Sebagian ibu-ibu bersemangat yang banyak menahan nafas ketika melihat anak-anaknya; dan melihat segala hal di sekelilingnya.
Ia memperlakukan dengan penjagaan yang berlebihan, ia bisa berjalan sendiri, akan tetapi sang ibu terus saja menitahnya (titah, bahasa Jawa: memegang kedua telapak tangan sang anak dari belakang ketika mengajari anak untuk berjalan, pent)

Padahal sang anak sudah bisa mengenakan pakaian dan makan sendiri. Akan tetapi sang ibu terus saja menyuapinya, melarang anaknya berlari, dan bermain dengan kawan-kawannya atau bersama dengan kawan melakukan jalan-jalan karena takut terkena sesuatu. Sang ibu tidak pernah merasa tenang dan rileks kecuali ketika ia mengungkungnya dengan serangkaian pelajaran dan peringatan dimanapun sang anak berada. Maka sang anak menjadi cengeng, kehilangan perasaan kebebasannya, dan mengalami sejumlah permasalahan psikologis.

Hal-hal di atas banyak dialami para ibu yang “kelewatan” dalam mencintai anaknya dengan cara yang salah yang oleh para peneliti dinamai dengan “perilaku tirani” yang akan menghasilkan dampak negatif berupa kekerasan dan kelalaian.

Ada sementara ibu-ibu yang begitu perhatian terhadap menu makanan anaknya; ia begitu bersemangat dalam jadwal waktu dan cara makan anaknya secara berlebihan; sampai ia pun berlari-lari di belakang sang anak ke mana pun sang anak bergerak; mengikutinya kemanapun sang anak pergi; memintanya untuk terus makan dengan berbagai cara, setiap saat!!

Sebagian ibu-ibu yang lainnya takut sang anak terkena angin, ia segera memakaikan pakaian yang tebal dan berat; melarang sang anak keluar rumah atau pergi ke sekolah jika terjadi perubahan cuaca sedikit saja; ia selalu mengkhawatirkan kesehatannya; kekhawatirannya datang tanpa sebab…

Adapun ibu-ibu yang lain, mereka mulai khawatir teramat sangat akan kemandirian belajar anaknya. Maka, sang ibu tersebut bergegas menunggui sang anak ketika sekolah; meminta sang anak untuk bisa mencapai rangking pertama dan agar menjadi yang terbaik diantara teman-temannya.

Dan yang lainnya, berbegas memenuhi semua keinginan anaknya; dan sang ibu begitu bahagia jika sang anak tertarik dengan barang pemberiannya; ia segera memenuhi permintaan anaknya hanya karena ia menangis atau berteriak, alasannya tidak lain karena ia masih kecil.

Kenyataannya, bahwa contoh-contoh di atas merupakan cerminan pendidikan yang salah pada tahapan masa kanak-kanak pertama. Sebab hal ini bisa menyebabkan perkembangan yang tergantung, yaitu sang anak merasa lemah; tidak mampu mengatasi masalah sendirian di sekolah atau masalah yang terjadi dengan kawannya, serta pada berbagai permasalahan hidup yang berbeda-beda; merasa tidak mampu mengungkapkan fikiran atau pendapatnya; merasa lemah kepercayaan dirinya; tidak merasa aman; merasa tidak mampu menggali kemampuan diri sebagaimana anak lain bisa berkembang mandiri.

Dan petunjuk yang berlebihan dalam mengabulkan setiap keinginan anak akan menjadikannya terbiasa untuk meminta dari lingkungan atas setiap keinginannya itu. Terkadang mereka sudah berumur 20-an tahun akan tetapi kedewasaan psikologisnya masih tetap kanak-kanak; ia tidak mampu mengemban tanggung jawab; ia kolaps setiap kali gagal mencapai tujuan kekanak-kanakannya; sehingga jadilah kepribadiannya rapuh!!!

Anak Yang Banyak Bergantung

Akan tetapi ini semua tidak berarti sang ibu mesti mencueki anaknya, sebagaimana dikatakan oleh Dr. Muhammad Al-Shu’aidiy, Psikolog di Jeddah, bahkan sang ibu mesti khawatir dan menjaga anaknya. Karena dengan mencueki dan tidak peduli terhadap keadaan anak akan berakibat bahaya yang besar. Akan tetapi, memang ada ibu-ibu yang merasa khawatir dan was-was atau sedih ataupun penyakit psikologis lainnya. Dan hal ini -tanpa diragukan lagi– akan berpengaruh kepada sang anak, bahkan berpengaruh kepada semua anggota keluarga, dan kekhawatirannya akan semakin tinggi manakala sang anak mencapai tahapan masa puber. Maka, kekhawatiran yang berlebihan malah bisa “mematikan” kreativitas dan kecerdasan anak. Dan hasil dari ini semua adalah sang anak dalam banyak masalah akan berkembang dengan banyak bergantung dengan orang lain.

Pengaruh Yang Jelek

Hubungan antara ibu dengan anaknya adalah pokok yang mulia yang dimulai sejak dini ketika dalam kandungan, dan berkembang setahap demi setahap bersamaan dengan perkembangan anak, sehingga menjadikan sang ibu sebagai pelaku yang banyak berpengaruh terhadap kesehatan dan kedewasaan psikologis anak.

Akan tetapi, pemeliharaan dan perhatian yang diberikan oleh sang ibu secara berlebihan terkadang malah akan menjadi “belati yang bermata dua”, sebagaimana dikatakan oleh Dr. Nabil Madhlum, seorang peneliti anak di Jeddah yang mengatakan bahwa para ibu yang banyak melampaui batas dalam memberikan makan kepada anaknya tanpa melihat kepada timbangan kesehatan secara cermat yang berkaitan dengan penambahan ini, akan menyebabkan sang anak menjadi kegemukan. Padahal kegemukan pada tahapan usia ini bisa menyebabkan berbagai penyakit pada usia yang belum layak, seperti diabets, hipertensi, asam urat, dimana hal ini semua berefek negatif terhadap jantung, dan pembuluh darah. Dan anak yang kegemukan maka ia akan sulit bergerak, merasa rendah diri, risih ketika bersama dengan kawan-kawannya. Apalagi, tekanan psikologis ibu terhadap anak dan perhatian yang berlebih terkadang berpengaruh besar pada keterikatan sang ibu dengan anaknya dan sang anak pun banyak bergantung dengan ibunya. Hal ini bisa menyebabkan sang anak tidak bisa disapih dari susuannya tepat pada waktunya (2 tahun), dan kekhawatiran sang ibu secara berlebih sampai pada urusan BAB dan BAK terkadang menyebabkan banyak sakit, dan ketergantungannya kepada ibu secara total akan bisa menghilangkan kepercayaan diri dan kemampuan memegang tanggung jawab.

Dan bila ibu mengkhawatirkan sang anak bermain bersama dengan kawannya untuk melakukan aktivitas pendidikan atau perang-perangan atau pun jalan-jalan akan menjadikan sang anak kekanak-kanakan, introvert, minder (rendah diri), kehilangan keberanian, tidak bisa bekerja sama, dan sepenanggungan.

Dr. Nabil Madhlum mengatakan bahwa anak, apalagi anak perempuan kecil, akan berkembang baik jika nutrisi makanannya bagus dan sehat. Akan tetapi sebaik-baik segala hal adalah yang seimbang, pertengahan. Pemenuhan kebutuhan psikologis anak tidak mesti mengabulkan dan meng-iya-kan semua keinginannya atau memarahinya. bahkan memperlakukan anak dengan temperamen yang hangat bersama dengan pengayoman yang konsisten tapi fleksibel akan menjadikan sang anak berkembang secara rasional, penuh percaya diri, merasa aman, dan nyaman. (Abm)

Sumber: Majalah Al-Usrah (Riyadh-KSA)/No. 98/Jumada Al-Ulaa 1422H