1- Jamak dalam safar

Jumhur ulama termasuk tiga madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali membolehkan jamak dalam safar baik taqdim maupun ta`khir, pendapat mereka itu berbeda dengan madzhab Hanafi yang tidak membolehkan jamak karena safar, menurut pendapat kedua yaitu madzhab Hanafi jamak yang dibolehkan adalah jamak di Arafah dan Muzdalifah dengan alasan manasik, yang pertama untuk Zhuhur dan Ashar dengan taqdim dan yang kedua untuk Maghrib dan Isya` dengan ta`khir.

Pendapat pertama berdalil kepada beberapa hadits shahih, di antaranya:

A- Ibnu Umar berkata, “Rasulullah saw menjamak di antara Maghrib dengan Isya` manakala beliau harus mempercepat langkah dalam perjalanannya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

B- Anas berkata, “Jika Rasulullah saw berangkat sebelum matahari tergelincir, beliau menunda Zhuhur sehingga masuk awal waktu Ashar, kemudian beliau berhenti lalu menjamak di antara keduanya, jika matahari sudah tergelincir sebelum beliau berangkat maka beliau shalat Zhuhur kemudian berangkat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Sedangkan pendapat kedua berdalil kepada beberapa hadits, di antaranya:

A- Hadits Jabir tentang sifat haji Nabi saw yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi saw menjamak di Arafah dan Muzdalifah. Pendapat ini berkata, jamak Nabi saw bukan karena safar akan tetapi karena manasik.

B- Shalat merupakan ibadah dengan waktu yang telah dibatasi awal dan akhirnya, ini adalah prinsip dasar yang tidak boleh dilanggar dan apa yang diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau menjamak di selain Arafah dan Muzdalifah maka ia bukan jamak dalam arti sebenarnya, akan tetapi jamak shuri dengan menunda shalat pertama ke akhir waktunya dan menyegerakan shalat kedua di awal waktunya.

Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama karena hadits-hadits yang dijadikan sebagai dalil merupakan hadits-hadits shahih dan jamak Nabi saw di Arafah dan Muzdalifah adalah shahih namun hal itu tidak menafikan jamak beliau di selain keduanya.

2- Syarat Jamak Taqdim

Jika jamak taqdim dipilih maka harus diperhatikan tiga perkara:
A- Berurutan, yakni mendahulukan shalat yang pertama bukan shalat yang kedua.
B- Niat jamak menurut sebagian ulama sebelum memulai shalat yang pertama, sementara sebagian yang lain membolehkan niat ba’da salam dari shalat yang pertama.
C- Berkesinambungan, tidak dipisah oleh waktu yang lama, ini menurut pendapat yang rajih berdasarkan praktek Rasulullah saw.

3- Jamak Karena Hujan

Madzhab Hanafi tidak membolehkan. Madzhab Maliki dan Hanbali membolehkan hanya untuk Maghrib dengan Isya`. Madzhab Syafi’i membolehkan untuk Maghrib dengan Isya` dan Zhuhur dengan Ashar.

4- Jamak Jum’at dengan Ashar

Madzhab Syafi’i membolehkan jamak antara Shalat Jum’at dengan Ashar karena hujan dengan alasan bahwa Shalat Jum’at mengambil hukum Zhuhur, jika jamak Zhuhur dengan Ashar boleh, maka boleh pula Jum’at dengan Ashar. Wallahu A’lam.
(Izzudin Karimi)