menaati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah Ta’ala:

إِنَّهُم كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ {35} وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ {36}

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka:”Laa ilaaha illallah” (Tiada Ilah yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata:”Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila?” (QS.Ash-Shafat :35-36)

Ini seperti halnya penyembah kubur dewasa ini. Mereka mengucapkan Laa ilaaha illallah, tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka belum menerima Laa ilaaha illallah.

Syarat yang keempat: Inqiyaad (Tunduk dan patuh dengan kandungan makna syahadat)
Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ {22}

“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS.Luqman: 22)

Al-‘Urwatul-wutsqa adalah Laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqaadu (patuh, pasrah)

Syarat yang kelima:
Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkannya. Manakala llisannya mengucapkan tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.Allah Ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الأَخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ {8} يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ {9} فِي قُلُوبِهِم مَّرَضُُ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذّابٌ أَلِيمُ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ {10}

“Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar.Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS.Al-Baqarah:8-10)

Syarat yang keenam: Ikhlas.
Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak mengucapkan karena menginginkan isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadits ‘Itban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

فإن الله حرم علي النار من قال لاألاأله ألا الله يبتغي بذلك وجه الله

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan “Laa illaha illallah” karena menginginkan ridha Allah.”(HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Syarat yang ketujuh: Mahabbah (kecintaan)
Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ للهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ {165}

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada Hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal).(QS. Al-Baqarah:165)

Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan Laa illaha illallah.
(Kitab Tauhid 1 Dr.Shalih bin Fauzan, pustaka Al-Sofwa dan Al-Qoulul Al-Mufid, syaikh Utsaimin, oleh Abu Yusuf sujonoi)