Nama dan Kelahiran Beliau

Nama lengkap beliau adalah: Yahya bin Ma’in bin Aun bin Ziyad biin Bastham bin Abdirrahman. Sedang menurut yang lain bahwa nama kakek Yahya bin Ma’in adalah Ghiyats bin Ziyad bin Aun bin Bastham Al-Ghathafani Al-Murri, pemimpin orang Bagdad.

Kelahiran beliau: sebagaimana disebutkan oleh Ahmad bin Zuhair adalah tahun 158 H.

Adz-Dzahabi berkata, “Dia mulai menulis hadts sejak berumur dua puluh tahun.”
Al-Husain bin Fahm berkata, “Aku telah mendengar Yahya bin Ma’in berkata, ‘Aku dilahirkan pada masa kekhalifahan Abu Ja’far, diakhir tahun 158 H’.”

Sifat-Sifat Beliau: sebagaimana dikemukakan Adz-Dzahabi bahwasanya ia adalah penduduk yang asli dari Ambar dan tumbuh di Baghdad. Dia adalah orang tertua dalam kelompok ulama besar di masanya, seperti; Ali bin Al-Madini, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Khaitsamah. Mereka ini dididik bersama Yahya bin Ma’in. Oleh karena dia usianya lebih tua, maka mereka mengakui keberadaannya. Dia adalah seorang ulama yang berwibawa dan agung dan terbiasa naik Bighal serta berpakaian rapi.

Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

Diantara sanjungan para ulama mengenai beliau rahimahullah adalah sebagai berikut:
Abdul Khaliq bin Manshur berkata, “Aku berkata kepada Ibnu Ar-Rumi bahwa aku telah mendengar ada sebagian dari ulama ahli hadits meriwayatkan hadits dari Yahya dengan berkata, ‘Telah memberikan hadits kepada kami orang yang matahari tidak menyinari orang yang lebih besar lagi darinya’.”

Ibnu Ar-Rumi menimpali dengan berkata, “Jangan heran. Sesungguhnya aku telah mendengar Ali bin Al-Madini berkata, ‘Aku belum pernah melihat orang seperti dirinya’.”

Dalam kesempatan lain, aku juga bertanya kepada Ibnu Ar-Rumi, “Aku telah mendengar Abu Said Al-Haddad berkata, ‘Seluruh manusia berhutang budi kepada Yahya bin Ma’in’.”

Dia lalu menjawab, “Itu benar. Tidak ada satu pun manusia di dunia yang menyamainya. Yahya telah mendahului orang-orang di masanya dalam masalah ini. Sementara mengenai generasi sesudahnya, maka aku tidak tahu.”

Al-Hafidz Al-Khathib Al-Baghdadi berkata, “Dia adalah seorang imam Rabbani, pandai, Hafidz, tsabit dan mutqin.”

Dari Al-Abbas, dia berkata, “Aku melihat Imam Ahmad bin Hambal berada ditempat pengajian Ruh bin Ubadah pada tahun 205 H. di tempat itu Yahya bin Ma’in ditanya tentang sesuatu, ‘Wahai Abu Zakaria bagaimana hadits ini menurutmu?’ dalam pertanyaan ini, Imam Ahmad bin Hambal hendak memastikan hadits-hadits yang telah diperolehnya. Semua keterangan perkataan Yahya bin Ma’in ditulis Ahmad bin Hambal. Dalam tulisan itu, Imam Ahmad bin Hambal tidak menulis dengan nama Yahya bin Ma’in, akan tetapi dia menyebutnya dengan nama Abu Zakaria.”

Ibnul Madini berkata, “Ilmu manusia berhenti pada Yahya bin Ma’in.”

Yahya bin Said Al-Qaththan berkata, “Belum pernah ada di hadapan kami seperti dua orang ini, yaitu; Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Ma’in.”

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Yahya bin Ma’in adalah tokoh yang paling pandai diantara kami dalam masalah perawi hadits.” Adz-Dzahabi menambahkan, “Yahya bin Ma’in dalam kenyataannya itu lebih masyhur daripada ketika kita mengupas manaqibnya (kisah-kisah kebaikannya).”

Dan masih banyak lagi sanjungan para ulama yang lain mengenai beliau…

Kemahirannya Dalam Memahami Kesalahan Hadits

Diantara contoh yang menunjukkan kemahiran beliau dalam memahami kesalahan hadits adalah:
Abbas Ad-uri berkata, “Yahya bin Ma’in memberitahukan kepada kami bahwa ketika dia datang ke Mesir, ia menghadiri pengajian Nu’aim bin Hammad. Dalam kesempatan itu Abu Nu’aim membaca kitab karyanya, dia berkata, ‘Ibnul Mubarak memberikan hadits kepada kami dari Ibnu Aun sampai akhirnya menyebut beberapa hadits’.

Kemudian aku katakan kepadanya, ‘Hadits itu bukan dari Ibnul Mubarak’. Mendengar perkataanku ini, dia lalu marah dan berkata, ‘Kamu membantahku!’ Aku menjawab, “Demi Allah aku ingin membenarkan hadits yang kamu sampaikan.” Namun dia tetap tidak terima karena marah dan tidak ingin mengoreksi ulang.

Ketika aku melihat dia masih bersikukuh dengan apa yang telah dibaca, maka aku ulangi lagi perkataanku sehingga dia semakin marah, begitu pula jamaah yang hadir disitu pada memarahiku.
Akhirnya, dia berdiri masuk untuk mengambil lembaran-lembaran catatan haditsnya. Sambil tangannya memegangi lembaran itu, dia berkata, “Dimanakah orang-orang yang tadi mengatakan bahwa Yahya bin Ma’in bukan Amirul Mukminin dalam bidang hadits? Wahai abu Zakaria, kamu benar dan aku salah. Memang hadits tersebut bukan riwayat Ibnul Mubarak dari Ibnu aun.”

Dari Ibnu Ar-Rumi, dia berkata, “Ketika aku berada bersama Imam Ahmad, tiba-tiba seseorang datang dan bertanya kepada Imam Ahmad bin hambal, ‘Wahai Abu Abdillah, lihatlah hadits ini! Sesungguhnya hadits ini ada kesalahan’. Lalu Imam Ahmad menjawab, ‘Kamu harus ke tempat Abu Zakaria, sesungguhnya dia yang tahu tentang kesalahan hadits’.”

Abu Muqathil Sulaiman bin Abdillah berkata, “Aku pernah mendengar Ahmad bin Hambal berkata, ‘Di sini ada seseorang yang telah Allah ciptakan untuk memperjelas kebohongan orang yang suka berbohong. Orang itu adalah Yahya bin Ma’in’.”

Guru-Guru Beliau

Sebagaimana disebutkan oleh Adz-Dzahabi diantara guru-guru beliau rahimahullah adalah:
Ibnul Mubarak, Husyaim, Ismail bin ayyasy, Ubbad bin Ubbad, Ismail bin Mujalid bin Said, Yahya bin Zakaria bin Abi Zaidah, Mu’tamar bin Sulaiman, Sufyan bin Uyainah, Ghundar, Abu Muawiyah, Hatim bin Ismail, Hafsh bin Ghiyats, Jarir bin Abdil Humaid, Abdurrazzaq.

Juga, tercatat sebagai guru beliau rahimahullah adalah; Marwan bin Muawiyah, Hisyam bin Yusuf, Isa bin Yunus, Waqi’ bin Al-Jarrah, Abu Hafsh Al-Abar, Umar bin Ubaid, Ali bin Hasyim, Yahya bin Said Al-Qaththan, Ibu Mahdi, dan Affan.

Selain mereka ini, masih banyak lagi gurunya, baik di Iraq, Hijaz, Jazirah, Syam maupun di Mesir.

Murid-Murid Beliau

Sebagaimana disebutkan al-Hafidz, diantara murid-murid Yahya bin Ma’in rahimahullah adalah;

Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Dawud. Mereka meriwayatkan dan dan murid yang lain melalui Abdullah bin Muhammad al-Musnadi, Hanad bin As-sara (keduanya adalah temannya), Al-Fadhl bin Sahl Al-A’raj, Muhammad bin Abdillah bin Al-Mubarak Al-Makhzumi, Muhammad bin Ishaq Ash-Shafani, Ibrahim bin Ya’qub Al-Juzjani, Muawiyah bin Shalih Al-Asy’ari dan Abu Bakar bin Ali Al-Marwazi.

Termasuk orang yang telah meriwayatkan hadits darinya adalah: Ahmad bin Hambal, Ahmad bin Abi Al-Hawari, Ibnu Sa’ad Dawud bin Rasyid, Abu Khaitsamah (mereka ini adalah temannya), Ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, murid-murid Ibrahim bin Abdillah bin Al-Junaid Al-Khatali dan Abu Bakar Ibnu Abi Khaitsamah.

Kata-Kata Mutiaranya

Dari Yazid bin Mujalid Al-Muabbir, dia berkata, “Aku pernah mendengar Yahya bin Ma’in berkata, ‘Ketika kamu menulis, maka telitilah, dan ketika kamu memberikan hadits, maka selidikilah’.”

Ahmad bin Ali Al-Abar berkata, “ahya bin Ma’in pernah berkata, ‘Aku menulis dari para pembohong dan aku nyalakan cerobong serta aku keluarkan menjadi roti yang matang’.’

Yahya bin Ma’in berkata, “Ketika aku melihat seseorang bersalah, maka aku kan menutupinya. Aku ingin menghiasi dirinya dan aku tidak senang memperlihatkan kesalahan tersebut kepada orang lain dan mengatakan terhadap seseorang yang tidak ia sukai. Apa yang aku lakukan ini hanyalah sekedar menjelaskan kepdanya letak kesalahannya antara diriku dengan dirinya. Apabila ia mau menerima, maka akan aku tinggalkan.”

Abu Bakar bin Muhammad bin Mahrawiyah dari Ali bin Al-Husain bin Al-Junaid dari Yahya bin Ma’in, dia berkata, “Sesungguhnya aku telah mencela sebagian orang, mudah-mudahan orang yang aku cela masuk surga lebih dahulu dariku dua ratus tahun.” Ibnu Mahrawaih berkata, “Ketika perkataan Yahya bin Ma’in ini aku sampaikan kepada Ali bin Abi Hatim yang sedang membaca kitab karyanya Al-Jarh wa At-Ta’dil kepada orang-orang, maka dia lalu menangis, tangannya bergetar sampai kitab di tangannya terjatuh.”

Wafat Beliau

Muhammad bin Jarir Ath-Thabari berkata, “Ibnu ma’in keluar dengan tergesa-gesa sambil makan, maka aku diberitahu oleh Abul Abbas Ahmad bin Syah bahwasanya dia bersama teman-temannya. Ketika rombongan datang, maka mereka memberikan hadiah –berupa makanan- yang belum matang kepada Yahya. Lalu kami berpesan kepada Yahya agar tidaka memakan makanan tersebut. akan tetapi, Yahya tidak menghiraukan pesan kami.

Belum lama dari memakan makanan tersebut, tiba-tiba dia merasa sakit perut, sehingga kami mempercepat jalan agar secepatnya sampai Madinah. Dia tidak bisa bangkit, akibatnya kami bergantian menjaganya. Sementara kami belum bisa sampai ke maqam Ibrahim ‘alaihis salam untuk menunaikan rukun haji. Sedangkan kami juga tidak tahu harus berbuat apa untuk membantu meringankan sakit yahya.

Akhirnya, sebagian dari kami berniat membatalkan melaksanakan haji. Belum lagi tiba waktu subuh, dia berwasiat dan meninggal dunia. Lalu kami memandikan, mengkafani dan memakamkannya.”

Abu Hisan Ibnu Muhaib bin Sulaim Al-Bukhari berkata, “Aku mendengar Yusuf Al-Bukhari, ayah Abu Dzar berkata, ‘Aku adalah teman Yahya bin Ma’in ketika dalam perjalanan haji. Ketika kami masuk Madinah pada malam jum’at, dimana dia meninggal, di pagi harinya banyak orang mendengar berita kedatangan Yahya dan kematiannya.

Akibatnya, banyak orang kumpul sampai Bani Hasyim datang dan berkata, “Kita keluarkan di Al-A’wad tempat dimandikannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,“ Namun kebanyakan yang hadir kurang menyetujuinya.

Keadaan yang demikian itu akhirnya menjadikan suasana semakin gaduh. Lalu, orang-orang dari Bani Hasyim datang dan berkata, “Kedudukan kami dalam hal ini dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lebih mulia daripada kalian semua. Yahya berhak untuk dimandikan di sana.

Akhirnya Al-A’wad pun dikeluarkan, dan jasadnya dimandikan di sana. Dia di makamkan pada hari Jum’at bulan Dzulqa’dah tahun 233 H. Abu Hisan berkata, “Tahun Yahya meninggal itu adalah tahun kelahiranku.”

Ja’far bin Muhammad bin Kazal berkata, “Aku berada bersama Yahya bin Ma’in di Madinah. Waktu itu dia menderita sakit yang menyebabkannya meninggal. Dia meninggal di Madinah dan diusung di atas ranjang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan seseorang berbicara di depan iringan jenazahnya, “Ini adalah orang yang menolak orang-orang yang berberdusta atas Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Sumber: dinukil dari kitab “Min A’lamis Salaf” karya, Syaikh Ahmad Farid, edisi indonesia : “60 Bigrafi Ulama Salaf” cet. Pustaka Azzam, hal : 403-410 dengan sedikit diringkas.
Oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim.